Karena itu, pengamat kebijakan publik itu, mencoba menyampaikan sejumlah rekomendasi moral dan kebijakan kepada Gubernur Matius Fakiri, sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan kepedulian terhadap pembangunan Papua. Pertama Menegakkan prinsip netralitas ASN. Sekda harus bebas dari kepentingan politik praktis agar birokrasi berjalan profesional dan melayani seluruh masyarakat tanpa diskriminasi.
Kedua Mengutamakan rekam jejak dan kinerja. Calon Sekda hendaknya dipilih karena prestasi dan pengalaman, bukan karena loyalitas politik atau hubungan pribadi. Tiga, Memastikan keterlibatan lembaga pengawas dan publik. Proses seleksi perlu dilakukan secara terbuka agar masyarakat dan ASN dapat mengawal bersama. Terakhir, menjadikan pemilihan sekda sebagai momentum reformasi birokrasi di Papua.
“Gubernur Matius Fakhiri memiliki peluang besar untuk meninggalkan warisan kepemimpinan yang bersih, kuat, dan dihormati. Caranya sederhana; taat pada mekanisme hukum dan memilih sekda yang profesional. Itulah cara terbaik memuliakan birokrasi dan menjaga kepercayaan publik,” imbuhnya.
Untuk itu ia menekankan bahwa Papua membutuhkan birokrat tangguh, bukan loyalis politik. Karena dengan birokrasi yang profesional, pembangunan dapat berjalan konsisten dan rakyat merasakan manfaat nyata dari kehadiran pemerintah.
Sementara ditambahkan salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung bahwa dirinya meyakini jika gubernur akan melakukan seleksi seluruh jabatan eleselon di kantor gubernur Provinsi Papua berdasarkan merit sistem. Yang berprestasi yang dan berkompeten yang dipromosikan. Idealnya birokrasi yang good and clean seperti itu.
Karena itu, pengamat kebijakan publik itu, mencoba menyampaikan sejumlah rekomendasi moral dan kebijakan kepada Gubernur Matius Fakiri, sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan kepedulian terhadap pembangunan Papua. Pertama Menegakkan prinsip netralitas ASN. Sekda harus bebas dari kepentingan politik praktis agar birokrasi berjalan profesional dan melayani seluruh masyarakat tanpa diskriminasi.
Kedua Mengutamakan rekam jejak dan kinerja. Calon Sekda hendaknya dipilih karena prestasi dan pengalaman, bukan karena loyalitas politik atau hubungan pribadi. Tiga, Memastikan keterlibatan lembaga pengawas dan publik. Proses seleksi perlu dilakukan secara terbuka agar masyarakat dan ASN dapat mengawal bersama. Terakhir, menjadikan pemilihan sekda sebagai momentum reformasi birokrasi di Papua.
“Gubernur Matius Fakhiri memiliki peluang besar untuk meninggalkan warisan kepemimpinan yang bersih, kuat, dan dihormati. Caranya sederhana; taat pada mekanisme hukum dan memilih sekda yang profesional. Itulah cara terbaik memuliakan birokrasi dan menjaga kepercayaan publik,” imbuhnya.
Untuk itu ia menekankan bahwa Papua membutuhkan birokrat tangguh, bukan loyalis politik. Karena dengan birokrasi yang profesional, pembangunan dapat berjalan konsisten dan rakyat merasakan manfaat nyata dari kehadiran pemerintah.
Sementara ditambahkan salah satu akademisi Uncen, Marinus Yaung bahwa dirinya meyakini jika gubernur akan melakukan seleksi seluruh jabatan eleselon di kantor gubernur Provinsi Papua berdasarkan merit sistem. Yang berprestasi yang dan berkompeten yang dipromosikan. Idealnya birokrasi yang good and clean seperti itu.