Dan menyangkut dirinya masih memimpin sidang sementara sudah mengajukan pengunduran diri, diceritakan bahwa hal ini juga sudah dikonsultasikan dan ia serta beberapa unsur pimpinan lainnya sejak awal sudah tidak mau sebab tidak ada untung apa – apa sementara ancamannya adalah mereka akan terkena dampak.
“Tapi kami terpaksa melakukan itu setelah melihat situasi terkini. Ini tak lepas dari kondisi DPR Papua yang hari ini krisis pemimpin.
“Hari ini hanya ada saya dan pak Wonda (Yunus Wonda). Pak Edo (Edoardus Kaize) sudah dilantik di DPR RI sedangkan pak Rumboirussy sakit tidak bisa pimpinan sidang. Bayangkan kalau saya dan pak Wonda tidak pimpin sidang artinya APBD perubahan tidak selesai,” papar Jhony. Ia mengutarakan bahwa masih ada sejumlah soal yang patut segera dituntaskan diakhir tahun 2024 ini yang berkaitan dengan DPRP.
Bagaimana kondisi rumah sakit, belum lagi soal TPP yang harus segera dibayarkan, lalu dalam sidang ternyata ada uang Pemilukada yang dibiayai APBD induk sehingga memang harus segera diketok.
“Betul kami sudah serahkan uang tapi itu mendahului APBD atau ijin prinsip yang harus disahkan pada APBD perubahan. Pemimpin harus berani ambil resiko walaupun nantinya ada resiko berdampak hukum tapi ini untuk kepentingan daerah. Bayangkan uang tidak disahkan dan akhirnya diperiksa akhirnya KPU dan semuanya termasuk kami juga akan terjerat,” jelas Jhony.
Disini Jhony akhirnya bertanya jika tidak disahkan maka apakah Pemilu bisa berjalan?.
“Ingat APBD Kota itu tidak membiayai tenaga KPPS, TPS, Bawaslu tingkat bawah karena semua dibayar oleh APBD Provinsi. Itu sebab kami pasang badan dan sekali lagi tak ada kepentingan apa – apa disitu meski berisiko bagi kami,” sambungnya.
Bahkan lanjut pada sidang lainnya semisal Sidang APBD induk diyakini nantinya ia juga yang akan mensahkan sebab jika bukan pimpinan yang ada saat ini maka kemungkinan besar APBD induk akan disahkan pada tahun 2025 dan sudah pasti dampaknya APBD Papua akan terpotong atau terkena dis.
Disinggung soal sudah mengundurkan diri, tidak lagi mengambil hak-hak namun masih memimpin sidang dan mensahkan dokumen negara menurut Jhony pihaknya sudah berkonsultasi dengan Biro Hukum Papua dan sempat menolak saat rapat Badan Musyawarah. Akan tetapi Pak Sekda ketika masih dijabat Ridwan Rumasukun dan dan biro hukum menyampaikan bahwa semua tidak masalah.
“Tapi kami minta untuk pak Sekda (mantan sekda) berkoordinasi dengan KPU Provinsi dan lewat jawaban simple bahwa tidak ada masalah, silahkan pemimpin sidang apalagi kami belum menerima SK pemberhentian. Kami masih menunggu SK dan saat SK turun maka langsung saya pimpin Paripurna,” imbuhnya.
Jhony mengaku bahwa semua berkaitan dengan situasi yang memang tidak bisa dihindari. “Contoh Pak Fakhiri juga masih aktif dan menunggu pemberhentian. Lalu ASN tidak mungkin diberhentikan tanggal 20 tapi pasti tanggal 1. Tolong dipahami dulu sebab ini tidak serta merta dan ada situasi yang harus bisa dimaklumi,” tutupnya.