Site icon Cenderawasih Pos

ULMWP: Aneksasi Indonesia Terhadap Papua Barat Ilegal

ULMWP menggelar aksi demontrasi memperingati Hari Aneksasi 1 Mei 1963 di Gapura Uncen, Rabu (1/5) kemarin. (foto:Karel/Cepos)

Polisi Sebut Hanya Orasi Biasa Langsung Bubar

JAYAPURA– United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menggelar aksi demo damai 1 Mei di Gapura Unncen Abepura, Rabu (1/5) kemarin. Demo ini dilakukan sebagai peringatan hari aneksasi Indonesia terhadap Papua Barat 1 Mei 1963.

Dalam surat pernyataan yang dibacakan Sekretaris ULMWP Markus Haluk, bahwa Papua Barat (West Papua) sesungguhnya bukan bagian dari wilayah Republik Indonesia, karena secara historis Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda.

Walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus-secara terpisah.

Selain itu aneksasi 1 Mei 1963 dilakukan tanpa pernah meminta keterlibatan dan persetujuan rakyat dan pemimpin bangsa Papua. Namun pemerintah Indonesia mengurus administrasi dan mulai menempatkan pasukan- pasukan meliternya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua.

Mereka berasal dari semua Kodam dan seluruh Angkatan TNI dan Polri. Akibatnya, hak-hak politik dan hak-hak azasi manusia Papua telah secara brutal di luar batas-batas perikemanusiaan.

Keterlibatan pihak militer Republik Indonesia dalam pelaksanaan PEPERA sangat dominan. Tidak saja bahwa militer Indonesia terlibat dalam intimidasi terhadap penduduk, tetapi militer terlibat dalam pengaturan pelaksanaan PEPERA.

“Kami terus mengikuti dan menyaksikan pendropan dan penambahan personil serta pengembangan baru infrastruktur militer yang sangat pesat di pusat ibu kota kabupaten atau provinsi mapun di pos pedalaman wilayah terpencil, perbatas serta wilayah konflik,” katanya.

Dalam 20 tahun ini lanjut Markus penambahan struktur militer terus terjadi pada TNI Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara.  Demikian juga penambahan struktur baru di TNI AU, dan pembanbahan satuan TNI AU lainnya. Bahkan sejumlah fakta menyebut  bahwa jumlah Milter Indonesia saat ini di West Papua tidak sebanding dengan jumlah penduduk orang asli Papua.

“Ke depan secara cepat atau lambat, bangsa Papua dalam pendudukan Indonsia akan punah sebagaimana yang dialami oleh berbagai suku asli diberbagai wilayah akibat kejahatan kemanusiaan, pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), eksploitasi masif, yang dipraktekan oleh kolonial melalui operasi militer secara tebuka dan tertutup serta berbagai kebijakan mereka,” bebernya.

Markus Haluk menegaskan dari semua kisah selama 61 tahun Indonesia menganekasi Bangsa Papua Barat, maka di Momentum Pringatan Hari Aneksasi ini, pihaknya menyatakan secara tegas bahwa semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak sah, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki Kedaulatan

“Segera berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri melalui Refrendum di Papua Barat sebagai solusi paling demokratis guna mengakhiri segala macam konflik di atas Tanah Papua,” tutupnya.

Aksi ini dikawal ketat oleh aparat Kepolisian, bahkan setiap titik kumpul yang direncanakan dalam surat edaran ULMWP.

“Personel yamg kita kerahkan sekitar 300 personel, gabungan Polresta, Polda dan Sat Brimob Polda Papua,” ujar Kabag OPS Kompol. M.B.Y Hanafi.

Sementara itu Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Victor Mackbon menyampaikan bahwa momen 1 Mei yang  juga digunakan oleh sekelompok orang untuk melakukan protes terkait momentum aneksasi Papua ke NKRI dikatakan tidak terlalu signifikan. Jumlahnya kata Kapolres hanya puluhan dan semua berlangsung dengan tertib. Hingga  Rabu (1/5) sore kemarin dikatakan situasi kamtibmas di Kota Jayapura juga berjalan kondusif tanpa insiden yang menonjol.

Kapolresta menegaskan bahwa semuanya sudah dikomunikasikan dengan pihak penanggung jawab dimana telah dilakukan penolakan atas rencana aksi keramaian yang ingin dilakukan Rabu kemarin karena tidak memenuhi syarat formil.

“Jauh-jauh hari sudah kami komunikasikan dengan penanggungjawab aksi, aksi yang hendak dilakukan karena tidak memenuhi syarat, untuk itu kami tolak,” ungkap Kapolresta menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di Holtekamp, Rabu kemarin.

Meski demikian ia tak menampik ada kelompok massa yang sempat berkumpul namun dan melakukan orasi namun langsung diminta untuk segera membubarkan diri. Polisi menyatakan bahwa aksi mengumpulkan massa ini jika tidak dipertegas maka akan mengganggu kamtibmas dimana bercermin dari kejadian yang sudah-sudah jika terjadi masalah tidak satupun yang berani muncul atau siap bertanggungjawab.

“Kami sudah paham cara – cara begini jadi kami pertegas tidak. Tidak ada aksi yang kami setujui. Ujung-ujungnya kabur semua nanti,” papar Kapolresta. Namun untuk menjaga terjadinya aksi keramaian tersebut Polresta menyiapkan 700 personel  untuk tujuh titik di Kota Jayapura dengan instruksi tetap persuasive.

“Hingga sore ini (kemarin)  sampai dengan personel yang lakukan pengamanan selesai laksanakan pengamanan, situasi masih tetap berjalan lancar dan tertib. Pihak penanggungjawab mau diajak kooperatif dan berkomunikasi  makanya semua berjalan aman dan lancar,” tutup Kapolresta.

Aksi massa sendiri terpantau dilakukan di Gapura Uncen Abepura dan Uncen Waena sedangkan dititik lain tidak terlihat adanya aksi massa. (rel/ade/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version