Wednesday, July 2, 2025
26.4 C
Jayapura

Para Guru di Anggruk Diajak Lupakan Trauma

Para guru tersebut juga menyadari bahwa para siswa di pedalaman Papua sangat bergantung pada keberadaan guru. Namun pendidikan harus tetap berjalan. Pelatihan “Training as Healing” ini merupakan hasil kerja sama antara Kemenko PMK dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Kegiatan ini merupakan kerja sama yang baik untuk membantu memulihkan semangat dan kesehatan mental para guru eks Yahukimo, khususnya tenaga pendidik dari Distrik Anggruk dan Bomela.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat, menjelaskan bahwa pelatihan ini dirancang secara komprehensif untuk memulihkan semangat dan kesehatan mental para guru. Dengan hadirnya program tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah daerah agar memberikan penguatan lagi lebih mendalam.

“Kami ingin para guru tetap punya integritas dan semangat untuk mengabdi. Peristiwa seperti ini tidak boleh membuat mereka mundur, tetapi justru jadi alasan untuk bangkit. Kami menyesalkan dunia pendidikan menjadi sasaran kekerasan,” katanya.

Baca Juga :  Istri Korban Jadi Tersangka

Selain fokus pada pemulihan individu, pelatihan ini juga bertujuan agar guru-guru bisa menjadi agen penyembuh bagi rekan kerja dan peserta didik.

Program-program seperti ini harus mendapat perhatian serius bagi pemerintah khususnya daerah konflik yang ada di Papua. Sementara itu, Ketua HIMPSI Pusat, Andik Matulessy sangat mendukung adanya kegiatan seperti itu. Ia yakin program seperti itu sangat diharapkan bagi para korban yang mendapatkan kekerasan.

Kegiatan selama empat hari itu menekankan pada proses bercerita dan mengurai beban psikologis yang selama ini terpendam. Sebab, para guru selama ini tidak punya tempat aman untuk mengungkapkan perasaan. Pelatihan seperti itu menjadi ruang pertama untuk mulai pemulihan.

Memang, proses pemulihan tidak bisa hanya empat hari, namun penyintas membutuhkan pendamping jangka panjang. Oleh karena itu, diharapkan peran pemerintah bagi para korban bisa terus dilakukan. Oleh sebab itu, guna mencegah terjadinya hal-hal tersebut kembali dibutuhkan mitigasi awal sehingga rasa trauma yang di dapatkan saat tugas ke daerah konflik bisa diminimalisir.

Baca Juga :  Dijemput Masuk Tempat Isolasi Tiga Hari Jelang Hari H

Semua pekerjaan memang ada risikonya, namun yang terpenting adalah bagaimana bisa mempersiapkan mental sejak dini agar rasa takut atau kenangan buruk dapat dikelola secara baik. Dengan begitu, semangat untuk kembali beraktivitas akan selalu muncul.

Program “Training as Healing” bukan hanya soal pemulihan trauma, tetapi juga bentuk nyata kehadiran negara bagi mereka yang berada di garis depan pelayanan publik di wilayah terpencil. Pemerintah berkomitmen agar pendidikan di Papua, termasuk di wilayah konflik seperti Yahukimo, tetap berlangsung. (*/ANTARA)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Para guru tersebut juga menyadari bahwa para siswa di pedalaman Papua sangat bergantung pada keberadaan guru. Namun pendidikan harus tetap berjalan. Pelatihan “Training as Healing” ini merupakan hasil kerja sama antara Kemenko PMK dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Kegiatan ini merupakan kerja sama yang baik untuk membantu memulihkan semangat dan kesehatan mental para guru eks Yahukimo, khususnya tenaga pendidik dari Distrik Anggruk dan Bomela.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat, menjelaskan bahwa pelatihan ini dirancang secara komprehensif untuk memulihkan semangat dan kesehatan mental para guru. Dengan hadirnya program tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah daerah agar memberikan penguatan lagi lebih mendalam.

“Kami ingin para guru tetap punya integritas dan semangat untuk mengabdi. Peristiwa seperti ini tidak boleh membuat mereka mundur, tetapi justru jadi alasan untuk bangkit. Kami menyesalkan dunia pendidikan menjadi sasaran kekerasan,” katanya.

Baca Juga :  Dana Otsus Tak Mampu Hentikan Konflik Bersenjata di Papua

Selain fokus pada pemulihan individu, pelatihan ini juga bertujuan agar guru-guru bisa menjadi agen penyembuh bagi rekan kerja dan peserta didik.

Program-program seperti ini harus mendapat perhatian serius bagi pemerintah khususnya daerah konflik yang ada di Papua. Sementara itu, Ketua HIMPSI Pusat, Andik Matulessy sangat mendukung adanya kegiatan seperti itu. Ia yakin program seperti itu sangat diharapkan bagi para korban yang mendapatkan kekerasan.

Kegiatan selama empat hari itu menekankan pada proses bercerita dan mengurai beban psikologis yang selama ini terpendam. Sebab, para guru selama ini tidak punya tempat aman untuk mengungkapkan perasaan. Pelatihan seperti itu menjadi ruang pertama untuk mulai pemulihan.

Memang, proses pemulihan tidak bisa hanya empat hari, namun penyintas membutuhkan pendamping jangka panjang. Oleh karena itu, diharapkan peran pemerintah bagi para korban bisa terus dilakukan. Oleh sebab itu, guna mencegah terjadinya hal-hal tersebut kembali dibutuhkan mitigasi awal sehingga rasa trauma yang di dapatkan saat tugas ke daerah konflik bisa diminimalisir.

Baca Juga :  Pemprov Akan Moratorium Peralihan Tenaga Guru ke Struktural    

Semua pekerjaan memang ada risikonya, namun yang terpenting adalah bagaimana bisa mempersiapkan mental sejak dini agar rasa takut atau kenangan buruk dapat dikelola secara baik. Dengan begitu, semangat untuk kembali beraktivitas akan selalu muncul.

Program “Training as Healing” bukan hanya soal pemulihan trauma, tetapi juga bentuk nyata kehadiran negara bagi mereka yang berada di garis depan pelayanan publik di wilayah terpencil. Pemerintah berkomitmen agar pendidikan di Papua, termasuk di wilayah konflik seperti Yahukimo, tetap berlangsung. (*/ANTARA)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya