Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Jual Tanah Hanya Mewariskan Konflik Bagi Generasi Papua

SENTANI-Bupati Jayapura Mathius Awoituaw meminta semua ondoafi, kepala suku juga Dewan Adat Suku (DAS) bersatu padu untuk membangun komitmen dan kesepakatan melalui lembaga adat supaya menghentikan aktivitas jual tanah.

Sebab menurut orang nomor satu di Kabupaten Jayapura itu, menjual tanah sama halnya dengan mewariskan konflik yang berkepanjangan kepada masyarakat khususnya generasi Papua yang mana pada akhirnya akan mewariskan kemiskinan secara turun-temurun.

Sejumlah tokoh masyarakat dewan adat suku di Kabupaten Jayapura saat menghadiri rapat dengan Bupati Jayapura, di kantor Bupati Jayapura, Selasa (30/6). (FOTO: Robert Mboik/Cepos)

“Jangan menjual tanah! Karena jika lahan itu dijual sedikit saja,  sama saja mulai menanam konflik berkepanjangan yang tidak akan pernah selesai. Kita harus menanamkan kesejahteraan bagi generasi penerus kita dengan tidak menjual tanah,” kata Bupati Mathius Awoitauw usai kegiatan FGD membahas tentang penataan lingkungan serta isu pembangunan strategis di kawasan Sentani dan Sentani Barat Moy di Aula Kantor Bupati, Selasa, (30/6).

Untuk itu, Bupati Awoitauw mengatakan harus ada kesadaran baru dari masyarakat adat itu sendiri bahwa tidak boleh kehilangan  tanah adat. Dia mengatakan, komitmen untuk tidak menjual tanah itu tidak bisa digerakkan oleh pemerintah daerah. Tetapi harus dibicarakan di tingkat kampung bersama dengan ondoafi, kepala suku dan DAS. 

Baca Juga :  Hari ini Donor Darah HUT Cepos, Siapkan 9 Bed Donor

“Diskusi hari ini akan ditindaklanjuti lagi pada tanggal 7 Juli nanti dan disitu kita akan membuat kesepakatan bahwa tidak boleh menjual tanah dan ini harus dibicarakan dengan keputusan kampung atau keputusan dewan adat suku,” tegasnya.
Menurutnya langkah ini harus segera ditempuh demi penyelamatan terhadap generasi penerus Papua. Karena sebelumnya bupati juga sudah berupaya mengangkat  jati diri masyarakat adat dengan kebijakan kebangkitan masyarakat adat, penguatan kapasitas adat dan pembentukan kampung kampung adat. Sehubungan dengan hal itu,  keberadaan lahan atau tanah ulayat milik masyarakat adat  tidak boleh dihilangkan dengan cara apapun.  “Kalau dihilangkan atau dijual dia mau berdiri di atas kekuatannya sendiri, kekuatan yang mana? Ini persoalan. Kalau dia menjual tanah ini berarti persoalan adat istiadat. Karena kekuatannya ada di atas tanah,” paparnya.

Dia menegaskan tanah tidak boleh dijual kecuali dikontrak. Namun ada pengecualian misalnya pemerintah ingin membeli tanah untuk program pembangunan masyarakat itu wajib didukung, karena untuk kepentingan orang banyak.

Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw saat berbincang dengan salah satu tokoh masyarakat adat Kabupaten Jayapura usai rapat, di kantor Bupati Jayapura. (FOTO: Robert Mboik/Cepos)

“Di luar dari itu jangan dan kita juga bicarakan jika untuk kepentingan masyarakat banyak melalui program pemerintah,”ujarnya.
Dikatakan, bicara soal hak ulayat tanah adat, ini tidak bisa dimotori oleh pemerintah daerah karena tidak ada konektivitasnya. Sehingga berkaitan dengan kekuatan adat ini harus dibicarakan mulai dari tingkat kampung dengan ondoafi, kepala suku dan dewan adat suku yang ada. Hal ini agar konflik lahan di tengah pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jayapura tak boleh terjadi lagi.

Baca Juga :  Ke Borneo, Jacksen Boyong Semua Pemain

Bupati Awoitauw mencontohkan seperti pembangunan jalan alternatif dari Telaga Ria hingga Yabaso  yang sempat diwarnai konflik lahan. Padahal menurutnya tujuan pembangunan jalan tersebut untuk masyarakat itu sendiri. Karena potensi pariwisatanya yang sangat besar.

“Jadi dalam perkembangan saat ini, ketika kita sedang membangun sesuatu, tantangan tidak pernah berhenti, seperti konflik lahan. Secara khusus kita coba mulai membangun yang terakhir ini dari Telaga Ria sampai Yabaso dan terus melingkari danau ini. Tujuan hanya satu bagaiman masyarakat yang mendiami kawasan itu tidak bergeser sedikitpun. Jalan ini untuk dia dan membangun masa depannya,” jelasnya.
Bupati menambahkan bahwa  pentingnya ada kesadaran baru yang terbangun. Pasalnya, ia melihat dalam tiga bulan terakhir ini  masih timbul konflik di tengah masyarakat. Sementara, ada ancaman dari pihak tertentu yang ingin merebut berbagai potensi yang ada di wilayah Kabupaaten Jayapura.
“Ini penting dan harus ada kesadaran baru yang kita bangun. Disaat kita sedang bangun komunikasi ini,” tambahnya.(roy/nat)

SENTANI-Bupati Jayapura Mathius Awoituaw meminta semua ondoafi, kepala suku juga Dewan Adat Suku (DAS) bersatu padu untuk membangun komitmen dan kesepakatan melalui lembaga adat supaya menghentikan aktivitas jual tanah.

Sebab menurut orang nomor satu di Kabupaten Jayapura itu, menjual tanah sama halnya dengan mewariskan konflik yang berkepanjangan kepada masyarakat khususnya generasi Papua yang mana pada akhirnya akan mewariskan kemiskinan secara turun-temurun.

Sejumlah tokoh masyarakat dewan adat suku di Kabupaten Jayapura saat menghadiri rapat dengan Bupati Jayapura, di kantor Bupati Jayapura, Selasa (30/6). (FOTO: Robert Mboik/Cepos)

“Jangan menjual tanah! Karena jika lahan itu dijual sedikit saja,  sama saja mulai menanam konflik berkepanjangan yang tidak akan pernah selesai. Kita harus menanamkan kesejahteraan bagi generasi penerus kita dengan tidak menjual tanah,” kata Bupati Mathius Awoitauw usai kegiatan FGD membahas tentang penataan lingkungan serta isu pembangunan strategis di kawasan Sentani dan Sentani Barat Moy di Aula Kantor Bupati, Selasa, (30/6).

Untuk itu, Bupati Awoitauw mengatakan harus ada kesadaran baru dari masyarakat adat itu sendiri bahwa tidak boleh kehilangan  tanah adat. Dia mengatakan, komitmen untuk tidak menjual tanah itu tidak bisa digerakkan oleh pemerintah daerah. Tetapi harus dibicarakan di tingkat kampung bersama dengan ondoafi, kepala suku dan DAS. 

Baca Juga :  Komnas HAM Diminta Investigasi Lanjutan  kasus Tewasnya 2 Warga

“Diskusi hari ini akan ditindaklanjuti lagi pada tanggal 7 Juli nanti dan disitu kita akan membuat kesepakatan bahwa tidak boleh menjual tanah dan ini harus dibicarakan dengan keputusan kampung atau keputusan dewan adat suku,” tegasnya.
Menurutnya langkah ini harus segera ditempuh demi penyelamatan terhadap generasi penerus Papua. Karena sebelumnya bupati juga sudah berupaya mengangkat  jati diri masyarakat adat dengan kebijakan kebangkitan masyarakat adat, penguatan kapasitas adat dan pembentukan kampung kampung adat. Sehubungan dengan hal itu,  keberadaan lahan atau tanah ulayat milik masyarakat adat  tidak boleh dihilangkan dengan cara apapun.  “Kalau dihilangkan atau dijual dia mau berdiri di atas kekuatannya sendiri, kekuatan yang mana? Ini persoalan. Kalau dia menjual tanah ini berarti persoalan adat istiadat. Karena kekuatannya ada di atas tanah,” paparnya.

Dia menegaskan tanah tidak boleh dijual kecuali dikontrak. Namun ada pengecualian misalnya pemerintah ingin membeli tanah untuk program pembangunan masyarakat itu wajib didukung, karena untuk kepentingan orang banyak.

Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw saat berbincang dengan salah satu tokoh masyarakat adat Kabupaten Jayapura usai rapat, di kantor Bupati Jayapura. (FOTO: Robert Mboik/Cepos)

“Di luar dari itu jangan dan kita juga bicarakan jika untuk kepentingan masyarakat banyak melalui program pemerintah,”ujarnya.
Dikatakan, bicara soal hak ulayat tanah adat, ini tidak bisa dimotori oleh pemerintah daerah karena tidak ada konektivitasnya. Sehingga berkaitan dengan kekuatan adat ini harus dibicarakan mulai dari tingkat kampung dengan ondoafi, kepala suku dan dewan adat suku yang ada. Hal ini agar konflik lahan di tengah pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jayapura tak boleh terjadi lagi.

Baca Juga :  Dukung Konferensi Kingmi 2020, Bupati Mimika Anggarkan Rp 75 M

Bupati Awoitauw mencontohkan seperti pembangunan jalan alternatif dari Telaga Ria hingga Yabaso  yang sempat diwarnai konflik lahan. Padahal menurutnya tujuan pembangunan jalan tersebut untuk masyarakat itu sendiri. Karena potensi pariwisatanya yang sangat besar.

“Jadi dalam perkembangan saat ini, ketika kita sedang membangun sesuatu, tantangan tidak pernah berhenti, seperti konflik lahan. Secara khusus kita coba mulai membangun yang terakhir ini dari Telaga Ria sampai Yabaso dan terus melingkari danau ini. Tujuan hanya satu bagaiman masyarakat yang mendiami kawasan itu tidak bergeser sedikitpun. Jalan ini untuk dia dan membangun masa depannya,” jelasnya.
Bupati menambahkan bahwa  pentingnya ada kesadaran baru yang terbangun. Pasalnya, ia melihat dalam tiga bulan terakhir ini  masih timbul konflik di tengah masyarakat. Sementara, ada ancaman dari pihak tertentu yang ingin merebut berbagai potensi yang ada di wilayah Kabupaaten Jayapura.
“Ini penting dan harus ada kesadaran baru yang kita bangun. Disaat kita sedang bangun komunikasi ini,” tambahnya.(roy/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya