Syahmuhar Zein, S.Sos, MAP (FOTO:Sulo/Cepos)
MERAUKE – Ketua Cendekiawan Muslim Papua Selatan, Syahmuhar Zein, S.Sos, MAP meminta Pemerintah Provinsi Papua Selatan memberikan penjelasan kepada masyarakat Papua Selatan terkait pergantian nama calon anggota Majelis Rakyat Papua Selatan dari unsur agama Islam yang berujung aksi demo ke Kantor Gubernur Papua Selatan.
‘’Saya pikir perlu ada penjelasan Pemerintah Provinsi Papua Selatan sehubungan dengan aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat sehubungan dengan pergantian nama pada unsur agama Islam. Pada pengumuman pertama tercantum nama Abdullah Wandia. Tapi pada pengumuman kedua, nama Abdullah Wandia diganti Abdul Awal Gebze,’’ kata Syahmuhar Zein, kepada media ini, Sabtu (19/8).
Syahmuhar Zein mengungkapkan, perlu adanya penjelasan Pemprov Papua Selayan kepada masyarakat di Papua Selatan karena di dalam SK gubernur sudah sangat jelas kewenangan tingkat provinsi yakni menyeleksi keterwakilan dari unsur agama.
‘’Untuk mengamankan kantibmas saat ini, karena pasti ada efek, artinya ketidakpercayaan kepada pemerintah provinsi nanti, karena belum ada penjelasan secara detail terkait dengan pergantian itu. Padahal, di dalam Pergub sudah sangat jelas, yang beliau (Pj Gubernur Papua Selatan,red) tandatangan sendiri bahwa itu kapasitasnya ada di tingkat provinsi. Sehingga perlu ada penjelasan, meski perubahan-perubahan itu juga diajukan ke pusat,’’ katanya.
Syahmuhar mengaku bahwa jika tidak ada penjelasan secara detail, pihaknya sebagai anak-anak peranakan dihadapkan dengan anak-anak asli. ‘’Jangan sampai ada kesan diadu domba begitu. Jadi harus ada penjelasan secara rinci, kenapa harus diubah,’’tandasnya.
Sekadar diketahui, bahwa ada dua nama yang diganti di unsur agama setelah dilakukan uji publik. Pertama dari unsur Agama Kristen Protestan dari nama pertama Agustinus Basik-Basik diganti Ferdinan Frederik Salima dan dari unsur Agama Islam dari nama pertama Antonius Wandia diganti Abdul Awal Gebze. Pergantian nama dari kedua unsur ini, membuat aksi protes 2 kali ke kantor gubernur Papua Selatan. Mereka meminta provinsi untuk mengembalikan nama pertama tersebut. (ulo/tho)