JAYAPURA-DPR Papua menyampaikan akan mengecek persoalan ini hingga sedetail mungkin, bahkan jika dirasa tidak becus maka pimpinan dan pegawai yang mengurus beasiswa mahasiswa ini akan diusulkan untuk dilakukan pergantian.
DPR akan melakukan ini lantaran melihat banyak kejanggalan. Pihak orang tua juga sudah banyak bercerita dan memastikan akan tetap nginap di kantor gubernur melanjutkan bentuk protes mereka hingga semua dijawab.”Kami tetap akan nginap disana (kantor gubernur),” beber John Reba.
Tak hanya itu rencananya ada tiga pos nge-camp yang akan dibuat. Pertama di kantor gubernur, kedua di kantor DPRP dan ketiga di istana negara. Ketua DPRP, Jhony Banua Rouw didamping Wakil Ketua III DPRP, Yulianus Rumboirussi menyampaikan banyak keanehan dari persoalan beasiswa afirmasi tersebut.
“Kami melihat ada data yang tidak sinkron dimana ada mahasiswa yang datanya di luar negeri namun kuliahnya di dalam negeri. Lalu ada juga yang kuliah di Uncen namun datanya di luar negeri dan nomor rekeningnya tidak sesuai,” beber Jhony usai memimpin rapat.
Lalu ada juga keterlambatan pembayaran dengan alasan validasi data dan DPRP menganggap ini aneh sebab jika hari ini masih berbicara data, sementara ratusan mahasiswa ini sudah kuliah sejak tahun 2019 tentunya sebelum kuliah sudah menandatangani kontrak.
Harusnya tidak lagi mempersoalkan soal data. “Kok hingga kini masih terjadi kesalahan padahal sudah bertahun – tahun. Lembaga yang mengelola uang begitu besar dimana dalam 1 tahun bisa mengelola Rp 600 miliar dan ini belum dana pengawasan, perjalanan dinas ke luar negeri yang setiap tahun dilakukan tapi kok bisa sudah berjalan bertahun – tahun tapi masih menyampaikan masalah data, ini aneh,” cecarnya.
DPRP juga sepakat untuk membuat ini terang benderang selain segera mendorong persoalan ini ke pemerintah pusat untuk dicarikan solusi tetapi DPRP juga akan membentuk pansus untuk mendalami data tadi apakah ada kesalahan yang dilakukan orang tua atau pihak BPSDM.
“Jika ada kesalahan maka itu harus dipertanggungjawabkan, mengapa salah mengirim sebab anggaran beasiswa tahun 2022 sudah 100 persen dan jika ada pernyataan uang kurang maka pertanyaan kami waktu Perkada lalu mengapa uang ini tidak dimasukkan kesana padahal Perkada sebab sifatnya urgen dan prioritas,” beber Jhony.
Meski politisi Nasdem ini mengaitkan soal kebijakan dari pemerintah pusat terkat Menkeu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 76 menyangkut pembagian dana otsus yang tidak memperhatikan situasi pasca DOB namun ia memastikan bahwa Pemprov harus tetap mengambil tanggungjawab ini.
Jhony menjelaskan bahwa dimasa transisi pemekaran ada PP nomor 106 dan 107 yang mengamanatkan kewenangan beasiswa menjadi tanggungjawab pemprov sementara uangnya ditransfer ke daerah.
Dan kalaupun uangnya berada di kabupaten namun tetap tak bisa digunakan mengingat di kabupaten DOB ini sudah melakukan penetapan APBD sehingga tidak mungkin digunakan.
“Kami akan membentuk Pansus untuk mengawal dan mengecek dimana penggunaan uang ini. Kami juga sedang membahas LKPJ gubernur dan BPSDM harus membuka data dengan baik. Lalu soal Rp 122 miliar itu tidak ditransfer pemerintah pusat melainkan itu APBD Papua. Dana Rp 122 miliar ini adalah APBD tahun 2023 untuk membiayai beasiswa mahasiswa yang digunakan untuk menutup anggaran di tahun 2022 jadi jangan dipelintir bahwa itu bantuan pemerintah pusat,” tegasnya.
“Kami juga mendengar informasi soal adanya pemotongan yang tidak jelas dimana nilai kontrak lain dan menerima lain dan ini akan didalami oleh pansus apakah ada pemotongan oleh pihak ketiga dan kami minta ini dibuka semua,” tutupnya.(ade/fia)