JAYAPURA – Istri dan anak Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe menolak diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara kasus dugaan gratifikasi Rp 1 M.
Ketua Tim Hukum Nasional Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona menyampaikan, keputusan menolak untuk diperiksa merupakan hak berdasarkan Undang-undang KUHP pasal 168 dan pasal 35 Undang-undang Tipikor.
“Orang yang mempunyai hubungan perkawinan suami istri, atau hubungan kerja baik itu atasan maupun bawahan mempunyai hak menolak pemeriksaan untuk didengar keterangan sebagai saksi,” tegas Petrus dalam keterangan persnya kepada wartawan, Rabu (5/10) malam.
Selain itu lanjut Petrus, terkait perkara dugaan kasus gratifikasi Rp 1 M yang disangkakan KPK terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe tidak diketahui oleh Yulce Enembe (istri Gubernur-red). “Istri dan anak Lukas Enembe akan menggunakan hak itu untuk tidak memberikan keterangan. Apalagi istri Gubernur dan anaknya tidak mengetahui sama sekali perkara ini,” ungkapnya.
Dikatakan Petrus, dalam waktu dekat pihaknya akan mengirimkan surat secara resmi perihal penolakan istri dan anak Gubernur Papua dalam pemeriksaan sebagai saksi. “Secara resmi kami akan menyurati KPK. Yang jelas kalau panggilan pertama tidak hadir maka akan ada panggilan kedua,” ungkapnya.
Selain itu kata Petrus, KPK juga memblokir rekening Istri Gubernur Papua Lukas Enembe (Yulce Enembe). Pemblokiran rekening merupakan imbas dari ketidak hadiran Istri Gubernur Papua yang diminta hadir sebagai saksi di KPK.
“Itu mungkin kemarahan KPK karena sikap Ibu Yulce yang tidak mau memberi keterangan. Kami menyayangkan aksi pemblokiran. Padahal pemblokiran dilakukan hanya kepada seseorang yang berstatus sebagai tersangka. Seharusnya berdasarkan undang-undang rekening yang diblokir hanya berstatus tersangka,” tuturnya.
Adapun pemblokiran itu baru diketahui setelah istri dari Lukas Enembe hendak melakukan transaksi. “Sempat transaksi tapi tidak bisa, dan setelah dicek pihak Bank menyebutkan bahwa rekening telah diblokir,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Ketua Tim Hukum Gubernur Papua Roy Stephanus Rening menyebut langkah KPK memeriksa seorang pramugari sebagai saksi dari kasus yang menjerat Lukas Enembe sebagai hal yang tidak terkait.
“Jadi penetapan tersangka Pak Lukas ini berkaitan dengan dana transfer Rp 1 M. Sekarang KPK mengembangkan ke pramugari, ini perkara apa, apakah ini sudah lari ke perkara yang lain atau KPK sudah ngigau kali,” ujarnya.
Seharusnya kata Roy, KPK fokus mendalami segala hal yang terkait dengan tuduhan gratifikasi yang disangkakan kepada kliennya itu. Sehingga ia menganggap tuduhan KPK mengkriminalisasi Lukas Enembe semakin terbukti.
“KPK harus fokus kepada pembuktian tentang gratifikasi, kalau KPK memeriksa pramugari ini terkait delik korupsi yang mana, kita ingatkan lagi KPK jangan sampai tidak fokus atau publik berkesimpulan bahwa ini bagian dari mencari-cari kesalahan, itu yang selalu saya bilang kriminalisasi,” tegasnya.
Selain itu, Roy juga mengkonfirmasi hingga kini belum ada surat panggilan kedua yang dilayangkan KPK kepada Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka.
Sekedar diketahui, orang nomor 1 di Papua ini ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi senilai Rp 1 M sejak 5 September 2022. Selain dicekal keluar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh PPATK.
KPK telah memanggil Lukas Enembe sebagai tersangka pada 12 September lalu namun ia tidak hadir karena sakit. Hingga kini, Gubernur sendiri masih berada di kediamannya di Koya dengan alasan sakit. (fia/wen)