JAYAPURA – Menanggapi pengesahan Rancangan Undang-undang Daerah Otonomi baru tiga Provinsi di Papua. Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan,pengesahan itu sebagai bukti pemerintah telah mempertontonkan pengelolaan pemerintahan yang baruk.
Ia mengatakan, pengesahan RUU Pemekaran tanpa mendengar aspirasi dan persetujuan rakyat Papua, MRP, DPR P dan Pemerintah Provinsi bukti Komisi II DPR RI dan Pemerintah mempertotntonkan pengelolaan birokrasi yang buruk dan tidak demokratis.
“Kami lihat pemerintah pusat tontonkan hal buruk dalam pemerintahan yang tidak aspiratif kepada orang Papua,” katanya dalam Press Rilis secara zoom metting oleh K0alisi Kemanusiaan Papua, Kamis (30/6).
Murib mengatakan, hal ini jelas membuat masyarakat Papua tidak lagi percaya kepada Pemerintah Pusat.”Saya mau kasih tahu bahwa kepercayaan rakyat Papua kepada pemerintah buruk. Pemerintah pusat harus menghargai UU Otonomi khusus. karena UU itu memiliki sejarah. UU Otsus punya sejarah panjang dan Otsus lahir sebagai win – win solution. Pemerintah harus hati-hati dalam melakukan tindakan untuk tanah Papua,”katanya.
Kata Murib, pemerintah pusat lebih condong melakukan kegiatan tidak sesuai Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusua bagi Provinsi Papua dan mengabaikan MRP dengan merubah pasal direvisi kedua UU Otsus.
” UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus itu paling buruk, ini jelas dilakukan dan pengesahan RUU DOB terkesan terburu-buru. Pengerahan ini berdasarkan keinginan Jakarta, bukan orang asli Papua. Pemerintah pusat terlihat ingin memburu sesuatu di Papua ini jelas terlihat ada yang diinginkan di Papua,”katanya.
Menurutnya, hadirnya DOB bukan menghasilkan kesejahtraan melainkan, mendatangkan ribuan militer.
“DOB bukan untuk kesejahtraan rakyat karena hanya untuk mendatangkan militer di Papua, dan Papua adalah ATM masa depan untuk Indonesia, sementara kesejahtraan rakyat Papua diabaikan. Negara hanya berpikir untuk sumber daya alam Papua, sedangkan mereka tidak berpikir bahwa DOB adalah pelanggaran Hak Asasi terhadap orang asli Papua,”tandasnya, (oel).