Monday, November 25, 2024
25.7 C
Jayapura

PH Terdakwa VY Tuntut Pengalihan Status Tahanan

JAYAPURA-Sidang kasus dugaan makar dengan terdakwa Vicktor Yeimo (VY), yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Jayapura, Selasa (21/6) kemarin, terpaksa kembali ditunda. Menurut Edy Soeprayitno S. Putra, SH, MH, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus dugaan makar dengan nomor perkara, Nomor. REG 376/Pid. SUS/2021/PN.Jap  ini, karena masih menunggu koordinasi dari pihak-pihak pengurus Lapas.

  Hal ini, terkait dengan kelayakan tempat penahanan bagi  terdakwa Vicktor Yeimo, sebagaiman yang dituntut oleh pihak Kuasa Hukum terdakwa pada sidang sebelumnya.  “Kita akan sidangkan lagi setelah adanya koordinasi dari dokter bahwa tempat penahanan terdakwa sudah memenuhi syarat UU Kementrian Kesehatan,” ungkap Edy Soeprayitno, Selasa (21/6).

  Menurut Edy, dalam sidang sebelumnya dokter dan kuasa hukum terdakwa menuntut untuk menyiapkan tempat tahanan terdakwa harus sesuai dengan standard peraturan kementerian kesehatan. Yakni, tentang pedoman penanganan pasien baru di Lapas. Karena ruang tahanan terdakwa saat ini tidak sesuai dengan standard UU Kemenkes.

  “Kami akan menunggu kordinasi dari dokter yang menangani terdakwa kalau permintaan kami sebelumnya sudah dikoordinasi maka jadwal sidang selanjutnya akan ditetapkan”, ucapnya.

  Sementara itu, penasehat atau kuasa hukum terdakwa, Emanuel Gobay, SH, MH memahami alasan Majelis Hakim karena memikirkan kesehatan terdakwa. Pihaknya berharap adanya respons yang serius terkait pengalihan ruangan tahanan terdakwa, sehingga sidang lanjutan bisa berjalan baik.

Baca Juga :  Natal Tiba, 1.383 WB di Papua Terima Remisi

  “Karena alasanya tadi seperti itu, maka kembali kami menegaskan terkait permintaan kami di sidang sebelumnya agar klien kami dialihkan status tahanannya menjadi tahanan Kota atau tahanan rumah yang sudah kami sediakan yaitu di Kantor Klasis GKI Kingmi di Kota Jayapura” ucap Emanuel Gobay.

  Menurut Gobay, alasan pihaknya minta pengalihan status penahanan terdakwa menjadi tahanan kota atau tahanan rumah, karena memikirkan kondisi terdakwa yang saat ini sedang mengalami sakit berat, namun kondisi ruangan tahanannya saat ini tidak mendukung untuk proses penyembuhan terdakwa.

  “Ruangan tahanan klien kami saat ini sangat tidak sesuai dengan standard pedoman Kementrian kesehatan,  hal inilah dasar permintaan kami agar klien kami dialihkan status tahanannya menjadi tahanan rumah,” tandasnya.

  Kuasa Hukum terdakwa menerangkan dengan melihat kekooperatifan terdakwa dalam menjalani proses sidang, harusnya majelis hakim mempertimbangkan permintaan kuasa hukum terkait pengalihan status tahanan terdakwa.

  “Kami pastikan kalau klien kami akan siap menjalani segala proses sidang, tapi paling tidak proses penyembuhan penyakitnya juga diberikan jaminan yang baik, itu yang kami harapkan kepada majelis hakim”, ucap Kuasa Hukum terdakwa.

  Selain itu dia juga menjelaskan selama proses pembantaran seperti ini sangat tidak pasti memberikan kepastian hukum terhadap terdakwa, tapi justru akan mengganggu psikologi terdakwa. Diapun berharap atas tuntutan kuasa hukum dapat dibuat secara fleksibel dari majelis Hakim.

Baca Juga :  Bantu Korban Longsor di Nduga, Mahasiswa Uncen Galang Dana

  “Persoalannya kan selama terdakwa menjalani pembantaran hitungan tahananya tidak dihitung, sehingga ini akan berpengaruh pada putusannya nanti, karena pengurangan masa tahanan hanya berlaku selama terdakwa menjalani proses sidang”, terang Kuasa hukum.

  Diketahui kasus yang menimpa Victor Yeimo tidak terlepas dari aksi rasis yang terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Sebagai reaksi atas ucapan rasis di Surabaya itu, mahasiswa Papua di berbagai wilayah Indonesia, dan Papua sendiri menggelar aksi mulai 19 Agustus 2019. Victor Yeimo didakwa menjadi salah satu penggerak aksi yang kemudian berbuntut kerusuhan di berbagai kota di Papua.

  Victor Yeimo yang menghilang pasca kerusuhan, ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi. Satgas Nemangkawi kemudian menangkap Victor Yeimo pada 9 Mei 2021 di Jayapura

  Setelah pemeriksaan polisi, perkaranya kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Dalam sidang pertama pada pada Agustus 2021, pengadilan meyakini Victor Yeimo menderita TB MDR, dan harus menjalani perawatan. Selama enam bulan, juru bicara KNPB itu  harus meminum delapan butir obat dan dua suntikan setiap harinya.

  Februari 2022, setelah selesai menjalani pengobatan selama enam bulan, Victor Yeimo kembali diajukan ke meja hijau. Sidang pertama digelar pada 22 Februari 2021. (cr-267/tri).

JAYAPURA-Sidang kasus dugaan makar dengan terdakwa Vicktor Yeimo (VY), yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Jayapura, Selasa (21/6) kemarin, terpaksa kembali ditunda. Menurut Edy Soeprayitno S. Putra, SH, MH, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus dugaan makar dengan nomor perkara, Nomor. REG 376/Pid. SUS/2021/PN.Jap  ini, karena masih menunggu koordinasi dari pihak-pihak pengurus Lapas.

  Hal ini, terkait dengan kelayakan tempat penahanan bagi  terdakwa Vicktor Yeimo, sebagaiman yang dituntut oleh pihak Kuasa Hukum terdakwa pada sidang sebelumnya.  “Kita akan sidangkan lagi setelah adanya koordinasi dari dokter bahwa tempat penahanan terdakwa sudah memenuhi syarat UU Kementrian Kesehatan,” ungkap Edy Soeprayitno, Selasa (21/6).

  Menurut Edy, dalam sidang sebelumnya dokter dan kuasa hukum terdakwa menuntut untuk menyiapkan tempat tahanan terdakwa harus sesuai dengan standard peraturan kementerian kesehatan. Yakni, tentang pedoman penanganan pasien baru di Lapas. Karena ruang tahanan terdakwa saat ini tidak sesuai dengan standard UU Kemenkes.

  “Kami akan menunggu kordinasi dari dokter yang menangani terdakwa kalau permintaan kami sebelumnya sudah dikoordinasi maka jadwal sidang selanjutnya akan ditetapkan”, ucapnya.

  Sementara itu, penasehat atau kuasa hukum terdakwa, Emanuel Gobay, SH, MH memahami alasan Majelis Hakim karena memikirkan kesehatan terdakwa. Pihaknya berharap adanya respons yang serius terkait pengalihan ruangan tahanan terdakwa, sehingga sidang lanjutan bisa berjalan baik.

Baca Juga :  Ratusan Kepsek dan Guru Ikuti Sosialisasi Transisi PAUD ke SD

  “Karena alasanya tadi seperti itu, maka kembali kami menegaskan terkait permintaan kami di sidang sebelumnya agar klien kami dialihkan status tahanannya menjadi tahanan Kota atau tahanan rumah yang sudah kami sediakan yaitu di Kantor Klasis GKI Kingmi di Kota Jayapura” ucap Emanuel Gobay.

  Menurut Gobay, alasan pihaknya minta pengalihan status penahanan terdakwa menjadi tahanan kota atau tahanan rumah, karena memikirkan kondisi terdakwa yang saat ini sedang mengalami sakit berat, namun kondisi ruangan tahanannya saat ini tidak mendukung untuk proses penyembuhan terdakwa.

  “Ruangan tahanan klien kami saat ini sangat tidak sesuai dengan standard pedoman Kementrian kesehatan,  hal inilah dasar permintaan kami agar klien kami dialihkan status tahanannya menjadi tahanan rumah,” tandasnya.

  Kuasa Hukum terdakwa menerangkan dengan melihat kekooperatifan terdakwa dalam menjalani proses sidang, harusnya majelis hakim mempertimbangkan permintaan kuasa hukum terkait pengalihan status tahanan terdakwa.

  “Kami pastikan kalau klien kami akan siap menjalani segala proses sidang, tapi paling tidak proses penyembuhan penyakitnya juga diberikan jaminan yang baik, itu yang kami harapkan kepada majelis hakim”, ucap Kuasa Hukum terdakwa.

  Selain itu dia juga menjelaskan selama proses pembantaran seperti ini sangat tidak pasti memberikan kepastian hukum terhadap terdakwa, tapi justru akan mengganggu psikologi terdakwa. Diapun berharap atas tuntutan kuasa hukum dapat dibuat secara fleksibel dari majelis Hakim.

Baca Juga :  Umat Kristiani Harus Mampu Bawa Suka Cita Untuk Orang Lain

  “Persoalannya kan selama terdakwa menjalani pembantaran hitungan tahananya tidak dihitung, sehingga ini akan berpengaruh pada putusannya nanti, karena pengurangan masa tahanan hanya berlaku selama terdakwa menjalani proses sidang”, terang Kuasa hukum.

  Diketahui kasus yang menimpa Victor Yeimo tidak terlepas dari aksi rasis yang terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Sebagai reaksi atas ucapan rasis di Surabaya itu, mahasiswa Papua di berbagai wilayah Indonesia, dan Papua sendiri menggelar aksi mulai 19 Agustus 2019. Victor Yeimo didakwa menjadi salah satu penggerak aksi yang kemudian berbuntut kerusuhan di berbagai kota di Papua.

  Victor Yeimo yang menghilang pasca kerusuhan, ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi. Satgas Nemangkawi kemudian menangkap Victor Yeimo pada 9 Mei 2021 di Jayapura

  Setelah pemeriksaan polisi, perkaranya kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Dalam sidang pertama pada pada Agustus 2021, pengadilan meyakini Victor Yeimo menderita TB MDR, dan harus menjalani perawatan. Selama enam bulan, juru bicara KNPB itu  harus meminum delapan butir obat dan dua suntikan setiap harinya.

  Februari 2022, setelah selesai menjalani pengobatan selama enam bulan, Victor Yeimo kembali diajukan ke meja hijau. Sidang pertama digelar pada 22 Februari 2021. (cr-267/tri).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya