’’Amunisi-Amunisi’’ Para Laskar Rempah Selama Mengikuti Muhibah
Ada yang menyelipkan foto keluarga, ada pula yang membawa penutup kepala dan kain khas daerah masing-masing. Di kapal pilih sibukkan diri dengan menulis semua aktivitasnya.
DIMAS NUR APRIYANTO, Surabaya
Tiba-tiba saja kedua pipi Avina Nakita Octavia basah. Masih sulit percaya bahwa tak lama lagi dirinya akan berdiri di atas kapal legendaris, KRI Dewaruci. Sebagai bagian dari misi penting penelusuran jejak jalur rempah.
”Berkat doa orang tua juga. Tadi sempat telepon lama sama orang rumah,” kata mahasiswi semester 6 Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember tersebut.
Perwakilan Kepulauan Riau itu bagian dari regu pertama (batch lada) yang berisi 35 Laskar Rempah dan 53 awak kapal TNI Angkatan Laut serta perwakilan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Mereka diberangkatkan menggunakan Dewaruci dari Pangkoarmada II Surabaya menuju tujuan pertama muhibah ini, Makassar, Rabu sore (1/6). Lagu Tanah Airku yang ditulis Ibu Sud mengiringi kepergian kapal dengan panjang 49,66 meter dan lebar 9,5 meter tersebut dari Dermaga Ujung.
Ada empat batch yang akan membelah lautan untuk menelusuri jejak jalur rempah dengan menyinggahi enam titik. Masing-masing batch lada, cengkih, pala, dan cendana. Total ada 149 Laskar Rempah yang terpilih untuk berpartisipasi.
Setiap batch memiliki rute yang berbeda-beda. Surabaya–Makassar (batch lada), Makassar–Baubau–Buton–Ternate (batch cengkih), Ternate–Tidore–Banda–Kupang (batch pala), dan Kupang–Surabaya (batch cendana).
Sebelum menikmati gelombang laut, para Laskar Rempah tentu telah mempersiapkan ’’amunisi” masing-masing dengan matang. Avina, misalnya. Selain pakaian dan beberapa camilan, dia membawa foto keluarga. Sebagai obat kangen.
Untuk membunuh rasa bosan berlayar empat hari tiga malam di atas kapal tanpa media sosial, Avina berencana menghabiskan waktu untuk menuliskan semua aktivitasnya di dalam buku diari. Selama perjalanan, panitia Muhibah Budaya Jalur Rempah memang memberikan dua buku berukuran kecil dan besar.
Seluruh peserta wajib menuliskan laporan di dua buku itu. Ketika bersandar di dermaga, buku berukuran besar bakal diserahkan ke batch kedua.
Tidak hanya Avina yang membawa barang khusus, Adhiya Alfi Zikri pun demikian. Pria asal Sumatera Barat itu menggunakan penutup kepala khas Sumatera Barat. ”Sumatera Barat itu terkenal penghasil kulit kayu manis. Di ekspedisi jalur rempah ini, saya ingin mengenalkan juga kepada orang luar Sumatera Barat tentang kulit kayu manis,” ujar mahasiswa semester 8 Universitas Andalas, Padang, itu.
Jika Alfi membawa penutup kepala, lain halnya dengan Laili Maulidyah. Laskar Rempah asal Kalimantan Barat itu membawa songket berwarna silver.
Dia menjelaskan, songket yang dipinjam dari temannya itu merepresentasikan keberanian dari suku Dayak dan Melayu di kampung halamannya di Kalimantan Barat. Sebelum berlayar, perempuan 24 tahun itu tidak hanya meminta restu dari kedua orang tuanya. Dia juga harus mengantongi izin dari perusahaan tempatnya bekerja.
”Saya bekerja di Perhutani. Izin libur empat hari, untungnya gampang dan kantor mendukung,” terangnya, lalu tertawa.
Pelepasan kapal Dewaruci dipimpin langsung oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Wakasal Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono, Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, dan Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati. Nadiem mengatakan, pemberangkatan Laskar Rempah menjadi momen spesial bagi Indonesia.
Jalur rempah dan Pancasila, lanjut dia, adalah tonggak penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Pancasila menjadi falsafah bangsa yang mempersatukan Indonesia dalam semangat kebinekaan. ”Seperti dikatakan Bung Karno, Pancasila tidak diciptakan, tapi digali dari bumi,” ungkapnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid memastikan ada kelanjutan setelah program MBJR bagi para Laskar Rempah batch pertama tersebut. Yang jelas, angkatan pertama bakal menjadi mentor bagi angkatan kedua. ”Angkatan kedua tentunya juga dengan izin dari TNI Angkatan Laut,” terangnya.
Pemerintah pusat menyiapkan jalur rempah sebagai warisan dunia yang didaftarkan ke UNESCO (badan PBB yang mengurusi pendidikan, sains, dan kebudayaan). Penetapan akan dilakukan pada 2024. Dan, Indonesia bersaing dengan India.
Pukul 17.02, 15 menit setelah meninggalkan Dermaga Ujung, lagu Tanah Airku tak lagi melengking dari pengeras suara. Wajah para Laskar Rempah yang mewakili ke-34 provinsi juga perlahan menghilang.
Kapal legendaris itu bakal kembali menyapa Koarmada II Surabaya pada 2 Juli mendatang. Membawa pulang Laskar Rempah batch terakhir yang baru menyelesaikan misi mereka. (*/c17/ttg/JPG)