Sunday, November 24, 2024
28.7 C
Jayapura

Hanya Gunakan Keluak Lumajang, SBY Naikkan PAmor Tempe Goreng dan Tempe Bacem

Rawon Nguling di Depot Lumayan dan Soto Bu Sugiyati Kegemaran Presiden SBY (20)

Warungnya berada di dekat Jembatan Nguling. Secara yuridis, lokasinya masuk wilayah Probolinggo. Namun, Nguling adalah bagian dari Pasuruan. Bertolak belakang dengan polemik letak geografisnya, penggemar kuliner satu suara soal Rawon Nguling: mantap!

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Probolinggo & EKO HENDRI SAIFUL, Pacitan

KELUAK atau kluwek alias kepayang adalah bumbu esensial untuk rawon. Begitu pun di Rawon Nguling. Warung yang sebelum 1985 dikenal sebagai Depot Lumayan itu juga tidak mau sembarangan memilih keluak. Mereka mendatangkan langsung keluak dari Lumajang.

Sementara itu, bawang prei atau daun bawang yang berukuran besar (loncang) dipasok dari Tengger. ’’Itu resep turun-temurun sejak 1942,’’ kata Rofiq Ali Pribadi, generasi ketiga Rawon Nguling, saat disambangi Jawa Pos pada Desember lalu.

Selain bumbu dan pelengkap masakan, perolehan bahan utama pun masih tetap sesuai pakem pendiri Rawon Nguling. ’’(Daging) sapinya juga diambil dari jagal. Tidak motong sendiri. Mbah dan orang tua pesannya begitu,’’ lanjut Rofiq.

Rawon Nguling yang diprakarsai Mbah Marni dan Mbah Karyorejo pada 1942 itu lantas dilanjutkan orang tua Rofiq. Yakni, Muhamamad Dahlan dan Siti Fatimah. Kini bersama empat saudaranya, Rofiq melanjutkan usaha keluarga tersebut. Pakemnya masih tetap sama dengan yang Mbah Marni dan Mbah Karyorejo gariskan 80 tahun lalu.

Selain takaran dan ragam bumbu serta rempah yang tidak diubah, proses masaknya masih sama. Tahapan menumis bumbu serta meracik kuah rawon dilakukan terpisah. Demikian pula beberapa tahapan memasak yang lain. Khusus menumis bumbu, Rofiq tetap menggunakan tungku berbahan bakar kayu.

Ketaatan Rofiq pada pakem itulah yang membuat rasa Rawon Nguling tetap semantap dulu. Maka, tidak heran jika kelezatannya terdengar sampai ibu kota. Artis, pejabat, sampai presiden pun pernah singgah di warung yang bersebelahan dengan kediaman Rofiq tersebut.

Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekira 16 tahun lalu adalah yang paling berkesan buat Rofiq. Bukan hanya dapur dan alat masak yang harus steril, melainkan juga kamar tidur hingga kamar mandi. Seprai dan sarung bantal harus diganti. Begitu pula gayung.

Rofiq tidak akan pernah lupa tanggalnya. 5 Januari 2006. Pagi itu telepon di meja kasir berdering. Dia sendiri yang mengangkatnya. Rupanya, telepon dari Biro Kesekretariatan Pemprov Jatim. Si penelepon memesan ruang VIP di Rawon Nguling untuk pukul 12.00 WIB hari itu juga. Karena biasa menerima tamu pejabat, Rofiq mengiyakan saja pesanan tersebut. Apalagi, para pejabat pemprov sering mampir untuk menikmati rawon di warungnya.

Tidak lama kemudian, datanglah komandan kodim (Dandim) setempat. Permintaannya sama, memesan ruang VIP. Jamnya juga sama. Rofiq menolak permintaan sang Dandim. Sebab, Pemprov Jatim lebih dulu memesan. ’’Pokoknya harus kosong. Nanti biar saya yang ngomong,’’ kata Dandim tersebut seperti ditirukan Rofiq.

Sebagai pengusaha kuliner yang memprioritaskan kepuasan pelanggan, Rofiq sempat gugup. Kok ya bisa jadwalnya bentrok. Meskipun tidak tahu nantinya harus memberikan pada pemprov atau Dandim, Rofiq tetap mempersiapkan ruang VIP.

Kabar bahwa yang akan singgah ke Rawon Nguling adalah Presiden SBY tersiar seiring aktivitas Rofiq mempersiapkan ruang VIP. Konon, SBY hendak singgah untuk makan siang sebelum kunjungan kerja ke Jember. Ada rasa bangga yang menjalari dada Rofiq. Didatangin presiden!

Berita itu kian santer. Tim dokter istana menginspeksi dapur Rawon Nguling. Semua bahan makanan diperiksa. Kuah, daging sapi, tempe, hingga sambal dipastikan aman. Panci yang digunakan untuk mewadahi kuah diganti yang baru. Minyak goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng tempe juga diganti yang baru. Semuanya harus steril.

Area dalam warung disisir. Harus steril juga. Bahkan, rumah Rofiq di sebelah warung disterilkan. Kamar-kamar dikosongkan. Pintu-pintu ditutup, tapi ada petugas yang berjaga di dalamnya. Intel dan Paspampres membuat pengamanan di sekitar warung. Aktivitas itu jelas membuat masyarakat sekitar berdatangan. Mereka memadati Rawon Nguling. Ada yang datang dari Probolinggo dan Pasuruan.

Mendekati jam makan siang, area sekitar warung dan kediaman Rofiq makin padat. Lantas, berembus kabar bahwa SBY batal singgah. Masyarakat yang sudah menunggu di lokasi pun kemudian membubarkan diri. Mereka berangsur pulang. Termasuk Dandim dan bupati Probolinggo waktu itu. Rupanya, kabar itu sengaja diembuskan tim kepresidenan untuk mengurai kepadatan. Tujuannya, rombongan SBY lebih leluasa mengakses Rawon Nguling.

Benar saja. SBY tiba saat area sekitar warung dan kediaman Rofiq sudah lega. SBY singgah di Rawon Nguling selama sekitar 30 menit. Bahkan, SBY sempat menggunakan toilet di rumah Rofiq.

Baca Juga :  Polsek Abepura Jadi Barometer, Butuh Dukungan Masyarakat Jaga Kamtibmas

Sampai detik ini pun, Rofiq masih tidak bisa melupakan kesan yang SBY tinggalkan saat singgah ke warungnya itu. Memang, sebelumnya SBY juga pernah mampir ke Rawon Nguling. Tepatnya saat kampanye capres. Yang dipesan juga sama. Yakni, rawon dengan nasi terpisah. Plus tambahan taoge pendek dan empal bacem.

Namun, dikunjungi presiden tetaplah beda. Saat belum menjabat presiden dulu, SBY dan tim datang tanpa ada sterilisasi dan penjagaan ketat seperti pada 2006 itu.

Selain SBY, Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah singgah di Rawon Nguling. Sampai tiga kali malah. Setelah dilengserkan dari jabatannya, Gus Dur juga masih sempat datang ke warung. Namun, bukan rawon, Gus Dur memesan sup daging dan rempeyek.

Gus Dur, menurut Rofiq, tidak pernah makan di warung, tetapi di rumahnya yang ada di samping warung. Ajudan Gus Dur memesan menu yang disukai, lantas membawanya ke rumah Rofiq. Gus Dur bersantap di rumah itu. Berbeda dengan SBY, Gus Dur biasanya mendadak jika pesan. Tiba-tiba saja Rofiq menerima telepon yang berisi pemberitahuan bahwa Gus Dur akan singgah. Rofiq pun harus mempersiapkan tempat.

Jusuf Kalla dan Sandiaga Uno juga pernah mencicipi kelezatan Rawon Nguling. Bahkan, mereka sempat ikut salat di rumah Rofiq. Punya rumah yang bersebelahan dengan warung memang ada saja ’’rezeki’’-nya.

Rawon Nguling memiliki cita rasa yang khas. Potongan dagingnya besar, tetapi lembut dan empuk. Kuah kaldunya gurih dan terasa kekayaan rempahnya. Tentu saja, rawon selalu paling maknyus jika disantap ketika masih hangat. Aroma khasnya begitu menggugah selera. Belum lagi jika ditambah lauk. Rawon Nguling selalu menyajikan tempe goreng, jeroan, perkedel, dan empal.

’’Yang menjadi andalan tempe goreng dan empal bacem,’’ kata Rofiq. Ukurannya besar dan tebal. Ketika singgah di Rawon Nguling pada 2006, SBY membungkus tempe goreng dan empal bacem untuk dibawa ke Jember. Kabar itu sempat membuat pamor tempe goreng dan empal bacem naik. Para produsen tempe pun kena imbasnya. Produksinya laku di pasaran. Khusus untuk Rawon Nguling, mereka punya pemasok dari UMKM di sekitar warung.

Yang unik dari Rawon Nguling adalah keyakinan masyarakat tentang khasiatnya. Para penjual rawon sering sekali datang dan membeli rawon di sana. Bukan untuk disantap dan dipelajari bumbu rahasianya dengan mencecap rasa dan aromanya, melainkan sebagai ’’jimat” pelaris. Kuah Rawon Nguling, konon, akan dicampurkan dengan kuah milik mereka. Itu bakal membuat warung menjadi laris.

Ada pula masyarakat yang percaya bahwa Rawon Nguling bisa jadi obat. Jika ada warga yang sakit, keluarganya akan membelikan rawon untuk kemudian disantap. Konon, orang yang sakit tersebut kemudian sembuh. ’’Ini sih hanya sugesti,’’ ucap Rofiq, kemudian tertawa.

Meski judulnya Rawon Nguling, ada menu lain di warung itu. Selain sup daging yang digemari Gus Dur, Rofiq menyediakan pecel, lodeh, dan kari. Harga seporsi rawon Rp 28 ribu. Lauk tempe goreng dan empal bacem masing-masing Rp 4 ribu dan Rp 20 ribu per potong.

Selain Rawon Nguling, di Kampung halamannya Pacitan, SBY juga punya kuliner favorit. Dari sekian kuliner di Kabupaten Pacitan, Warung Makan Bu Sugiyati menjadi yang paling masyhur. Presiden Keenam RI SBY selalu mampir kalau berada di Pacitan.

Adapun rumah makan milik Sugiyati di Jalan Maghribi, Pacitan,  sudah lebih dari seperempat abad berdiri dan kondisinya  tidak banyak berubah. Jendela kayu plus pintunya masih utuh. Begitu pula tembok yang usang karena sudah puluhan tahun tak dicat ulang.

Namun, justru kekunoan itulah yang menjadi kekuatan Sugiyati untuk menarik pelanggan. Banyak pengunjung yang berdatangan untuk menikmati kuliner. Mereka ketagihan memakan soto yang menjadi produk utama di Warung Makan Bu Sugiyati.

Beroperasi pukul 15.00 sampai pukul 23.00 WIB, Warung Makan Bu Sugiyati tak pernah sepi pembeli. Yang datang kebanyakan rombongan. Pelat kendaraan non-AE mendominasi. Hal itu menandakan bahwa mereka merupakan pelancong dari luar kota.

’’Saya tidak begitu mengenal pemilik warung. Yang saya tahu cuma ini sotonya Pak SBY,’’ ungkap Nuraini, warga Sidoarjo. Perempuan itu sengaja menyempatkan diri untuk makan di Warung Makan Bu Sugiyati. Dia dalam perjalanan pulang dari silaturahmi di rumah keluarganya.

Untuk mewawancarai sang empu warung, Jawa Pos mesti menunggu. Pengunjung yang datang seakan-akan tak ada habisnya. ’’Tak ceritani, Mas. Tapi, sik tak ngladeni siji iki,’’ celetuk perempuan 81 tahun tersebut.

Baca Juga :  Dijadikan Ruang Terbuka Hijau, Tak Ada Makam Gunakan Atap

Sugiyati sebenarnya tidak sendirian. Ada dua anak dan menantu yang membantu meladeni pembeli. Namun, sebagian pelanggan yang manja tetap meminta dilayaninya.

’’Milih soto opo kikil, Mas. Lek kesuwen jupuk dewe wae’’. Kata-kata sambutan itulah yang mungkin dikangeni pelanggan. Ungkapan yang disampaikan secara ketus justru menyemangati pembeli untuk kembali lagi. Kapok lombok, dalam istilah Jawa. Sudah tahu cabai itu pedas, tapi masih saja dikonsumsi.

Soto racikan Sugiyati memang khas. Semangkuk soto itu tidak hanya terdiri atas kuah bening, daging ayam suwir, serta taburan seledri, loncang, dan bawang merah goreng. Kacang tanah goreng yang hadir di soto Sugiyati memberikan sensasi klethus-klethus saat kita mengunyahnya.

’’Belum tahu rasanya kalau belum mencicipi,’’ ungkap Sugiyati yang tak setuju sotonya disamakan dengan karya orang lain. Jawa Pos pun sempat mencicipi soto yang dihidangkan di meja. Kuahnya segar, tidak berminyak. Tak heran jika SBY menjulukinya soto terenak se-ASEAN.

Pembuatan kuah soto dan kecap, menurut Sugiyati, merupakan hal terpenting dalam proses memasak di warungnya. Produksi kecap dilakukan sendiri dan selalu terbarukan dalam dua hari sekali. Sugiyati menghabiskan 10 kilogram gula untuk membuatnya.

Selain memproduksi kecap, Sugiyati menangani sendiri pengolahan daging. Ada 17 ekor ayam yang dipotong setiap hari. Setelah dipotong, lalu direbus, daging ayam-ayam itu disuwir untuk dijadikan campuran soto.

Orang-orang ’’besar’’ juga pejabat yang jadi pelanggan ikut mengerek nama warung tersebut. Apalagi SBY dan keluarganya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung jika pulang ke Pacitan.

Foto-foto aktivitas SBY dan keluarga ketika mengunjungi Warung Makan Bu Sugiyati terpaku di dinding. Dokumen itu menjadi legitimasi tersendiri buat Warung Makan Bu Sugiyati. Orang nomor satu negeri ini pernah makan di lokasi itu.

Adanya foto tersebut tentu membuat pelanggan warung semakin banyak dan meluas. Dalam ingatan kolektif masyarakat, Warung Makan Bu Sugiyati pun berubah menjadi warung (soto) SBY. ’’Saya tidak keberatan dinamai soto SBY. Saya tak bisa menutupi jasa Pak SBY,’’ ungkap Sugiyati.

Menurut dia, bukan hanya keluarga SBY yang membeli soto di warungnya. Banyak tamu SBY yang juga memesan makanan di warungnya. Mereka penasaran dengan kuah soto Sugiyati yang dikenal maknyus.

’’Banyak pejabat dan orang terkenal yang mampir ke sini,’’ kata Sugiyati percaya diri. Perempuan itu lantas menyebut sejumlah pejabat dan politikus yang berkiprah di Jatim dan nasional.

Ada nama besar pelanggan lain yang membuat Sugiyati bangga. Ternyata musisi campursari (alm) Didi Kempot juga menyukai masakan ibu empat anak tersebut. Namun, bukan soto yang digemari Lord Didi (sebutan Didi Kempot) seperti halnya SBY, melainkan lodeh tempe yang dibumbui kunir yang nyantol di lidah pelantun Stasiun Balapan itu.

Menurut Sugiyati, Didi Kempot sebenarnya hanya mampir sekali di warungnya. Pembelian lodeh lebih banyak dilakukan pesuruhnya. Setiap kali ke Pacitan, musisi asal Solo itu selalu meminta dibelikan lodeh tempe. ’’Hingga saat ini, lodeh tempe Didi Kempot juga banyak dibeli,’’ ungkap Sugiyati.

Dia menjelaskan bahwa sebenarnya ada satu menu lagi yang menjadi andalan di warungnya. Yakni, kikil. Bumbunya yang meresap dan teksturnya yang halus menjadi buruan pencinta kuliner.

Warung Makan Bu Sugiyati memang warung serba-ada. Bukan hanya soto, kikil, dan lodeh tempe. Sugiyati bersama keluarganya juga menyiapkan sejumlah masakan lainnya seperti kari ayam, tumis tempe, ayam goreng, dan aneka jajanan. Rasa asin, manis, dan pedasnya pas.

Sugiyati bercerita bahwa warungnya tak ujug-ujug berdiri. Tempat makan yang mengandalkan nuansa kesederhanaan itu dibangun sekitar 1983 oleh orang tua Sugiyati. Dulu menunya bukan soto.

Saat awal berdiri, warung tersebut melayani lebih banyak warga di desa. Menunya lodeh dan ayam. ’’Setelah diberi kesempatan untuk mengurus, saya berinisiatif meracik soto,’’ kata Sugiyati.

Soto buatan Sugiyati tidak langsung menarik perhatian pelanggan. Bahkan, ada yang sempat mencibirnya. Namun, Sugiyati yang sudah diwanti-wanti untuk terus bekerja keras tetap percaya diri dan tak putus asa. Dia tetap berjualan soto di warungnya.

Hingga kini, Sugiyati masih aktif di warung. Meskipun, sudah ada anak dan menantu yang membantunya. ’’Siapa saja bisa meracik bahan. Namun, untuk memasak dan mengolah daging, saya tetap turun tangan,’’ jelas Sugiyati. (*/c12/hep/dra/JPG)

Rawon Nguling di Depot Lumayan dan Soto Bu Sugiyati Kegemaran Presiden SBY (20)

Warungnya berada di dekat Jembatan Nguling. Secara yuridis, lokasinya masuk wilayah Probolinggo. Namun, Nguling adalah bagian dari Pasuruan. Bertolak belakang dengan polemik letak geografisnya, penggemar kuliner satu suara soal Rawon Nguling: mantap!

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Probolinggo & EKO HENDRI SAIFUL, Pacitan

KELUAK atau kluwek alias kepayang adalah bumbu esensial untuk rawon. Begitu pun di Rawon Nguling. Warung yang sebelum 1985 dikenal sebagai Depot Lumayan itu juga tidak mau sembarangan memilih keluak. Mereka mendatangkan langsung keluak dari Lumajang.

Sementara itu, bawang prei atau daun bawang yang berukuran besar (loncang) dipasok dari Tengger. ’’Itu resep turun-temurun sejak 1942,’’ kata Rofiq Ali Pribadi, generasi ketiga Rawon Nguling, saat disambangi Jawa Pos pada Desember lalu.

Selain bumbu dan pelengkap masakan, perolehan bahan utama pun masih tetap sesuai pakem pendiri Rawon Nguling. ’’(Daging) sapinya juga diambil dari jagal. Tidak motong sendiri. Mbah dan orang tua pesannya begitu,’’ lanjut Rofiq.

Rawon Nguling yang diprakarsai Mbah Marni dan Mbah Karyorejo pada 1942 itu lantas dilanjutkan orang tua Rofiq. Yakni, Muhamamad Dahlan dan Siti Fatimah. Kini bersama empat saudaranya, Rofiq melanjutkan usaha keluarga tersebut. Pakemnya masih tetap sama dengan yang Mbah Marni dan Mbah Karyorejo gariskan 80 tahun lalu.

Selain takaran dan ragam bumbu serta rempah yang tidak diubah, proses masaknya masih sama. Tahapan menumis bumbu serta meracik kuah rawon dilakukan terpisah. Demikian pula beberapa tahapan memasak yang lain. Khusus menumis bumbu, Rofiq tetap menggunakan tungku berbahan bakar kayu.

Ketaatan Rofiq pada pakem itulah yang membuat rasa Rawon Nguling tetap semantap dulu. Maka, tidak heran jika kelezatannya terdengar sampai ibu kota. Artis, pejabat, sampai presiden pun pernah singgah di warung yang bersebelahan dengan kediaman Rofiq tersebut.

Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekira 16 tahun lalu adalah yang paling berkesan buat Rofiq. Bukan hanya dapur dan alat masak yang harus steril, melainkan juga kamar tidur hingga kamar mandi. Seprai dan sarung bantal harus diganti. Begitu pula gayung.

Rofiq tidak akan pernah lupa tanggalnya. 5 Januari 2006. Pagi itu telepon di meja kasir berdering. Dia sendiri yang mengangkatnya. Rupanya, telepon dari Biro Kesekretariatan Pemprov Jatim. Si penelepon memesan ruang VIP di Rawon Nguling untuk pukul 12.00 WIB hari itu juga. Karena biasa menerima tamu pejabat, Rofiq mengiyakan saja pesanan tersebut. Apalagi, para pejabat pemprov sering mampir untuk menikmati rawon di warungnya.

Tidak lama kemudian, datanglah komandan kodim (Dandim) setempat. Permintaannya sama, memesan ruang VIP. Jamnya juga sama. Rofiq menolak permintaan sang Dandim. Sebab, Pemprov Jatim lebih dulu memesan. ’’Pokoknya harus kosong. Nanti biar saya yang ngomong,’’ kata Dandim tersebut seperti ditirukan Rofiq.

Sebagai pengusaha kuliner yang memprioritaskan kepuasan pelanggan, Rofiq sempat gugup. Kok ya bisa jadwalnya bentrok. Meskipun tidak tahu nantinya harus memberikan pada pemprov atau Dandim, Rofiq tetap mempersiapkan ruang VIP.

Kabar bahwa yang akan singgah ke Rawon Nguling adalah Presiden SBY tersiar seiring aktivitas Rofiq mempersiapkan ruang VIP. Konon, SBY hendak singgah untuk makan siang sebelum kunjungan kerja ke Jember. Ada rasa bangga yang menjalari dada Rofiq. Didatangin presiden!

Berita itu kian santer. Tim dokter istana menginspeksi dapur Rawon Nguling. Semua bahan makanan diperiksa. Kuah, daging sapi, tempe, hingga sambal dipastikan aman. Panci yang digunakan untuk mewadahi kuah diganti yang baru. Minyak goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng tempe juga diganti yang baru. Semuanya harus steril.

Area dalam warung disisir. Harus steril juga. Bahkan, rumah Rofiq di sebelah warung disterilkan. Kamar-kamar dikosongkan. Pintu-pintu ditutup, tapi ada petugas yang berjaga di dalamnya. Intel dan Paspampres membuat pengamanan di sekitar warung. Aktivitas itu jelas membuat masyarakat sekitar berdatangan. Mereka memadati Rawon Nguling. Ada yang datang dari Probolinggo dan Pasuruan.

Mendekati jam makan siang, area sekitar warung dan kediaman Rofiq makin padat. Lantas, berembus kabar bahwa SBY batal singgah. Masyarakat yang sudah menunggu di lokasi pun kemudian membubarkan diri. Mereka berangsur pulang. Termasuk Dandim dan bupati Probolinggo waktu itu. Rupanya, kabar itu sengaja diembuskan tim kepresidenan untuk mengurai kepadatan. Tujuannya, rombongan SBY lebih leluasa mengakses Rawon Nguling.

Benar saja. SBY tiba saat area sekitar warung dan kediaman Rofiq sudah lega. SBY singgah di Rawon Nguling selama sekitar 30 menit. Bahkan, SBY sempat menggunakan toilet di rumah Rofiq.

Baca Juga :  Kampus Aktif Meneliti, Mahasiswa Diminta Buat Unicorn Baru dari Balikpapan

Sampai detik ini pun, Rofiq masih tidak bisa melupakan kesan yang SBY tinggalkan saat singgah ke warungnya itu. Memang, sebelumnya SBY juga pernah mampir ke Rawon Nguling. Tepatnya saat kampanye capres. Yang dipesan juga sama. Yakni, rawon dengan nasi terpisah. Plus tambahan taoge pendek dan empal bacem.

Namun, dikunjungi presiden tetaplah beda. Saat belum menjabat presiden dulu, SBY dan tim datang tanpa ada sterilisasi dan penjagaan ketat seperti pada 2006 itu.

Selain SBY, Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah singgah di Rawon Nguling. Sampai tiga kali malah. Setelah dilengserkan dari jabatannya, Gus Dur juga masih sempat datang ke warung. Namun, bukan rawon, Gus Dur memesan sup daging dan rempeyek.

Gus Dur, menurut Rofiq, tidak pernah makan di warung, tetapi di rumahnya yang ada di samping warung. Ajudan Gus Dur memesan menu yang disukai, lantas membawanya ke rumah Rofiq. Gus Dur bersantap di rumah itu. Berbeda dengan SBY, Gus Dur biasanya mendadak jika pesan. Tiba-tiba saja Rofiq menerima telepon yang berisi pemberitahuan bahwa Gus Dur akan singgah. Rofiq pun harus mempersiapkan tempat.

Jusuf Kalla dan Sandiaga Uno juga pernah mencicipi kelezatan Rawon Nguling. Bahkan, mereka sempat ikut salat di rumah Rofiq. Punya rumah yang bersebelahan dengan warung memang ada saja ’’rezeki’’-nya.

Rawon Nguling memiliki cita rasa yang khas. Potongan dagingnya besar, tetapi lembut dan empuk. Kuah kaldunya gurih dan terasa kekayaan rempahnya. Tentu saja, rawon selalu paling maknyus jika disantap ketika masih hangat. Aroma khasnya begitu menggugah selera. Belum lagi jika ditambah lauk. Rawon Nguling selalu menyajikan tempe goreng, jeroan, perkedel, dan empal.

’’Yang menjadi andalan tempe goreng dan empal bacem,’’ kata Rofiq. Ukurannya besar dan tebal. Ketika singgah di Rawon Nguling pada 2006, SBY membungkus tempe goreng dan empal bacem untuk dibawa ke Jember. Kabar itu sempat membuat pamor tempe goreng dan empal bacem naik. Para produsen tempe pun kena imbasnya. Produksinya laku di pasaran. Khusus untuk Rawon Nguling, mereka punya pemasok dari UMKM di sekitar warung.

Yang unik dari Rawon Nguling adalah keyakinan masyarakat tentang khasiatnya. Para penjual rawon sering sekali datang dan membeli rawon di sana. Bukan untuk disantap dan dipelajari bumbu rahasianya dengan mencecap rasa dan aromanya, melainkan sebagai ’’jimat” pelaris. Kuah Rawon Nguling, konon, akan dicampurkan dengan kuah milik mereka. Itu bakal membuat warung menjadi laris.

Ada pula masyarakat yang percaya bahwa Rawon Nguling bisa jadi obat. Jika ada warga yang sakit, keluarganya akan membelikan rawon untuk kemudian disantap. Konon, orang yang sakit tersebut kemudian sembuh. ’’Ini sih hanya sugesti,’’ ucap Rofiq, kemudian tertawa.

Meski judulnya Rawon Nguling, ada menu lain di warung itu. Selain sup daging yang digemari Gus Dur, Rofiq menyediakan pecel, lodeh, dan kari. Harga seporsi rawon Rp 28 ribu. Lauk tempe goreng dan empal bacem masing-masing Rp 4 ribu dan Rp 20 ribu per potong.

Selain Rawon Nguling, di Kampung halamannya Pacitan, SBY juga punya kuliner favorit. Dari sekian kuliner di Kabupaten Pacitan, Warung Makan Bu Sugiyati menjadi yang paling masyhur. Presiden Keenam RI SBY selalu mampir kalau berada di Pacitan.

Adapun rumah makan milik Sugiyati di Jalan Maghribi, Pacitan,  sudah lebih dari seperempat abad berdiri dan kondisinya  tidak banyak berubah. Jendela kayu plus pintunya masih utuh. Begitu pula tembok yang usang karena sudah puluhan tahun tak dicat ulang.

Namun, justru kekunoan itulah yang menjadi kekuatan Sugiyati untuk menarik pelanggan. Banyak pengunjung yang berdatangan untuk menikmati kuliner. Mereka ketagihan memakan soto yang menjadi produk utama di Warung Makan Bu Sugiyati.

Beroperasi pukul 15.00 sampai pukul 23.00 WIB, Warung Makan Bu Sugiyati tak pernah sepi pembeli. Yang datang kebanyakan rombongan. Pelat kendaraan non-AE mendominasi. Hal itu menandakan bahwa mereka merupakan pelancong dari luar kota.

’’Saya tidak begitu mengenal pemilik warung. Yang saya tahu cuma ini sotonya Pak SBY,’’ ungkap Nuraini, warga Sidoarjo. Perempuan itu sengaja menyempatkan diri untuk makan di Warung Makan Bu Sugiyati. Dia dalam perjalanan pulang dari silaturahmi di rumah keluarganya.

Untuk mewawancarai sang empu warung, Jawa Pos mesti menunggu. Pengunjung yang datang seakan-akan tak ada habisnya. ’’Tak ceritani, Mas. Tapi, sik tak ngladeni siji iki,’’ celetuk perempuan 81 tahun tersebut.

Baca Juga :  Sibuk Layani Pasien, Tak Sempat Hadiri Penerimaan Penghargaan

Sugiyati sebenarnya tidak sendirian. Ada dua anak dan menantu yang membantu meladeni pembeli. Namun, sebagian pelanggan yang manja tetap meminta dilayaninya.

’’Milih soto opo kikil, Mas. Lek kesuwen jupuk dewe wae’’. Kata-kata sambutan itulah yang mungkin dikangeni pelanggan. Ungkapan yang disampaikan secara ketus justru menyemangati pembeli untuk kembali lagi. Kapok lombok, dalam istilah Jawa. Sudah tahu cabai itu pedas, tapi masih saja dikonsumsi.

Soto racikan Sugiyati memang khas. Semangkuk soto itu tidak hanya terdiri atas kuah bening, daging ayam suwir, serta taburan seledri, loncang, dan bawang merah goreng. Kacang tanah goreng yang hadir di soto Sugiyati memberikan sensasi klethus-klethus saat kita mengunyahnya.

’’Belum tahu rasanya kalau belum mencicipi,’’ ungkap Sugiyati yang tak setuju sotonya disamakan dengan karya orang lain. Jawa Pos pun sempat mencicipi soto yang dihidangkan di meja. Kuahnya segar, tidak berminyak. Tak heran jika SBY menjulukinya soto terenak se-ASEAN.

Pembuatan kuah soto dan kecap, menurut Sugiyati, merupakan hal terpenting dalam proses memasak di warungnya. Produksi kecap dilakukan sendiri dan selalu terbarukan dalam dua hari sekali. Sugiyati menghabiskan 10 kilogram gula untuk membuatnya.

Selain memproduksi kecap, Sugiyati menangani sendiri pengolahan daging. Ada 17 ekor ayam yang dipotong setiap hari. Setelah dipotong, lalu direbus, daging ayam-ayam itu disuwir untuk dijadikan campuran soto.

Orang-orang ’’besar’’ juga pejabat yang jadi pelanggan ikut mengerek nama warung tersebut. Apalagi SBY dan keluarganya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung jika pulang ke Pacitan.

Foto-foto aktivitas SBY dan keluarga ketika mengunjungi Warung Makan Bu Sugiyati terpaku di dinding. Dokumen itu menjadi legitimasi tersendiri buat Warung Makan Bu Sugiyati. Orang nomor satu negeri ini pernah makan di lokasi itu.

Adanya foto tersebut tentu membuat pelanggan warung semakin banyak dan meluas. Dalam ingatan kolektif masyarakat, Warung Makan Bu Sugiyati pun berubah menjadi warung (soto) SBY. ’’Saya tidak keberatan dinamai soto SBY. Saya tak bisa menutupi jasa Pak SBY,’’ ungkap Sugiyati.

Menurut dia, bukan hanya keluarga SBY yang membeli soto di warungnya. Banyak tamu SBY yang juga memesan makanan di warungnya. Mereka penasaran dengan kuah soto Sugiyati yang dikenal maknyus.

’’Banyak pejabat dan orang terkenal yang mampir ke sini,’’ kata Sugiyati percaya diri. Perempuan itu lantas menyebut sejumlah pejabat dan politikus yang berkiprah di Jatim dan nasional.

Ada nama besar pelanggan lain yang membuat Sugiyati bangga. Ternyata musisi campursari (alm) Didi Kempot juga menyukai masakan ibu empat anak tersebut. Namun, bukan soto yang digemari Lord Didi (sebutan Didi Kempot) seperti halnya SBY, melainkan lodeh tempe yang dibumbui kunir yang nyantol di lidah pelantun Stasiun Balapan itu.

Menurut Sugiyati, Didi Kempot sebenarnya hanya mampir sekali di warungnya. Pembelian lodeh lebih banyak dilakukan pesuruhnya. Setiap kali ke Pacitan, musisi asal Solo itu selalu meminta dibelikan lodeh tempe. ’’Hingga saat ini, lodeh tempe Didi Kempot juga banyak dibeli,’’ ungkap Sugiyati.

Dia menjelaskan bahwa sebenarnya ada satu menu lagi yang menjadi andalan di warungnya. Yakni, kikil. Bumbunya yang meresap dan teksturnya yang halus menjadi buruan pencinta kuliner.

Warung Makan Bu Sugiyati memang warung serba-ada. Bukan hanya soto, kikil, dan lodeh tempe. Sugiyati bersama keluarganya juga menyiapkan sejumlah masakan lainnya seperti kari ayam, tumis tempe, ayam goreng, dan aneka jajanan. Rasa asin, manis, dan pedasnya pas.

Sugiyati bercerita bahwa warungnya tak ujug-ujug berdiri. Tempat makan yang mengandalkan nuansa kesederhanaan itu dibangun sekitar 1983 oleh orang tua Sugiyati. Dulu menunya bukan soto.

Saat awal berdiri, warung tersebut melayani lebih banyak warga di desa. Menunya lodeh dan ayam. ’’Setelah diberi kesempatan untuk mengurus, saya berinisiatif meracik soto,’’ kata Sugiyati.

Soto buatan Sugiyati tidak langsung menarik perhatian pelanggan. Bahkan, ada yang sempat mencibirnya. Namun, Sugiyati yang sudah diwanti-wanti untuk terus bekerja keras tetap percaya diri dan tak putus asa. Dia tetap berjualan soto di warungnya.

Hingga kini, Sugiyati masih aktif di warung. Meskipun, sudah ada anak dan menantu yang membantunya. ’’Siapa saja bisa meracik bahan. Namun, untuk memasak dan mengolah daging, saya tetap turun tangan,’’ jelas Sugiyati. (*/c12/hep/dra/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya