JAYAPURA-Untuk pertama kalinya, Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) melayangkan surat kepada Dewan Adat Papua (DAP) serta beberapa LSM lainnya yang meminta klarifikasi terkait agenda di Mansinam, Manokwari pada 15-17 Maret lalu.
Surat tersebut isinya meminta klarifikasi karena NFRPB mendapat informasi jika DAP memberikan dukungan terhadap Otsus Jilid II dan pemekaran. Dua hal yang sejatinya dianggap banyak mendapat penolakan masyarakat akar rumput. DAP seharusnya mendengar apa yang menjadi aspirasi ditingkat bawah dan itulah yang menjadi keputusan.
“Selaku Ketua Dewan Nasional Papua (DNP) kami mendengar kabar tersebut, terkait pleno DAP di Hotel Mansinam Base Manokwari Papua Barat sebab kabar itu tidak mengenakkan. DAP mendukung Otsus Jilid II termasuk pemekaran DOB,” singgung Ketua DNP, Onesimus Banundi didampingi Ronal Sematra dan Marthen Samonsabra dari kepolisian negara federal di Abepura, Sabtu (26/3).
Onesimus mengingatkan bahwa sejak tahun 2005 DAP sudah menolak Otsus dalam bentuk peti mati. Lalu dan yang dibentuk tahun 2002 sejatinya untuk mendukung perjuangan Papua merdeka dan Yayasan Dusun Papua (Yadupa) dibentuk untuk mendukung dan menopang kegiatan Petama (penjaga tanah Papua) dalam hal ini hutan dan dusun di Papua.
Ini sama seperti Solidaritas Perempuan Papua (SPP) yang menurut Banundi juga untuk mendukung perjuangan Papua merdeka. “Jadi ada yang kami lihat mulai bergeser, perjuangan awal tidak seperti dulu lagi sehingga saya harus membeberkan apa sebenarnya tujuan dibentuknya kelompok LSM – LSM ini,” beber Banundi.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir mulai Januari-Maret 2022 seluruh komponen masyarakat mulai dari adat, mahasiswa dan mama-mama sudah menyatakan untuk menolak Otsus Jilid II termasuk program pemekaran yang sedang didorong pemerintah pusat.
“Lihat di Jayapura, Wamena, Sorong dan beberapa kabupaten lain dan hasilnya juga telah diserahkan ke DPRP untuk disampaikan ke DPR RI. Selain itu MRP juga tengah menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan proses peradilan sedang berjalan. Termasuk TPN OPM dan faksi-faksi perjuangan Papua merdeka juga menyatakan menolak,” beber Onesimus.
Dari catatan ini ia meminta DAP mengkaji kembali dan kembali kepada rel perjuangan awal. “Kalau kami mau blak – blakan pertanyaanya adalah atas nama masyarakat adat darimana sampai – sampai kami mendengar ada komitmen mendukung Otsus termasuk pemekaran,” cecarnya.
Iapun memberi deathline kepada DAP untuk segera merespon pertanyaan di atas dan memberi klarifikasi secara terbuka ke media. “Kami minta begitu,” tutup Onesimus.
NFRPB juga mengirimkan surat resmi kepada DAP termasuk beberapa kelompok NGO lainnya.
Sementara terkait ini, Leonard Imbiri selaku Sekretaris Eksekutif DAP memberikan klarifikasi. Leo menyebut bahwa ia sudah menerima surat tersebut namun masih belum bisa memberikan pernyataan panjang lebar mengingat semua akan dipleno.
Jadi kata Leo pandangan dikonfrensi ketika itu sejatinya tidak menolak atau menerima. Sebab rujukan pihaknya adalah masyarakat adat Papua. “Soal pemekaran ini kan ada pemekaran kampung, kabupaten provinsi bahkan negara tapi siapa yang punya kewenangan. Lalu manfaat bagi masyarakat setelah mekar itu apa,” sindir Leonard dibalik ponselnya.
Ia menyatakan bahwa soal pemekaran harusnya dikembalikan ke masyarakat adat. Tidak perlu ada pemaksaan. “Jadi yang saya mau katakan adalah keputusan dewan adat biasa lahir dari wilayah adat sehingga kami sangat behati-hati dalam merespon pemekaran ini. Yang jelas apapun kebijakan yang dibuat harus melibatkan masyarakat sebab itu satu poin yang perlu dijaga,” jelas Leonard.
Jadi disini Leo sendiri tak bisa berbuat banyak. Sebab ketika itu hasilnya dari Mansinam tidak bisa langsung diproses karena tim dari DAP ketika itu lanjut ke Wondama. “Saya justru heran jika NFRPB bisa mengetahui keputusan tersebut sementara kami harus plenokan lebih dulu,” tambahnya.
“Kami sedang siapkan surat untuk klarifikasi. Bagi kami jika ada kebijakan yang memberi manfaat maka kami menfaatkan tapi jika tidak ada maka pasti kami kritisi dan jika ingin memutuskan kebijakan untuk Papua maka sepatutnya mendengar suara kalangan bawah, jangan ambil keputusan sendiri apalagi sepihakm” tutupnya. (ade/nat)