Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Sampah Orang Kota Penuhi Teluk Youtefa

JAYAPURA-Tumpukan sampah pasca banjir memenuhi kawasan Teluk Youtefa. Botol-botol bekas minuman, pembalut perempuan, pembungkus deterjen hingga pembungkus kue dan mie instan berbagai merek diserakan di sekitar Kampung Enggros yang berada di Teluk Youtefa.

Akibatnya,  anak-anak di Kampung Enggros terpaksa bermain bola sekitar tumpukan sampah tepat di depan Tugu Pekabaran Injil di Tanah Tabi Papua, Sabtu (8/1). Sampah tersebut terseret arus ke Kampung Engros akibat banjir yang terjadi Kota Jayapura sejak Kamis (6/1) hingga Jumat (7/1) pagi.

 “Ini sampah yang ‘dikirim’ kepada kami akibat banjir yang terjadi di kota,” kata seorang anak.

 Sementara itu, Simson seorang warga Kampung Enggros, Distrik Abepura mengatakan, bangun pagi dirinya sudah melihat tumpukan sampah di Teluk Youtefa. Sampah-sampah tersebut akibat banjir di beberapa titik di Kota Jayapura.

 “Kami bangun pagi dikagetkan dengan berbagai bentuk sampah. Paling banyak sampah botol minuman dan sampah rumah tangga yang dibuang di kali atau sungai,” ucap Simon kepada Cenderawasih Pos.

 Menurut Simon, setiap kali hujan ataupun banjir, sampah-sampah yang ada di darat terseret air hingga menumpuk di Teluk Youtefa. Akibatnya, sekeliling Teluk Youtefa tercemar dengan sampah ulah orang-orang kota yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Terutama lanjut Simon, para pedagang yang berjualan di pasar, warga yang tinggal dipinggiran kali dan beberapa pengendara yang kerap membuang sampah dari dalam kendaraannya.

Baca Juga :  Gerak Cepat Atasi Dampak Banjir

 “Yang dilakukan orang-orang kota dengan membuang sampah sembarangan berdampak kepada kami, sehingga anak-anak kami tidak bisa mandi di pantai. Kami nelayan kehilangan mata pencaharian sementara. Karena, ketika membuang jaring, bukan ikan yang kami dapatkan melainkan sampah,” tutur Simon yang ditemui Cenderawasih Pos di rumahnya.

 Selain itu lanjut Simon, sampah-sampah ini akan merusak habitat yang ada di laut. Terutama di Hutan Perempuan tempat di mana perempuan Enggros mencari ikan dan kerang. Para perempuan semakin kesulitan nantinya mendapatkan kerrang, kepiting maupun ikan. Karena, yang akan didapatkan hanyalah sampah.

 “Kita menunggu sekitar dua bulan baru bisa mencari ikan ataupun kepiting dan udang,” kata Simon.

 Lanjut Simon, orang-orang di kota tidak pernah memikirkan dampak dari membuang sampah sembarangan. Seperti para pedagang yang ada di pasar yang membuang sampahnya di selokan atau tidak pada tempatnya, warga yang tinggal di pinggiran kali yang membuang sampahnya ke kali. Ketika hujan, sampah sampah tersebut terseret banjir dan menumpuk di Teluk Youtefa.

 “Teluk ini tempat rekreasi sekaligus tempat pembuangan sampah bagi orang orang kota,” ucap Simon.

 Simon meminta agar dinas terkait mengadakan pelatihan atau sosialisasi mulai tingkat RT terutama warga yang tinggal di pinggiran kali berkaitan dengan sampah. Selain itu, bak-bak sampah harus dibangun di pinggir kali, sehingga warga bisa membuang sampahnya di bak sampah bukan di kali.

Baca Juga :  Pembayaran Tanah Rampung, Gereja GIDI Siap Dibangun di Torut

 “Jika sudah ada tempat sampah, buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan. Orang-orang yang menggunakan mobil, jangan buang sampah dari dalam kendaraannya ke selokan ataupun ke jalan, karena teluk kami bukan tempat sampah,” tegas Simon.

 Sementara itu, Nela Merauje warga Enggros mengaku Teluk Youtefa semakin tercemar dengan limbah sampah. Akibatnya, mereka tidak bisa lagi mencari kerang di hutan perempuan. Selain itu, anak anak mereka tidak bisa mandi pantai lagi.

 “Kami tidak bisa mencari kerang dan anak anak kami tidak bisa mandi pantai lagi, paling lama dua bulan hingga 3 bulan baru air benar benar bersih,” kata Nella.

Dikatakan Nella, banyak sampah menumpuk di Hutan Perempuan tempat di mana mereka mencari kerang dan kepiting. Tumpukan sampah itu merusak habitat laut seperti kerang, kepiting bahkan ikan yang baru saja bertelur dipastikan mati karena sampah.

 “Ini sangat berdampak pada mata pencaharian masyarakat di Enggros, sementara waktu belum ada masyarakat yang melaut. Kalaupun melaut yang didapat sampah bukan ikan,” pungkasnya. (fia/nat)

JAYAPURA-Tumpukan sampah pasca banjir memenuhi kawasan Teluk Youtefa. Botol-botol bekas minuman, pembalut perempuan, pembungkus deterjen hingga pembungkus kue dan mie instan berbagai merek diserakan di sekitar Kampung Enggros yang berada di Teluk Youtefa.

Akibatnya,  anak-anak di Kampung Enggros terpaksa bermain bola sekitar tumpukan sampah tepat di depan Tugu Pekabaran Injil di Tanah Tabi Papua, Sabtu (8/1). Sampah tersebut terseret arus ke Kampung Engros akibat banjir yang terjadi Kota Jayapura sejak Kamis (6/1) hingga Jumat (7/1) pagi.

 “Ini sampah yang ‘dikirim’ kepada kami akibat banjir yang terjadi di kota,” kata seorang anak.

 Sementara itu, Simson seorang warga Kampung Enggros, Distrik Abepura mengatakan, bangun pagi dirinya sudah melihat tumpukan sampah di Teluk Youtefa. Sampah-sampah tersebut akibat banjir di beberapa titik di Kota Jayapura.

 “Kami bangun pagi dikagetkan dengan berbagai bentuk sampah. Paling banyak sampah botol minuman dan sampah rumah tangga yang dibuang di kali atau sungai,” ucap Simon kepada Cenderawasih Pos.

 Menurut Simon, setiap kali hujan ataupun banjir, sampah-sampah yang ada di darat terseret air hingga menumpuk di Teluk Youtefa. Akibatnya, sekeliling Teluk Youtefa tercemar dengan sampah ulah orang-orang kota yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Terutama lanjut Simon, para pedagang yang berjualan di pasar, warga yang tinggal dipinggiran kali dan beberapa pengendara yang kerap membuang sampah dari dalam kendaraannya.

Baca Juga :  Polres Beri Catatan Khusus Untuk Lokasi Jembatan Youtefa

 “Yang dilakukan orang-orang kota dengan membuang sampah sembarangan berdampak kepada kami, sehingga anak-anak kami tidak bisa mandi di pantai. Kami nelayan kehilangan mata pencaharian sementara. Karena, ketika membuang jaring, bukan ikan yang kami dapatkan melainkan sampah,” tutur Simon yang ditemui Cenderawasih Pos di rumahnya.

 Selain itu lanjut Simon, sampah-sampah ini akan merusak habitat yang ada di laut. Terutama di Hutan Perempuan tempat di mana perempuan Enggros mencari ikan dan kerang. Para perempuan semakin kesulitan nantinya mendapatkan kerrang, kepiting maupun ikan. Karena, yang akan didapatkan hanyalah sampah.

 “Kita menunggu sekitar dua bulan baru bisa mencari ikan ataupun kepiting dan udang,” kata Simon.

 Lanjut Simon, orang-orang di kota tidak pernah memikirkan dampak dari membuang sampah sembarangan. Seperti para pedagang yang ada di pasar yang membuang sampahnya di selokan atau tidak pada tempatnya, warga yang tinggal di pinggiran kali yang membuang sampahnya ke kali. Ketika hujan, sampah sampah tersebut terseret banjir dan menumpuk di Teluk Youtefa.

 “Teluk ini tempat rekreasi sekaligus tempat pembuangan sampah bagi orang orang kota,” ucap Simon.

 Simon meminta agar dinas terkait mengadakan pelatihan atau sosialisasi mulai tingkat RT terutama warga yang tinggal di pinggiran kali berkaitan dengan sampah. Selain itu, bak-bak sampah harus dibangun di pinggir kali, sehingga warga bisa membuang sampahnya di bak sampah bukan di kali.

Baca Juga :  Gerak Cepat Atasi Dampak Banjir

 “Jika sudah ada tempat sampah, buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan. Orang-orang yang menggunakan mobil, jangan buang sampah dari dalam kendaraannya ke selokan ataupun ke jalan, karena teluk kami bukan tempat sampah,” tegas Simon.

 Sementara itu, Nela Merauje warga Enggros mengaku Teluk Youtefa semakin tercemar dengan limbah sampah. Akibatnya, mereka tidak bisa lagi mencari kerang di hutan perempuan. Selain itu, anak anak mereka tidak bisa mandi pantai lagi.

 “Kami tidak bisa mencari kerang dan anak anak kami tidak bisa mandi pantai lagi, paling lama dua bulan hingga 3 bulan baru air benar benar bersih,” kata Nella.

Dikatakan Nella, banyak sampah menumpuk di Hutan Perempuan tempat di mana mereka mencari kerang dan kepiting. Tumpukan sampah itu merusak habitat laut seperti kerang, kepiting bahkan ikan yang baru saja bertelur dipastikan mati karena sampah.

 “Ini sangat berdampak pada mata pencaharian masyarakat di Enggros, sementara waktu belum ada masyarakat yang melaut. Kalaupun melaut yang didapat sampah bukan ikan,” pungkasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya