Staf ahli Kemendikbud Dr. James Modouw. M.MT saat memimpin rapat koordinasi perlindungan dan pelestarian bahasa di Balai Bahasa Papua di Waena, pekan kemarin. ( FOTO Humas for Cepos)
JAYAPURA-Menyikapi ancaman semakin banyaknya bahasa daerah di Papua yang punah, pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan UPT (Unit Pelayanan Teknis) Kantor Bahasa di setiap wilayah adat Papua. Hal ini merupakan salah satu, rekomendasi dari hasil rapat koordinasi pelindungan dan pelestarian bahasa daerah yang digelar di Balai Bahasa Yoka, pekan kemarin.
Menurut Staf Ahli Hubungan Pusat dan Daerah Kemendikbud Dr James Modouw, MMT, pada rapat koordinasi (Rakor) ini merupakan langkah evaluasi terhadap kemajuan yang sudah dipakai dari hasil tindak lanjut seminar Perencanaan Bahasa Bahasa Daerah Papua tanggal 16 Oktober 2018 Grand Abe.
Hasil Rakor ini juga merekomendasikan perlunya pendirian program studi Magister Linguistic di Universitas Cenderawasih untuk menyediakan peneliti bahasa bahasa daerah untuk melakukan tugas kajian pemetaan, kajian vitalitas, kajian konservasi dan kajian revitalisasi bahasa daerah.
“Dengan menyelamatkan bahasa daerah, kita akan menyelamatkan kekayaan batin orang Papua yang menyangkut ekspresi seni dan sastra, kontribusi kosa kata dalam bahasa persatuan, berbagai ilmu filsafat dan logika yang tersimpan di dalam bahasa.”ungkapnya dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Minggu (28/4).
Lebih lanjut diungkapkan bahwa bahasa daerah di Papua menurut data hasil pemetaan dari SIL Indonesia sebanyak 273 bahasa. Sedangkan Badan Bahasa Kemendikbud menyebutnya sebanyak 384 bahasa. “Jumlah bahasa tersebut adalah yang terbanyak di seluruh Indonesia.”ujarnya.
Menanggapi jumlah bahasa di tanah Papua sangat banyak, sesungguhnya bukan kebetulan karena sulitnya interaksi antara komunitas secara geografis memisahkan satu suku dengan lainnya di Papua.
“Di dalam bahasa bahasa daerah Papua tersembunyi misteri tentang pesebaran manusia dan budayanya yang sangat kaya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat menghasilkan banyak sarjana dengan gelar Doktor dalam berbagai disiplin ilmu.”ungkapnya.
“Langkah ini harus dilakukan untuk melindungi dan melestarikan jati diri orang Papua, namun kita belum memiliki kapasitas kelembagaan dan SDM yang memadai untuk melakukan tugas tersebut.”pungkasnya. (tri/gin)
Staf ahli Kemendikbud Dr. James Modouw. M.MT saat memimpin rapat koordinasi perlindungan dan pelestarian bahasa di Balai Bahasa Papua di Waena, pekan kemarin. ( FOTO Humas for Cepos)
JAYAPURA-Menyikapi ancaman semakin banyaknya bahasa daerah di Papua yang punah, pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan UPT (Unit Pelayanan Teknis) Kantor Bahasa di setiap wilayah adat Papua. Hal ini merupakan salah satu, rekomendasi dari hasil rapat koordinasi pelindungan dan pelestarian bahasa daerah yang digelar di Balai Bahasa Yoka, pekan kemarin.
Menurut Staf Ahli Hubungan Pusat dan Daerah Kemendikbud Dr James Modouw, MMT, pada rapat koordinasi (Rakor) ini merupakan langkah evaluasi terhadap kemajuan yang sudah dipakai dari hasil tindak lanjut seminar Perencanaan Bahasa Bahasa Daerah Papua tanggal 16 Oktober 2018 Grand Abe.
Hasil Rakor ini juga merekomendasikan perlunya pendirian program studi Magister Linguistic di Universitas Cenderawasih untuk menyediakan peneliti bahasa bahasa daerah untuk melakukan tugas kajian pemetaan, kajian vitalitas, kajian konservasi dan kajian revitalisasi bahasa daerah.
“Dengan menyelamatkan bahasa daerah, kita akan menyelamatkan kekayaan batin orang Papua yang menyangkut ekspresi seni dan sastra, kontribusi kosa kata dalam bahasa persatuan, berbagai ilmu filsafat dan logika yang tersimpan di dalam bahasa.”ungkapnya dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Minggu (28/4).
Lebih lanjut diungkapkan bahwa bahasa daerah di Papua menurut data hasil pemetaan dari SIL Indonesia sebanyak 273 bahasa. Sedangkan Badan Bahasa Kemendikbud menyebutnya sebanyak 384 bahasa. “Jumlah bahasa tersebut adalah yang terbanyak di seluruh Indonesia.”ujarnya.
Menanggapi jumlah bahasa di tanah Papua sangat banyak, sesungguhnya bukan kebetulan karena sulitnya interaksi antara komunitas secara geografis memisahkan satu suku dengan lainnya di Papua.
“Di dalam bahasa bahasa daerah Papua tersembunyi misteri tentang pesebaran manusia dan budayanya yang sangat kaya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat menghasilkan banyak sarjana dengan gelar Doktor dalam berbagai disiplin ilmu.”ungkapnya.
“Langkah ini harus dilakukan untuk melindungi dan melestarikan jati diri orang Papua, namun kita belum memiliki kapasitas kelembagaan dan SDM yang memadai untuk melakukan tugas tersebut.”pungkasnya. (tri/gin)