Bupati Merauke Frederikus Gebze bersama dengan para Forkopimda saat sedang melakukan panen dengan menggunakan Hervester Combine, pada panen dan tanam di Kampung Yabamaru, SP 9 Tanah Miring, Rabu (12/5). Saat ini petani di Merauke mengeluh banyak padi yang rusak akibat tidak terjangkau karena terbatasnya Harvester Combiine tersebut. (FOTO:Sulo/Cepos )
MERAUKE-Petani di Merauke saat ini mengeluhkan kurangnya Combine Harvester yakni mesin perontok padi. Karena kurangnya peralatan mesin pertanian ini membuat sebagian padi petani rusak, karena tidak dipanen tepat waktu.
Keluhan dari para petani ini disampaikan langsung oleh Kepala Distrik Tanah Miring Risky Khairul Firmansyah, S.STP di hadapan Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si dan Ketua DPRD Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina saat panen dan tanam di Kampung Yabamaru, SP 9 Tanah Miring, Selasa (12/5).
Kadistrik menjelaskan bahwa untuk musim tanam rendengan tahun 2020 target seluas 9.365 hektar dan terealisasi sampai bulan April 8.653 hektar. Sedangkan yang sudah dipanen, 2.805 hektar. “Kenapa panennya ini baru 2.000 hektar. Bisa dilihat yang ada di hadapan kita sekarang. Padinya sudah sangat tua dan baru di panen sekarang. Coba ke belakang-belakang sana. Combine angkat tangan. Karena padi sudah rebah terendam air. Kenapa? karena combinenya kurang.” tandas Rizky.
Menurut dia, HP miliknya bunyi setiap hari dihubungi petani hanya menanyakan bagaimana caranya agar padi bisa di panen. “Tetangga sawah bisa berkelahi gara-gara urutannya disalip. Gara-gara solar. Tolong pak. Percuma kita panen ribuan kalau combinenya tidak ada,’’ tandasnya.
Menurut Rizky Khairul Firmansyah bahwa untuk panen secara manual tidak bisa dilakukan petani karena tenaga yang kurang. Belum lagi biaya dari Combine tersebut yang selama ini hanya Rp 1,8 juta per hektar sekarang naik menjadi Rp 2 juta. “Sekali lagi mewakili petani, tolong agar Combinennya ditambah. Petani bukan malas memanen secara manual tapi persoalanya tenaga yang tidak ada. Kalau Combine tidak ada, banyak padi yang rusak,’’ terangnya.
Sunarto, salah satu ketua kelompok dari SP 8 Tanah Miring mengungkapkan bahwa untuk satu musim panen jika mesin Combinenya sehat maka bisa melayani 100 hektar. Ia mencontohkan di SP 8 Tanah Miring yang pada musim tanam rendengan tahun ini seluas 12.000 hektar yang hanya dilayani 9 mesin. ‘’Tentu itu sangat kurang karena beberapa mesin Combine merupakan mesin tua,’’ tambahnya.
Terkait dengan keluhan kekurangan mesin Combine tersebut, Bupati Merauke Frederikus Gebze mengajak Dewan untuk segera membentuk Pansus dewan untuk dapat dilakukan kajian berapa jumlah Combine Harvester yang dibutuhkan untuk luas target 36.000 hektar lahan sawah. (ulo/tri)
Bupati Merauke Frederikus Gebze bersama dengan para Forkopimda saat sedang melakukan panen dengan menggunakan Hervester Combine, pada panen dan tanam di Kampung Yabamaru, SP 9 Tanah Miring, Rabu (12/5). Saat ini petani di Merauke mengeluh banyak padi yang rusak akibat tidak terjangkau karena terbatasnya Harvester Combiine tersebut. (FOTO:Sulo/Cepos )
MERAUKE-Petani di Merauke saat ini mengeluhkan kurangnya Combine Harvester yakni mesin perontok padi. Karena kurangnya peralatan mesin pertanian ini membuat sebagian padi petani rusak, karena tidak dipanen tepat waktu.
Keluhan dari para petani ini disampaikan langsung oleh Kepala Distrik Tanah Miring Risky Khairul Firmansyah, S.STP di hadapan Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si dan Ketua DPRD Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina saat panen dan tanam di Kampung Yabamaru, SP 9 Tanah Miring, Selasa (12/5).
Kadistrik menjelaskan bahwa untuk musim tanam rendengan tahun 2020 target seluas 9.365 hektar dan terealisasi sampai bulan April 8.653 hektar. Sedangkan yang sudah dipanen, 2.805 hektar. “Kenapa panennya ini baru 2.000 hektar. Bisa dilihat yang ada di hadapan kita sekarang. Padinya sudah sangat tua dan baru di panen sekarang. Coba ke belakang-belakang sana. Combine angkat tangan. Karena padi sudah rebah terendam air. Kenapa? karena combinenya kurang.” tandas Rizky.
Menurut dia, HP miliknya bunyi setiap hari dihubungi petani hanya menanyakan bagaimana caranya agar padi bisa di panen. “Tetangga sawah bisa berkelahi gara-gara urutannya disalip. Gara-gara solar. Tolong pak. Percuma kita panen ribuan kalau combinenya tidak ada,’’ tandasnya.
Menurut Rizky Khairul Firmansyah bahwa untuk panen secara manual tidak bisa dilakukan petani karena tenaga yang kurang. Belum lagi biaya dari Combine tersebut yang selama ini hanya Rp 1,8 juta per hektar sekarang naik menjadi Rp 2 juta. “Sekali lagi mewakili petani, tolong agar Combinennya ditambah. Petani bukan malas memanen secara manual tapi persoalanya tenaga yang tidak ada. Kalau Combine tidak ada, banyak padi yang rusak,’’ terangnya.
Sunarto, salah satu ketua kelompok dari SP 8 Tanah Miring mengungkapkan bahwa untuk satu musim panen jika mesin Combinenya sehat maka bisa melayani 100 hektar. Ia mencontohkan di SP 8 Tanah Miring yang pada musim tanam rendengan tahun ini seluas 12.000 hektar yang hanya dilayani 9 mesin. ‘’Tentu itu sangat kurang karena beberapa mesin Combine merupakan mesin tua,’’ tambahnya.
Terkait dengan keluhan kekurangan mesin Combine tersebut, Bupati Merauke Frederikus Gebze mengajak Dewan untuk segera membentuk Pansus dewan untuk dapat dilakukan kajian berapa jumlah Combine Harvester yang dibutuhkan untuk luas target 36.000 hektar lahan sawah. (ulo/tri)