JAYAPURA-Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menegaskan, kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua memberikan ruang yang kuat bagi masyarakat hukum adat, khususnya orang asli Papua (OAP) dalam pengakuan dan pelindungan hak atas tanah ulayat.
Hal itu disampaikan Ribka pada Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Provinsi Papua Tahun 2025, di Kantor Gubernur Papua, Rabu (19/11).
Mantan Pj Gubernur Papua Tengah ini menilai, keberadaan hak ulayat memiliki kedudukan yang kuat secara konstitusional maupun dalam Undang-Undang (UU) Otsus Papua. Ia mengutip Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya.
Selain itu UU Otsus juga mewajibkan pemerintah mengakui, melindungi, dan memberdayakan masyarakat adat. “Dengan hal itu dapat kita maknai bahwa hak ulayat merupakan hak yang diakui dan dihormati oleh negara,” ujarnya.
Ribka pun menekankan bahwa Otsus Papua merupakan kebijakan afirmasi yang bukan hanya memberi kewenangan khusus bagi daerah. Namun, kebijakan ini juga untuk memastikan keberpihakan terhadap OAP dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk tanah ulayat. Ia menyebutkan, kegiatan sosialisasi ini memiliki peran strategis dalam konteks Otsus.
“Sebagai bentuk memperkuat implementasi kebijakan Otonomi Khusus Papua terutama afirmasi bagi orang asli Papua,” jelas Ribka.
Dijelaskan bahwa, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur perubahan kedua terhadap UU Otsus Papua menegaskan kembali komitmen negara terhadap kekhususan Papua. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui pilar afirmasi, pelindungan, dan pemberdayaan OAP.
JAYAPURA-Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menegaskan, kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua memberikan ruang yang kuat bagi masyarakat hukum adat, khususnya orang asli Papua (OAP) dalam pengakuan dan pelindungan hak atas tanah ulayat.
Hal itu disampaikan Ribka pada Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Provinsi Papua Tahun 2025, di Kantor Gubernur Papua, Rabu (19/11).
Mantan Pj Gubernur Papua Tengah ini menilai, keberadaan hak ulayat memiliki kedudukan yang kuat secara konstitusional maupun dalam Undang-Undang (UU) Otsus Papua. Ia mengutip Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya.
Selain itu UU Otsus juga mewajibkan pemerintah mengakui, melindungi, dan memberdayakan masyarakat adat. “Dengan hal itu dapat kita maknai bahwa hak ulayat merupakan hak yang diakui dan dihormati oleh negara,” ujarnya.
Ribka pun menekankan bahwa Otsus Papua merupakan kebijakan afirmasi yang bukan hanya memberi kewenangan khusus bagi daerah. Namun, kebijakan ini juga untuk memastikan keberpihakan terhadap OAP dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk tanah ulayat. Ia menyebutkan, kegiatan sosialisasi ini memiliki peran strategis dalam konteks Otsus.
“Sebagai bentuk memperkuat implementasi kebijakan Otonomi Khusus Papua terutama afirmasi bagi orang asli Papua,” jelas Ribka.
Dijelaskan bahwa, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur perubahan kedua terhadap UU Otsus Papua menegaskan kembali komitmen negara terhadap kekhususan Papua. Kebijakan tersebut diwujudkan melalui pilar afirmasi, pelindungan, dan pemberdayaan OAP.