JAKARTA-Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Pengusutan kasus ini tidak boleh berhenti sampai dengan penetapan 9 tersangka.
“Kejaksaan Agung mesti mengembangkan dan mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini dari sembilan orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka sebelumnya. Karena pesan yang tersampaikan saat ini masyarakat menginginkan para tersangka yang ditangkap bukan hanya pelaksana semata,” ujar Abduh sapaan akrabnya, Minggu (9/3).
Abduh menyakini, korupsi ini terjadi secara terstruktur dan sistematis. Selain itu, waktu terjadinya korupsi relatif panjang dari 2018-2023.
Legislator dari Dapil Jateng VI ini juga menanggapi pernyataan Jaksa Agung, ST Burhanuddin yang mengatakan terbuka peluang untuk para tersangka untuk dihukum mati berdasarkan Pasal 2 Ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor karena peristiwanya terjadi saat pandemi Covid-19. Hal tersebut tetap harus mengacu hasil persidangan.
Abduh berharap, putusan dari kasus korupsi yang pernah dinilai menyakiti rasa keadilan masyarakat tidak terulang kembali. Sebagai contoh, dalam kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang melakukan Tipikor dan pencucian uang hukumannya dinilai sangat ringan yakni 4 tahun penjara.
Terbaru adalah kasus korupsi timah dan pencucian uang yang melibatkan suami pesohor Sandra Dewi, Harvey Moeis yang awalnya dihukum 6,5 tahun penjara dan mendapatkan kritik dari berbagai lapisan masyarakat lalu berubah menjadi 20 tahun penjara setelah banding.
“Terpenting untuk Kejagung saat ini, tangani kasus subholding PT Pertamina tersebut dengan maksimal dan putuskan hukuman seberat-beratnya. Jangan melukai rasa keadilan masyarakat,” tegas Abduh.
Krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum dari masyarakat terhadap kasus korupsi menurut Mas Abduh mesti dibuktikan dengan pencegahan dan penindakan yang maksimal oleh Kejagung.
“Masyarakat saat ini kritis dengan hukum dan demokrasi, dan Presiden Prabowo juga menegaskan dirinya tidak omon-omon dalam memberantas korupsi. Artinya Kejagung mesti membuktikan penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu dan seadil-adilnya dalam memberantas korupsi,” pungkasnya.(*/Jawapos)