JAYAPURA – Minimnya guru, tingkat literasi yang minim, tak adanya dukungan kepada volunteer diutarakan dihadapan anggota DPR RI saat kunjungan kerja masa reses Komisi X DPR RI, di Kantor Gubernur Papua, Senin (9/12).
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifa Sjaifudian mengatakan pihaknya sedang mendalami persoalan-persoalan yang tengah dihadapi di Papua, khususnya di masa transisi dengan adanya Undang-undang Otsus.
“Dengan komunikasi ini, ke depan lebih banyak lagi program yang diarahkan ke Papua yang tepat sasaran,” ucapnya kepada wartawan. Lanjutnya, apa yang disampaikan pada reses hari ini selanjutnya akan disampaikan kepada para menteri saat rapat kerja (Raker) nanti.
“Beragam keluhahan dan masukan yang kami dengar saat Kunker, selanjutnya keluhan itu akan kami sampaikan ke menteri saat Raker nanti. Sebab saat ini sedang masa transisi, jendela masih terbuka untuk membuat perubahan-perubahan yang lebih pro kepada pendidikan di Papua,” ucapnya.
Dikatakan Hetifa, kebijakan sekarang perlu dievaluasi salah satunya soal kurikulum belajar. Menurutnya, hal-hal yang memberatkan orang tua, anak, guru dan memberatkan sekolah harus dikaji.
“Itulah tugas DPR, mana yang sudah bagus kita lanjutkan dan mana yang kurang bagus harus disempurnakan dengan anggaran seefisien mungkin,” ucapnya.
Ia tak menampik jika dengan anggaran pendidikan saat ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, ke depan pihaknya mengiginkan program pusat menjadi komplemen dari dana yang sudah ada di APBD Papua maupun dana Otsus yang sudah diterima oleh Papua.
Sementara itu, bersamaan dengan reses. Komisi X DPR RI menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan kepada Pemprov Papua senilai Rp 870.233.170.710 dengan Tahun Anggaran (TA) 2025. Total DAK tersebut terdiri dari DAK fisik senilai Rp 237.102.243.710 dan DAK non fisik Rp 633.130.927.000.
“DAK fisik yang diberikan kepada Pemprov Papua akan dialokasikan kepada Pendidikan Anak Usai Dini (PAUD) hingga jenjang SMA/SMK di sembilan kabupaten/kota setempat,” katanya.