Melihat Upaya Restorasi Sagu yang Digarap Sebagai Menjadi Bahan oleh Sanggar Seni Robongholo
Ada pesan kuat yang ingin dititipkan terrkait resrotasi sagu di Dusun Sagu Ebha Hekhe Kampung Sereh. Paling tidak generasi Alpha harus mengenal tentang hutan yang menghidupi ini.
Laporan : Priyadi-Sentani
Tidak pernah terbayangkan jika pohon sagu di Sentani, Kabupaten Jayapura pelan namun pasti terus tergerus. Kawasan ini terkikis oleh luasan lahan untuk perumahan, akses jalan, tempat usaha, perkantoran dan lainnya. Sementara untuk menanam sagu dan bisa dipanen itu membutuhkan waktu kurang lebih 20-30 tahun. Selain itu jika melihat dari aspek manfaat, pohon sagu memiliki banyak nilai plus. Mulai dari ketahan pangan, bahan papan dan juga ketersediaan air bersih.
Ada cakupan hutan sagu yang patut dipertahankan sehingga ini juga yang mendorong Sanggar Seni Robongholo bersama WWF Papua menggandeng Pemkab Jayapura, Kepala Kampung Sereh, serta peserta didik Bhetany School Papua Sentani maupun masyarakat setempat melakukan penanaman pohon sagu di Dusun Sagu Ebha Hekhe Kampung Sereh, Sentani, Kabupaten Jayapura, Rabu (30/10).
Ketua Sanggar Seni Robongholo, Jemy Ondikeleuw menjelaskan kegiatan Restorasi Sagu adalah kegiatan perawatan dan penanaman sagu sebagai upaya pelestarian hutan sagu dan mitigasi bencana. Yang membedakan adalah disini tidak hanya menanam sagu namun ada juga edukasi pembelajaran yang diberikan kepada anak anak dan peserta yang hadir.
Apa manfaat menanam sagu, sagu di tanam nanti hasilnya bisa dijadikan olahan apa saja untuk ketahanan pangan, dengan menanam sagu juga bisa menjaga ekosistem lingkungan dan ditekankan sagu adalah hidupku jati diri orang dan juga pelestarian pangan lokal untuk mencegah dampak perubahan iklim, sehingga upaya menanam pohon sagu di Kabupaten Jayapura harus terus dilakukan dengan baik.
Ia mengkisahkan bahwa sepuluh tahun lalu di Danau Sentani daerahnya banyak pohon sagu yang tumbuh. Hamparan pohon sagu terlihat ada dimana mana dan daunnya juga lebat. Itu menjadi sumber kehidupan masyarakat Sentani. Namun saat ini orang berjalan hanya melihat terik matahari panas, debu, gerah dan lainnya. “Dulu setiap musim penghujan selalu jatuh di bulan ber ber semisal September, Oktober November dan Desember tapi sekarang semua bergeser dan sulit ditebak.