Aksi palang memalang fasilitas milik pemerintah yang dilakukan oleh oknum masyarakat adat, di kota Jayapura belakangan ini memang semakin marak. Jika sebelumnya menyasar Kantor Gubernur Papua, lembaga pendidikan fasilitas kesehatan hingga kantor BPBD Provinsi Papua, saat ini menyasar Kantor Walikota Jayapura.
Sekda Jayawijaya Thony M Mayor, SPd, MM menyabutkan pemetaan wilayah adat Klen Suku ini memang haru berjalan, namun dari keterangan tim yang telah turun ke lapangan masih ada 5 Distrik yang belum dilakukan pemetaan wilayah adat seperti Bolakme, Melagalome, Tagime, Tagineri dan Koragi
Kampung Skouw Yambe, salah satu kampung adat di Kota Jayapura yang letaknya berada di Distrik Muara Tami. Letak kampung ini cukup jauh dari pusat Kota Jayapura, kurang lebih butuh waktu sekitar 1 jam bahkan lebih, untuk bisa sampai ke kampung yang memiliki pantai berharap langsung dengan samudra pacific ini.
Mereka meminta dilakukan pencabutan SK Nomor 82 tahun 2021 yang dikeluarkan Dinas PMPTSP lantaran dianggap merugikan dan menyalahi. Putusan PTUN Jakarta telah menolak gugatan yang diajukan PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama atas surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menjadi dasar untuk meminta SK ini dicabut.
“Kami organisasi masyarakat adat Indonesia, Thailand, Philippines dan Nepal di fasilitasi oleh CI untuk berkonsultasi dan berdialog berbagi pengalaman dari negara masing tentang kendala serta tantangan mengakses pendanaan untuk mendukung masyarakat adat dalam menjaga, mengelola dan melestarikan hutan yang merupakan sumber kehidupannya,” ungkap Weyasu kepada Cenderawasih Pos via telepon selulernya, Rabu (16/9).
Wakil Ketua DPRD Biak Numfor, Adrianus Mambobo, S.Pd mengatakan, Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat sama dengan Perda tentang Kampung Adat, karena belum ada nomor registrasinya dari pemerintah daerah Biak Numfor untuk diundangkan.
Nurushafa Assauqiyah mengungkapkan rasa antusiasmenya bertemu langsung dengan Menteri Sandiaga Uno. Sebab selama ini bagi para finalis kebanyakan mereka hanya melihat dari televisi ataupun media massa lainnya. Momen ini adalah peluang emas untuk berinteraksi dan berdialog dengan tokoh sentral di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Mereka tiba di depan Kantor Sementara Gubernur Papua Selatan sekitar pukul 12.00 WIT, dan langsung menggelar aksi demo damai. Satu persatu memberikan orasi terkait pemilihan dan penetapan anggota MRPS tersebut.
Sebab menurut Gempar Papua, langkah pemerintah memperluas pembangunan di Papua bagian dari eksploitasi, untuk mengggeruk hasil alam Papua. "Kami minta kepada antek antek Indonesia stop berdalil membangun Papua, karena itu hanya untuk menanam investasi kolonialisme Indonesia," kata Fara, peserta Aksi saat berorasi.