Thursday, April 25, 2024
31.7 C
Jayapura

Tak Terkait Pelaksanaan Umrah, Travel Keberatan

BPN Tetap Terima Pelayanan, Tetapi Prosesnya Ditahan Dulu

JAKARTA-Gelombang keberataan menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan untuk layanan publik terus bermunculan. Kali ini disuarakan oleh asosiasi travel umrah dan haji khusus. Mereka keberatan karena BPJS Kesehatan sama sekali tidak ada kaitannya dengan ibadah umat Islam tersebut.

Ketua Umum Sarikat Muslim Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan sampai saat ini mereka belum menerima aturan detail pendaftaran haji khusus atau umrah wajib jadi peserta BPJS Kesehatan. Sebagai salah satu asosiasi profesi umrah dan haji khusus, Syam juga belum menerima undangan sosialisasi atau pembahasan regulasi tersebut dari Kementerian Agama (Kemenag).

’’Sehingga kami masih meraba-raba. Peraturan ini belum ada dan baru wacana,’’ katanya kemarin (23/2). Kalaupun nanti diterapkan, dia mengatakan ada sejumlah aspek penting yang harus jadi pertimbangan pemerintah. Diantaranya adalah tidak ada kaitannya antara layanan BPJS Kesehatan dengan perjalanan ibadah umrah.

Syam mengatakan kalaupun ada jamaah umrah yang sakit di Arab Saudi, tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat di negara yang dipimpin Raja Salman itu. ’’Orang umrah itu pergi dengan perlindungan asuransi perjalanan. Bukan dengan asuransi kesehatan,’’ ungkapnya.

Sehingga dia menegaskan tidak ada kaitannya antara pelayanan dari BPJS Kesehatan dengan perjalanan ibadah umrah maupun haji khusus. Kemudian aturan tersebut juga akan merepotkan jamaah yang bakal membawa anak di bawah usia 17 tahun dan belum memiliki KTP. Mereka akan kesulitan dalam mendaftar BPJS Kesehatan secara personal. Begitupun ketika ada jamaah usia lanjut yang bisa jadi kerepotan mendaftar BPJS Kesehatan secara perorangan.

Aspek teknis lainnya adalah ketika masyarakat mendaftar BPJS Kesehatan, harus secara keseluruhan untuk semua nama yang ada dalam satu KK. Sementara bisa jadi yang akan berangkat umrah hanya satu atau dua dari anggota keluarga di KK tersebut.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi perdebatan soal BPJS Kesehatan untuk mendaftar umrah dan haji khusus berawal dari terbitnya Inpres 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres ini antara lain ditujukan kepada Menteri, Kapolri, Gubernur, dan Bupati serta Walikota.

Baca Juga :  Realisasi Pendapatan Pemkab Mimika Tahun 2022 Lampaui Target

Untuk Menteri Agama, Inpres itu diantaranya mengamanatkan supaya mensyaratkan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus merupakan peserta aktif dalam program jaminan kesehatan nasional. Instruksi lainnya supaya pelaku usaha dan pekerja travel umrah dan haji khusus menjadi peserta aktif jaminan kesehatan nasional.

Sejatinya instruksi untuk Menteri Agama tidak hanya di bidang urusan haji dan umrah saja. Tetapi juga di sektor pendidikan. Yaitu memastikan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal maupun non formal di bawah naungan Kemenag adalah peserta aktif jaminan kesehatan nasional.

’’Karena itu Inpres, maka harus dilaksanakan,’’ kata Zainut. Tetapi untuk prosesnya, Kemenag saat ini sedang melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Sehingga bisa dirumuskan aturan teknisnya dengan baik dan bisa lancar diterapkan.

Staf Khusus Menteri ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi mengungkapkan bahwa penambahan syarat kepesertaan BPJS dalam transaksi jual-beli tanah tidak banyak merubah sistem yang ada selama ini. Selain itu, seluruh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di seluruh Indonesia sudah dinyatakan siap menjalankan peraturan baru ini. “Sama sekali tidak membebani dan semua (Kantor BPN,Red) sudah siap,” jelas Taufiq pada Jawa Pos kemarin (23/2).

Penyesuaian yang dilakukan kata Taufiq hanya sebatas menambahkan persyaratan dalam verifikasi identitas layaknya identitas lainnya seperti KTP. Hal ini berlaku untuk transaksi jual-beli tanah saat melakukan permohonan baru. “Untuk balik nama memang tidak disebutkan. Tapi asumsinya kalau sudah balik nama berarti sudah melalui proses pembelian,” jelasnya.

Penambahan syarat berupa Kartu BPJS Kesehatan pada proses jual beli tanah efektif diberlakukan mulai 1 Maret 2022 mendatang. Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Suyus Windayana menjamin persyaratan tersebut tidak akan menyulitkan proses jual beli tanah.

“Jadi hanya menambah satu persyaratan, tapi ke depannya akan kita siapkan beberapa sistem sehingga prosesnya menjadi otomatis tidak perlu menambahkan syarat tersebut,” jelasnya.

Baca Juga :  Warga Heboh Ikan Hiu yang Terdampar

Ia juga berjanji akan terus mengevaluasi bagaimana implementasi penambahan persyaratan tersebut di lapangan. Juga berkoordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan terkait aktivasi keanggotaan. “Misalnya bagaimana proses pengaktifan BPJS Kesehatan yang misalnya aktif, kemudian tidak aktif dan harus diaktifkan lagi, itu dalam waktu 5-10 menit sudah bisa diaktifkan. Nantinya ada sistem langsung dengan BPJS. Sementara sistemnya sedang kita siapkan, nanti bukti keanggotaannya yang akan kita lihat,” kata Suyus.

Terkait dengan alternatif bagi masyarakat yang belum aktif dalam program BPJS Kesehatan, Dirjen PHPT menjelaskan, akan tetap memproses berkas jual beli tersebut. “Skemanya, apabila masyarakat sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan maka dilampirkan. Tapi apabila masyarakat belum mempunyai BPJS Kesehatan, berkasnya akan kita terima dulu tapi nanti akan kita tahan sampai nanti keanggotaan BPJS Kesehatannya selesai,” jelasnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, aturan BPJS Kesehatan sebagai syarat pelayanan tersebut sudah ada di Peraturan Pemerintah (PP) maupun Instruksi Presiden (Inpres). ’’Kalau tidak setuju, harus diuji di MA,’’ katanya. Menurutnya yang paling masuk akal untuk diuji adalah PP-nya, bukan Inpres-nya.

Tulus menegaskan regulasi ini tidak ada kaitannya dengan operasional BPJS Kesehatan. Sebab aturan ini dilaksanakan oleh instansi-instansi lain. Misalnya dilakukan oleh Kemenag untuk urusan haji khusus dan umrah, oleh BPN untuk jual beli tanah, atau oleh Polri untuk SIM dan lainnya.

Menurut dia aturan ini tidak akan membuat pendaftar BPJS Kesehatan melonjak secara signifikan. Sebab jumlah peserta BPJS Kesehatan sendiri sudah cukup banyak. Para ASN, TNI, dan Polri serta pekerja penerima upah tidak akan terpengaruh banyak dengan regulasi itu.

’’Yang sensitif dengan aturan ini adalah di sektor pekerja mandiri atau orang yang selama ini tidak diwajibkan secara khusus untuk menjadi anggota BPJS Kesehatan,’’ katanya. Orang-orang seperti ini, menjadi seakan-akan dipaksa untuk mendaftar jadi anggota BPJS Kesehatan. (wan/tau/JPG)

BPN Tetap Terima Pelayanan, Tetapi Prosesnya Ditahan Dulu

JAKARTA-Gelombang keberataan menjadikan kepesertaan BPJS Kesehatan untuk layanan publik terus bermunculan. Kali ini disuarakan oleh asosiasi travel umrah dan haji khusus. Mereka keberatan karena BPJS Kesehatan sama sekali tidak ada kaitannya dengan ibadah umat Islam tersebut.

Ketua Umum Sarikat Muslim Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan sampai saat ini mereka belum menerima aturan detail pendaftaran haji khusus atau umrah wajib jadi peserta BPJS Kesehatan. Sebagai salah satu asosiasi profesi umrah dan haji khusus, Syam juga belum menerima undangan sosialisasi atau pembahasan regulasi tersebut dari Kementerian Agama (Kemenag).

’’Sehingga kami masih meraba-raba. Peraturan ini belum ada dan baru wacana,’’ katanya kemarin (23/2). Kalaupun nanti diterapkan, dia mengatakan ada sejumlah aspek penting yang harus jadi pertimbangan pemerintah. Diantaranya adalah tidak ada kaitannya antara layanan BPJS Kesehatan dengan perjalanan ibadah umrah.

Syam mengatakan kalaupun ada jamaah umrah yang sakit di Arab Saudi, tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat di negara yang dipimpin Raja Salman itu. ’’Orang umrah itu pergi dengan perlindungan asuransi perjalanan. Bukan dengan asuransi kesehatan,’’ ungkapnya.

Sehingga dia menegaskan tidak ada kaitannya antara pelayanan dari BPJS Kesehatan dengan perjalanan ibadah umrah maupun haji khusus. Kemudian aturan tersebut juga akan merepotkan jamaah yang bakal membawa anak di bawah usia 17 tahun dan belum memiliki KTP. Mereka akan kesulitan dalam mendaftar BPJS Kesehatan secara personal. Begitupun ketika ada jamaah usia lanjut yang bisa jadi kerepotan mendaftar BPJS Kesehatan secara perorangan.

Aspek teknis lainnya adalah ketika masyarakat mendaftar BPJS Kesehatan, harus secara keseluruhan untuk semua nama yang ada dalam satu KK. Sementara bisa jadi yang akan berangkat umrah hanya satu atau dua dari anggota keluarga di KK tersebut.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi perdebatan soal BPJS Kesehatan untuk mendaftar umrah dan haji khusus berawal dari terbitnya Inpres 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres ini antara lain ditujukan kepada Menteri, Kapolri, Gubernur, dan Bupati serta Walikota.

Baca Juga :  Puan Pastikan Pemilu Digelar 2024

Untuk Menteri Agama, Inpres itu diantaranya mengamanatkan supaya mensyaratkan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus merupakan peserta aktif dalam program jaminan kesehatan nasional. Instruksi lainnya supaya pelaku usaha dan pekerja travel umrah dan haji khusus menjadi peserta aktif jaminan kesehatan nasional.

Sejatinya instruksi untuk Menteri Agama tidak hanya di bidang urusan haji dan umrah saja. Tetapi juga di sektor pendidikan. Yaitu memastikan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal maupun non formal di bawah naungan Kemenag adalah peserta aktif jaminan kesehatan nasional.

’’Karena itu Inpres, maka harus dilaksanakan,’’ kata Zainut. Tetapi untuk prosesnya, Kemenag saat ini sedang melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Sehingga bisa dirumuskan aturan teknisnya dengan baik dan bisa lancar diterapkan.

Staf Khusus Menteri ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi mengungkapkan bahwa penambahan syarat kepesertaan BPJS dalam transaksi jual-beli tanah tidak banyak merubah sistem yang ada selama ini. Selain itu, seluruh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di seluruh Indonesia sudah dinyatakan siap menjalankan peraturan baru ini. “Sama sekali tidak membebani dan semua (Kantor BPN,Red) sudah siap,” jelas Taufiq pada Jawa Pos kemarin (23/2).

Penyesuaian yang dilakukan kata Taufiq hanya sebatas menambahkan persyaratan dalam verifikasi identitas layaknya identitas lainnya seperti KTP. Hal ini berlaku untuk transaksi jual-beli tanah saat melakukan permohonan baru. “Untuk balik nama memang tidak disebutkan. Tapi asumsinya kalau sudah balik nama berarti sudah melalui proses pembelian,” jelasnya.

Penambahan syarat berupa Kartu BPJS Kesehatan pada proses jual beli tanah efektif diberlakukan mulai 1 Maret 2022 mendatang. Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Suyus Windayana menjamin persyaratan tersebut tidak akan menyulitkan proses jual beli tanah.

“Jadi hanya menambah satu persyaratan, tapi ke depannya akan kita siapkan beberapa sistem sehingga prosesnya menjadi otomatis tidak perlu menambahkan syarat tersebut,” jelasnya.

Baca Juga :  Istana: Tidak Ada Penetapan Darurat Sipil oleh Presiden di Papua

Ia juga berjanji akan terus mengevaluasi bagaimana implementasi penambahan persyaratan tersebut di lapangan. Juga berkoordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan terkait aktivasi keanggotaan. “Misalnya bagaimana proses pengaktifan BPJS Kesehatan yang misalnya aktif, kemudian tidak aktif dan harus diaktifkan lagi, itu dalam waktu 5-10 menit sudah bisa diaktifkan. Nantinya ada sistem langsung dengan BPJS. Sementara sistemnya sedang kita siapkan, nanti bukti keanggotaannya yang akan kita lihat,” kata Suyus.

Terkait dengan alternatif bagi masyarakat yang belum aktif dalam program BPJS Kesehatan, Dirjen PHPT menjelaskan, akan tetap memproses berkas jual beli tersebut. “Skemanya, apabila masyarakat sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan maka dilampirkan. Tapi apabila masyarakat belum mempunyai BPJS Kesehatan, berkasnya akan kita terima dulu tapi nanti akan kita tahan sampai nanti keanggotaan BPJS Kesehatannya selesai,” jelasnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, aturan BPJS Kesehatan sebagai syarat pelayanan tersebut sudah ada di Peraturan Pemerintah (PP) maupun Instruksi Presiden (Inpres). ’’Kalau tidak setuju, harus diuji di MA,’’ katanya. Menurutnya yang paling masuk akal untuk diuji adalah PP-nya, bukan Inpres-nya.

Tulus menegaskan regulasi ini tidak ada kaitannya dengan operasional BPJS Kesehatan. Sebab aturan ini dilaksanakan oleh instansi-instansi lain. Misalnya dilakukan oleh Kemenag untuk urusan haji khusus dan umrah, oleh BPN untuk jual beli tanah, atau oleh Polri untuk SIM dan lainnya.

Menurut dia aturan ini tidak akan membuat pendaftar BPJS Kesehatan melonjak secara signifikan. Sebab jumlah peserta BPJS Kesehatan sendiri sudah cukup banyak. Para ASN, TNI, dan Polri serta pekerja penerima upah tidak akan terpengaruh banyak dengan regulasi itu.

’’Yang sensitif dengan aturan ini adalah di sektor pekerja mandiri atau orang yang selama ini tidak diwajibkan secara khusus untuk menjadi anggota BPJS Kesehatan,’’ katanya. Orang-orang seperti ini, menjadi seakan-akan dipaksa untuk mendaftar jadi anggota BPJS Kesehatan. (wan/tau/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya