Saturday, November 23, 2024
28.7 C
Jayapura

2024 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas dalam Sejarah

Perubahan Iklim dan Krisis Global

Pada Oktober 2024, suhu global tercatat sebagai yang terpanas kedua setelah Oktober 2023, dengan peningkatan sebesar 1,65°C dibandingkan suhu rata-rata sebelum era industri. Dalam 16 bulan terakhir, hanya satu bulan yang mencatat suhu di bawah ambang batas 1,5°C, menegaskan bahwa pemanasan global semakin tak terkendali.

Selain itu, laporan C3S mencatat dampak signifikan pada es di Kutub Utara dan Selatan. Luas es di Kutub Utara menyusut hingga 19 persen di bawah rata-rata historis untuk bulan Oktober.

Sementara itu, luas es Antarktika mencatat rekor terendah kedua, 8 persen di bawah rata-rata. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem kutub yang rapuh tetapi juga meningkatkan ancaman kenaikan permukaan laut.

Baca Juga :  Gagal Rusak Rekor Arema FC

Cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Banjir besar di Eropa, termasuk Spanyol, menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan desa-desa, mencerminkan dampak nyata dari pemanasan global.

Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Kebijakan Iklim

Situasi ini diperburuk oleh terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, negara dengan emisi karbon terbesar secara historis. Trump sebelumnya telah menyebut isu perubahan iklim sebagai ‘hoax’ dan mengancam akan melonggarkan kebijakan pengendalian emisi. Kekhawatiran meningkat bahwa langkah ini dapat melemahkan upaya global mengatasi krisis iklim.

Konsentrasi Gas Rumah Kaca Memecahkan Rekor

Laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon dioksida pada 2023 mencapai rekor tertinggi, naik lebih dari 10 persen dalam dua dekade terakhir.

Baca Juga :  Ajak Menghormati Nilai Perjuangan para Pahlawan

Dr. Carlo Buontempo, Direktur C3S, menekankan bahwa pengurangan emisi adalah satu-satunya solusi efektif untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. “Komitmen global harus diperkuat. Tanpa itu, kita hanya akan menyaksikan bencana yang lebih besar di masa depan,” katanya.

COP29: Momen Penting bagi Dunia

Dengan latar belakang krisis ini, Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan menjadi pertemuan yang sangat krusial. Pemimpin dunia diharapkan diharapkan menetapkan langkah konkret untuk mempercepat pengurangan emisi dan mencegah kerusakan yang lebih parah pada planet ini.

Kesimpulannya, tahun 2024 bukan sekadar tahun terpanas, tetapi juga panggilan terakhir bagi dunia untuk bertindak sebelum terlambat.(*/JawaPos.com)

Perubahan Iklim dan Krisis Global

Pada Oktober 2024, suhu global tercatat sebagai yang terpanas kedua setelah Oktober 2023, dengan peningkatan sebesar 1,65°C dibandingkan suhu rata-rata sebelum era industri. Dalam 16 bulan terakhir, hanya satu bulan yang mencatat suhu di bawah ambang batas 1,5°C, menegaskan bahwa pemanasan global semakin tak terkendali.

Selain itu, laporan C3S mencatat dampak signifikan pada es di Kutub Utara dan Selatan. Luas es di Kutub Utara menyusut hingga 19 persen di bawah rata-rata historis untuk bulan Oktober.

Sementara itu, luas es Antarktika mencatat rekor terendah kedua, 8 persen di bawah rata-rata. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem kutub yang rapuh tetapi juga meningkatkan ancaman kenaikan permukaan laut.

Baca Juga :  HUT RI di IKN, 800 Prajurit TNI Dikerahkan jadi Petugas Upacara

Cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Banjir besar di Eropa, termasuk Spanyol, menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan desa-desa, mencerminkan dampak nyata dari pemanasan global.

Kemenangan Trump dan Kekhawatiran Kebijakan Iklim

Situasi ini diperburuk oleh terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, negara dengan emisi karbon terbesar secara historis. Trump sebelumnya telah menyebut isu perubahan iklim sebagai ‘hoax’ dan mengancam akan melonggarkan kebijakan pengendalian emisi. Kekhawatiran meningkat bahwa langkah ini dapat melemahkan upaya global mengatasi krisis iklim.

Konsentrasi Gas Rumah Kaca Memecahkan Rekor

Laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon dioksida pada 2023 mencapai rekor tertinggi, naik lebih dari 10 persen dalam dua dekade terakhir.

Baca Juga :  Antisipasi Cuaca Ekstrem, Salurkan 9.500 Bibit Ubi

Dr. Carlo Buontempo, Direktur C3S, menekankan bahwa pengurangan emisi adalah satu-satunya solusi efektif untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. “Komitmen global harus diperkuat. Tanpa itu, kita hanya akan menyaksikan bencana yang lebih besar di masa depan,” katanya.

COP29: Momen Penting bagi Dunia

Dengan latar belakang krisis ini, Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan menjadi pertemuan yang sangat krusial. Pemimpin dunia diharapkan diharapkan menetapkan langkah konkret untuk mempercepat pengurangan emisi dan mencegah kerusakan yang lebih parah pada planet ini.

Kesimpulannya, tahun 2024 bukan sekadar tahun terpanas, tetapi juga panggilan terakhir bagi dunia untuk bertindak sebelum terlambat.(*/JawaPos.com)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya