JAYAPURA-Munculnya upaya kriminalisasi dari pihak tertentu terhadap Bupati Mamberamo Tengah, RHP mendorong Forum Anti Kriminalisasi Pejabat Papua (FAKPP) menyampaikan pernyataan sikap.
Untuk itu menyikapi maraknya pemberitaan di berbagai media massa lokal dan nasional terkait kasus dugaan gratifikasi/suap, yang menimpa RHP, maka FAKPP meminta kepada KPK agar tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi dan penanganan kasus-kasus lain di tanah Papua.
“Kami minta KPK harus transparan menjalankan tugas sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Pengamanan Kepentingan elit-elit politik,” ungkap Ketua FAKPP, Kalvin Penggu, didampingi Anggota Steven Semra, Okto Hesegem, Alexander Gobai dan Dolvinus Weya di Jayapura, Kamis (21/7).
FAKPP juga menilai KPK telah membangun kebohongan publik terhadap pemberitaan/informasi tentang gratifikasi/suap pejabat publik atas nama RHP. Padahal, fakta di KPK dugaan tersangka RHP belum dimuat/terdaftar nama tentang kasus gratifikasi/suap.
Hal ini sebagaimana bukti sahih sejumlah tokoh agama di tanah Papua tanggal 13 Juli 2022 lalu telah datang ke Kantor KPK dan juga Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi.
“Masyarakat akar rumput mencari keadilan meminta kepada KPK untuk segera mengeluarkan statemen tentang status RHP atas dugaan gratifikasi/suap. Kami juga minta Polda Papua untuk tidak memainkan isu tentang persoalan RHP. Karena KPK sampai saat ini belum ada fakta yang membuktikan RHP terdaftar sebagai tersangka,” tegasnya.
Ditambahkan, kader elit politik Papua juga diminta untuk tidak membangun isu untuk kepentingan Papua dengan mengorbankan RHP.
Di tempat yang sama, Dolvinus Weya menyampaikan pihaknya menyesali pemberitaan media massa yang menyampaikan hoaks atau berita bohong. Apalagi tanpa memperhatikan azas praduga tak bersalah (presumtion of inocence), pengadilan oleh pers atau trial by the press dan mengabaikan keseimbangan berita atau cover both side.
“Media massa menyampaikan keterangan hanya dari satu pihak saja dan mengesampingkan hak jawab dari keluarga dan pengacara hukum RHP,” sesalnya.
Oleh karena itu, pihaknya telah menginventarisir media massa tersebut, dan akan membuat pengaduan secara hukum.
Senada dengan itu, Okto Hesegem mengatakan, pihaknya melihat kasus RHP ini betul-betul dipolitisir. Dimana karena kepentingan politik tertentu akhirnya RHP dikriminalisasi habis-habisan.
“Kami melihat bukan hanya RHP saja yang dikriminalisasi, tapi sejumlah pejabat Papua juga mengalami hal yang sama,” tukas dia.
Sebagai WNI yang berada di bawah bingkai NKRI, pihaknya ingin KPK memberikan kepastian hukum terkait kasus RHP.
“Jadi negara jangan tebang pilih. Jangan ada indikasi kecurigaan dan lain-lain hingga upaya kriminalisasi pemimpin kami di Papua. Itu tak dibenarkan undang-undang manapun,” tegasnya.
Alexander Gobai menambahkan, KPK seyogyanya memberikan pernyataan khusus, yang bisa menjelaskan kepada publik bahwa RHP tak bersalah. Karena secara fakta bahwa ada 15 tokoh agama di Papua sudah mengecek di website resmi KPK, ternyata RHP belum terdaftar sebagai tersangka. (nat)