Kontras Kritik Penghapusan Larangan Prajurit Aktif Berbisnis
JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 terus bergulir. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto tidak menampik ada beberapa usulan pasal baru dan pengurangan pasal dalam rencana revisi. Tujuannya, TNI mampu menjawab kebutuhan dan tantangan.
Menurut Hadi, yang utama dalam revisi UU tersebut adalah pasal 47 dan pasal 53. Dua pasal itu berisi tentang usia pensiun anggota TNI dan penempatan tugas prajurit aktif TNI di kementerian dan lembaga lain.
Namun, Hadi mengakui, ada usulan-usulan baru. Misalnya usulan meniadakan pasal tentang larangan bagi prajurit aktif untuk berbisnis. Terkait dengan kegiatan bisnis, itu masih terus dalam pembahasan, ungkapnya kemarin (17/7).
Mantan panglima TNI tersebut menyatakan bahwa TNI memang mengusulkan beberapa pasal kepada Kemenko Polhukam. Menurut dia, itu wajar karena UU TNI sudah berusia 20 tahun. Dan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian, tutur dia.
Hadi mencontohkan potensi ancaman yang dihadapi TNI. Mulai ancaman yang bersifat global sampai ancaman nyata seperti cyber crime, ancaman biologi, dan ancaman kesenjangan.
Itu semua dalam satu pembahasan, masuk di dalam daftar inventarisasi masalah (DIM). Oleh sebab itu, TNI dan Polri terus memberi masukan untuk perbaikan sesuai kebutuhan masyarakat, jelas Hadi. DIM, tambah dia, untuk revisi UU TNI bakal dibahas sampai Agustus mendatang.
Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai wacana menghapus pasal larangan prajurit TNI berbisnis merupakan pandangan keliru. Sebab, hakikat militer adalah untuk menghadapi perang, bukan berbisnis. Kalau militer berbisnis, jelas akan mengganggu profesionalismenya, tegas Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya kepada Jawa Pos kemarin.
Fokus militer dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan negara, jelas Dimas, sudah pasti akan terpecah ketika diperbolehkan berbisnis. Kebanggaan seorang prajurit militer dalam menjalankan tugasnya juga akan menurun ketika larangan TNI berbisnis dihapus. Karena berbisnis itu jauh dari dimensi pertahanan dan keamanan negara, tuturnya.
Berkaca pada masa Orde Baru, lanjut Dimas, militer yang terlibat politik dan bisnis telah mengacaukan profesionalisme militer itu sendiri. Bahkan, keterlibatan militer dalam dua hal tersebut mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. Itulah kenapa militer dikembalikan ke fungsi aslinya ketika reformasi 1998 bergulir, ucapnya. (syn/tyo/c9/bay)