Wamenag Imbau Tak Tonjolkan Perbedaan
JAKARTA – Pemerintah menetapkan awal Zulhijah 1444 Hijriyah jatuh pada Selasa (20/6). Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriyah pada 10 Zulhijjah bertepatan dengan hari Kamis (29/6). Itu berbeda dengan Muhammadiyah yang lebih dulu mengumumkan bahwa Idul Adha bertepatan dengan 28 Juni.
Penetapan tersebut diambil setelah sidang isbat yang digelar di auditorium HM Rasjidi kantor Kementerian Agama, Jakarta, Minggu (18/6) petang. Sidang diikuti perwakilan ormas Islam, perwakilan duta besar negara sahabat, serta jajaran pejabat Kemenag.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan, berdasar hasil rukyat yang dilaksanakan tim hisab rukyat Kemenag serta dikonfirmasi kepada petugas daerah yang kurang lebih ditempatkan di 99 titik seluruh wilayah Indonesia, posisi hilal di seluruh Indonesia tidak memenuhi kriteria MABIMS. Selain itu, hingga kemarin tidak ada laporan terlihatnya hilal. ”Karena itu, sidang isbat secara mufakat, 1 Zulhijah jatuh pada Selasa (20/6) dan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Kamis (29/6),” ucapnya.
Menurut Wamenag, sidang menyepakati keputusan tersebut karena dua hal. Pertama, mendengar laporan Direktur Urusan Agama Islam (Urais). ”Bahwa ketinggian hilal di seluruh Indonesia sudah berada di atas ufuk, namun masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat yang ditetapkan MABIMS,” kata Zainut.
Dalam laporannya, Direktur Urais Kemenag Adib menyampaikan, berdasar data yang dihimpun Tim Hisab Rukyat Kemenag, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia di atas ufuk berkisar antara 0 derajat 11,78 menit sampai 2 derajat 21,57 menit. Dengan sudut elongasi antara 4,39 derajat sampai 4,93 derajat. ”Dengan parameter-parameter ini, maka posisi hilal di Indonesia saat ini belum memenuhi kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura),” papar Zainut.
Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomis hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
Kedua, Kemenag melaksanakan pemantauan atau rukyatul hilal pada 99 titik di Indonesia. ”Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal,” katanya.
Sementara itu, anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag Ahmad Izzudin menambahkan, secara astronomis, posisi hilal di Indonesia pada saat ini masih berada di bawah kriteria baru MABIMS yang ditetapkan pada 2021. Sehingga kemungkinan tidak dapat teramati.
Menurut Izzudin, pada saat Magrib 18 Juni 2023, posisi bulan di Indonesia tingginya 0 derajat 20 menit sampai 2 derajat 36 menit dengan sudut elongasi antara 4 derajat 40 menit sampai dengan 4 derajat 94 menit. ”Melihat data tersebut, maka pada Minggu 18 Juni 2023 di seluruh wilayah Indonesia, menurut kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS secara teori diprediksi tidak dapat teramati. Kalau besok (hari ini, Red) posisi hilal pasti sudah lebih tinggi dan teramati,” katanya.
Terkait perbedaan hari raya Idul Adha versi pemerintah dan Muhammadiyah, Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi mengimbau hal itu tidak perlu terlalu ditonjolkan. ”Jika pada hari ini dan ke depannya ada pelaksanaan ibadah yang berkaitan dengan Idul Adha, kami berharap tidak ada yang menonjolkan perbedaan, akan tetapi mencari titik temu dari persamaan-persamaan yang dimiliki,” katanya.
Dia berharap semua pihak tetap saling menghargai dan membangun rasa toleransi. ”Kita harus memiliki sikap toleransi, harus saling menghargai perbedaan yang terjadi, bukan saling mencaci, bukan melakukan hal-hal ysng tidak disukai,” tandasnya. (gih/fal)