KPAI tentang Pemerkosa 21 Santri di Bandung, Kemenag Jamin Hak Pendidikan Para Korban
JAKARTA-Herry Wirawan tidak cukup diganjar hukuman kurungan pidana 20 tahun. Akibat aksi bejatnya memerkosa para santriwati di pesantrennya yang tak berizin, pria 36 tahun itu sudah memenuhi unsur pemberat hukuman dengan berbagai hukuman tambahan.
’’Hukuman tambahannya berupa kebiri kimia, pemasangan chip alat deteksi elektronik, serta pengumuman identitas pelaku di tempat-tempat strategis atau keramaian,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah kemarin (10/12).
Perkembangan terbaru kemarin, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut menyebutkan, para santriwati yang menjadi korban Herry sudah mencapai 21 orang. Sebelumnya, dari 12 korban yang terlebih dahulu diketahui dan semuanya di bawah umur dengan rentang usia 13-–16 tahun, setidaknya 7 orang sampai melahirkan anak. Total 9 anak sudah lahir dan 2 lainnya masih berada dalam kandungan.
Herry memiliki dua pesantren: Manarul Huda di Kecamatan Antapani dan Pesantren Tahfidz Quran Almadani di Kecamatan Cibiru. Dua kecamatan itu berada di Kota Bandung.
Para korban berasal dari Pesantren Tahfidz Quran yang tidak berizin. Adapun Manarul Huda, izinnya sudah dicabut Kementerian Agama.
Maryati menyebutkan, ketentuan hukuman bagi Herry sebagai pelaku kasus pemerkosaan anak-anak di Cibiru, Kota Bandung, itu merujuk pada Undang-Undang (UU) 17/2016 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU tentang Perubahan UU 23/2012 tentang Perlindungan Anak.
’’Mengacu pada ketentuan hukum ini, pelaku kena hukuman maksimal 15 tahun penjara,’’ katanya. Kemudian, lanjut dia, dijatuhi lagi hukuman tambahan sepertiga dari hukuman utama atau 5 tahun kurungan. Dengan begitu, total 20 tahun kurungan. Ketentuan itu tertera pada pasal 81.
Untuk hukuman pemberat berikutnya ada tiga tadi: kebiri secara kimia, pemasangan chip untuk pemantauan, serta pengumuman nama pelaku di tempat-tempat strategis. ’’Pelaku dari kasus ini sudah memenuhi tiga aspek pemberat untuk dijatuhi seluruh hukuman tambahan itu,’’ katanya.
Maryati memerinci tiga aspek atau unsur yang memberatkan pelaku. Pertama, unsur keberulangan aksi kejahatannya. Kedua, pelaku adalah orang terdekat korban. Dalam hal ini, pelaku merupakan pengasuh sekaligus guru para korban. Ketiga, jumlah korban lebih dari satu.’’Hukuman pemberat itu dijatuhkan setelah hukuman utama dijalani,’’ tuturnya.
Tapi, vonisnya diketok secara bersamaan. Jadi, pelaku dihukum 15 tahun penjara. Kemudian ditambah 5 tahun penjara. Setelah selesai menjalani 20 tahun kurungan, dilakukan kebiri, pemasangan chip, dan pengumuman namanya di tempat umum serta strategis.
Maryati menambahkan, KPAI juga berfokus pada para korban. Secara individu, korban akan mendapatkan pendampingan. Sebab, mereka dipastikan mengalami dampak psikologis yang luar biasa.
Dia menceritakan, para korban itu benar-benar menyembunyikan kasus yang dialami. Bahkan kepada para keluarga inti seperti orang tua dan lainnya. Secara berkala, misalnya saat liburan, para korban pemerkosaan tersebut pulang ke rumahnya.’’Mereka pulang satu sampai dua hari. Setelah itu, kembali ke pesantren,’’ ungkap dia.
Namun, saat pulang tersebut, orang tua tidak tahu bahwa anaknya menjadi korban pemerkosaan. Bahkan, orang tua merasa bangga dan lega karena anaknya tidak lama-lama libur di rumah. Itu menandakan mereka betah tinggal di pesantren.
Selain itu, Maryati mengatakan bahwa pihaknya juga memberikan perhatian kepada anak-anak yang sudah dilahirkan. Untuk sementara, anak-anak itu diserahkan ke keluarga, dalam hal ini ibu. Meski, dia mengakui para korban yang masih di bawah umur itu pasti berat jika diminta mengasuh anak.
Dia juga menuturkan, pelaku mengeksploitasi anak-anak yang dilahirkan para santriwati. Anak-anak itu dibuat seolah-olah berstatus yatim piatu. Tujuannya, mendapatkan dana pendidikan dari pemerintah dan sumber lainnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi prihatin dengan tragedi di Bandung tersebut. Pihaknya mengutuk dan mendukung kepolisian melakukan tindakan tegas dan memberikan sanksi kepada pelaku.
Terkait penanganan terhadap anak-anak yang menjadi korban, Zainut memastikan lembaganya turun tangan. Pihaknya akan bersinergi dengan KPAI untuk mendampingi anak-anak yang menjadi korban.
Dia juga memastikan, para korban dijamin mendapatkan hak pendidikan selanjutnya. Mereka yang dipulangkan dari Pesantren Manarul Huda yang sudah dicabut izin operasionalnya juga bakal dibantu mencari tempat menuntut ilmu berikutnya. Saat ini Kementerian Agama melalui dinas di kabupaten/kota sesuai domisili akan memfasilitasinya. ’’Baik di madrasah, sekolah umum, maupun pendidikan kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah sesuai pilihannya,’’ ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mendukung agar Herry dihukum kebiri. ’’Pasti kita kecam sekeras-kerasnya dan itu tindakan yang keji dan kejam. Karena itu, pelakunya harus dihukum seberat-beratnya,’’ tegas Yandri.
Bagi para korban, Yandri mendorong harus ada fasilitas rehabilitasi. Seluruh pihak dan elemen masyarakat juga harus mendapatkan edukasi mengenai pentingnya penghapusan tindak kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan. (wan/far/dee/c7/ttg/JPG)