SEOUL – Usai maju mundur tak kunjung melunasi hutang pembayaran proyek pesawat jet tempur KFX/IFX atau KF-21 Boramae, kini Indonesia justru meminta diskon kepada Korea Selatan (Korsel). Dilansir dari kantor berita Korsel, Yonhap, Indonesia telah mengusulkan pengurangan pembayaran untuk proyek pengembangan jet tempur itu menjadi sekitar sepertiga dari jumlah aslinya.
Permintaan diskon itu dilakukan di tengah kekhawatiran atas penundaan pembayaran hutang yang belum dilunasi oleh RI. Sumber Korsel menyebut, Indonesia baru-baru ini meminta keringanan untuk membayar total KRW 600 miliar (sekitar Rp 7 triliun) untuk proyek jet KF-21. Adapun jumlah awal yang harus dibayarkan Indonesia dalam proyek ini adalah sebesar KRW 1,6 triliun (sekitar Rp 18,8 triliun) pada Juni 2026.
Awalnya, Indonesia menyatakan setuju untuk membayar jumlah tersebut sebagai imbalan atas penerimaan satu model prototipe dan transfer teknologi, serta memproduksi 48 unit di Indonesia. Namun, Indonesia juga mengusulkan pengurangan jumlah pembayaran untuk transfer teknologi yang lebih sedikit.
Sejauh ini Indonesia telah menyumbang sekitar KRW 300 miliar untuk proyek tersebut. Indonesia juga telah gagal memenuhi tenggat waktu pembayaran, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai komitmennya.
Tahun lalu, Indonesia meminta kepada untuk menunda pembayaran proyek tersebut hingga tahun 2034. Namun Korsel tetap mempertahankan pendiriannya bahwa pembayaran tersebut harus dilakukan sebelum batas waktu pembangunan pada tahun 2026.
Seorang pejabat pemerintah mengatakan konsultasi sedang dilakukan dengan Indonesia, dan menambahkan bahwa pemerintah belum memutuskan apakah akan menerima proposal tersebut.
’’Agar berhasil menyelesaikan pengembangan sistem KF-21, pemerintah Korea Selatan dan Indonesia sedang melakukan negosiasi akhir untuk menyelesaikan masalah pembagian biaya saat ini,’’ jelas Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan, dikutip dari Reuters.
Sebagai informasi, ada 3 fase utama dalam program KFX/IFX. Yaitu TD phase 2010-2012, EMD phase 2014-2026, dan Production phase setelah 2026.
Sebelumnya, Chief Representative Officer KAI Indonesia Office Woo Bong Lee menuturkan, Korsel masih menunggu pelunasan kewajiban itu. Sebab, Korsel telah menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk melanjutkan proyek jet tempur tersebut.
Dia berharap, baik RI maupun Korsel dapat mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada. Sehingga, kerja sama kedua negara tetap berjalan baik.
’’Yang saya tahu bahwa baik pemerintah Korsel maupun Indonesia terus membicarakan hal ini. Kami berharap bisa mendapat solusi terbaik. Kami tetap menunggu pembayaran dan melanjutkan kemitraan dengan Indonesia, termasuk dengan PT Dirgantara Indonesia,’’ ujar Lee ditemui dalam sebuah diskusi.
KF-21 merupakan proyek bersama Indonesia-Korsel yang bernilai senilai USD 8 miliar atau sekitar Rp 121,35 triliun. Melalui kerja sama tersebut, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korsel dan 48 jet tempur untuk Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mendapat transfer teknologi yang akan mendorong industri pertahanan dalam negeri dalam produksi pesawat KF-21 untuk pasar global.
Sesuai kesepakatan awal pada 2014, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu. Namun, dalam perkembangannya, Indonesia masih menunggak pembayaran karena keterbatasan APBN. (dee)