’’Sekarang ini sekolah di sekolah negeri gratis, karena ada dana BOS,’’ tuturnya. Dia khawatir ketika sebagian dana BOS digunakan untuk makan gratis, sekolah di sekolahan negeri tidak gratis lagi. Efek lainnya bisa memicu putus sekolah bagi masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi.
Sulaeman mengatakan program makan siang untuk anak-anak sekolah juga diterapkan di negara lain. Dia mencontohkan di AS juga ada yang menjalankan program itu. Tetapi tidak sepenuhnya gratis. Di negara maju itu, program makan siang diterapkan secara subsidi silang. Siswa dari keluarga tidak mampu digratiskan. Sedangkan untuk yang mampu dikenai uang iuran tersendiri untuk makan siang.
Dia berpesan ketika program makan siang gratis itu dijalankan, harus bisa melibatkan masyarakat atau warga sekitar sekolah setempat. Pemerintah tidak boleh begitu saja membuka tender terhadap perusahaan katering. Karena bisa berpotensi memicu keracunan karena makanan tidak layak konsumsi. Dia memiliki pengalaman terjun memeriksa kasus keracunan dari program makan bersama di sekolah. Ternyata dipicu pengolahan makanan yang tidak tepat.
Psikolog yang juga Dewan Pakar FOI Risatianti Kolopaking mengatakan pemerintah sebaiknya tidak menggunakan narasi makan siang gratis. Program itu bisa menggunakan nama makan siang bersama atau tambahan gizi untuk siswa.
Karena ketika ada kata gratis, secara psikologi akan berpengaruh pada sikap orang tua. ’’Orang tua akan meremehkan. Ah tidak usah masak, nanti ada makan gratis di sekolah,’’ katanya. Padahal di setiap keluarga perlu dibangun budaya pangan yang baik. Diantaranya adalah mengawali sekolah dengan sarapan sehat yang dibuat di rumah masing-masing. Siswa tidak dianjurkan jajan sembarangan. (wan)
Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos