DKLH sendiri kata Aries ikut melakukan pengawasan terkait hutan adat dengan memanfaatkan pihak adat dan pemilik hak ulayat. Sebab, mereka adalah kunci. “Dinas Kehutanan kolaborasi dengan pemilik hak ulayat untuk sama-sama kita jaga hutan. Sebab tidak ada sejengkal hutan yang akan dirusak tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat,” ujarnya.
Selain itu, Aries menjelaskan, berdasarkan fungsinya hutan memiliki tiga jenis yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Adapun hutan produksi yaitu pohonnya bisa ditebang namun punya kewajiban untuk melakukan penanaman kembali. Hutan lindung yang bisa dimanfaatkan adalah jasa air atau hasil hutan bukan kayu. Sedangkan konservasi tidak bisa sama sekali.
“Hutan produksi kita berada di delapan kabupaten dan satu kota. Namun yang bisa diproduksi tergantung pihak ketiga dengan penghitungan ekonomi, sebab mereka akan melihat potensi di masing-masing wilayah. Dan paling banyak ada di Sarmi, Jayapura dan Keerom,” kata Aries.
Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun oleh Walhi Papua hutan yang rusak di Papua bagian selatan telah mencapai 9 juta hektar dengan melepas 5,960 ton emisi akibat dari kerusakan hutan. Kemudian untuk Papua Utara sebanyak 50,4 hektar dan emisi yang keluar 33,52 ton. Papua Barat 420 hektar hutan yang rusak dengan mengeluarkan emisi karbon sekitar 277,516 ton. (fia)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos