JAYAPURA – Laju deforestasi di Papua menjadi ancaman nyata untuk keberlangsungan kehidupan di masa depan. Dua penerima Kalpataru, Alex Waisimon dan Petronela Meraudje mengingatkan publik untuk bisa memastikan keberadaan hutan yang lestari.
“Kami hanya memiliki hutan bakau dan ini menjadi dapur bagi kami. Kalau hutan rusak kami terancam,” kata Petronela Meraudje peraih Kalpataru tahun 2023 dalam kegiatan diskusi Telusur Celah Tonotwiyat di Rumah Bakau Jayapura, Minggu (24/3).
Ia menyampaikan dalam tatanan adat pihaknya tidak mendapat ruang untuk berbicara dan hutan bakau inilah yang dijadikan tempat mencari dan berkumpul sesama perempuan.
“Tidak mudah untuk mempertahankan sebab harus ada kerja ikhlas di situ,” tambah Petronela. Ditambahkan Alex Waisimon, peraih Kalpataru 2017 bahwa ia harus bersembunyi dibalik karakter orang gila untuk bisa mempertahankan hutan.
“Ancaman deforestasi saat ini jelas terlihat dan kami tidak bisa berjuang sendiri. Saat saya pertama datang saya sempat dianggap sebagai orang gila. Dulu hidup di Bali enak tapi malah kembali ke kampung,” kata Alex Waisimon.
Ia menyebut bahwa untuk mempertahankan hutan yang ada saat ini bukan pekerjaan mudah karena ancaman dan tekanan juga terus terjadi. “Tapi ini harus terus disuarakan dan saya tidak bisa berjalan sendiri. Harus dibantu bagi mereka yang peduli,” imbuh Alex.
Kegiatan ini digarap Rumah Bakau Jayapura untuk mengkritisi kondisi hutan bakau yang terus menerus menerima gempuran dari pembangunan. “Tak hanya sampah tapi juga pengalihfungsian lahan. Penimbunan menjadi satu ancaman nyata yang sulit dihindari,” singkat Theresia, coordinator Rumah Bakau Jayapura. (ade/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos