Tuesday, April 23, 2024
33.7 C
Jayapura

Tiga Kasus HAM Berat Tak Kunjung Disidangkan

Frits Ramandey (Gamel Cepos)

JAYAPURA – Kepala Kantor Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Papua, Pnt Frits Ramandey mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2020 tercatat ada tiga kasus pelanggaran HAM berat yang telah dituntaskan namun hingga kini tak kunjung mendapat putusan pengadilan. Hla tersebut tak lepas dari Kejaksaan Agung yang belum menindaklajuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk tim jaksa untuk menindaklanjuti dengan melakukan proses penyidikan. 

 Pasalnya dari proses di kejaksaan agung ini jika rampung barulah akan naik ke Mahkamah Agung untuk ditentukan dimana lokasi pengadilan HAM nya. “Sudah kami tuntaskan ketiganya. Ketiga kasus tersebut adalah kasus  Wasior  yang terjadi pada 13 Juni tahun  2001, Kasus Jayawijaya pada 4 April tahun 2003 dan Kasus Paniai Berdarah pada 8 Desember tahun 2014,” jelas Frits kepada Cenderawasih Pos di wawancarai di ruang kerjanya, Senin (20/7) lalu. Harusnya kata Frits setelah semua telah dituntaskan, pihak kejaksaan agung langsung merespon untuk  dilanjutkan ke MA.

Baca Juga :  Satu Hati Kunci Kekompakan BTM-Harus

 Dan soal lokasi atau tempat dimana akan disidangkan menurut Frits hal tersebut tak penting sebab pengadilannya berbentuk ad hoc dan sudah disepakati tiga wilayah, barat, tengah dan timur.  “Apakah mau di Ambon, di Makassar atau di Papua itu tak masalah yang penting prosesnya berjalan. Ingat kita memiliki pengalaman pada 7 Desember tahun 2007 dan putusann adalah pengadilan tidak terbukti. Sebenarnya bukan seberapa lama putusan tetapi yang penting adalah proses penegakan hukumnya, ini yang harusnya dipahami,” beber Frits. 

 Ia menyayangkan soal semangat yang dimiliki Presiden yang tak sejalan dengan perangkat di bawahnya. Presiden   ketika itu sudah memanggil Menkopulhukam, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk mendengar arahan yang isinya segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Papua termasuk kasus HAM lainnya. “Dan arahan itu konkrit,” tegas Frits.  “Jadi tiga kasus di atas kami kategorikan pelanggaran HAM berat karena telah memenuhi unsur sistematis, terstruktur dan masive. Ada komando dan ada korban lain atau korban baru dan kami masih menuggu penuntasannya,” imbuhnya. (ade/wen) 

Baca Juga :  Tinggalkan  Mobil Tanpa Dikunci, Honda CRV Dicuri
Frits Ramandey (Gamel Cepos)

JAYAPURA – Kepala Kantor Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Papua, Pnt Frits Ramandey mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2020 tercatat ada tiga kasus pelanggaran HAM berat yang telah dituntaskan namun hingga kini tak kunjung mendapat putusan pengadilan. Hla tersebut tak lepas dari Kejaksaan Agung yang belum menindaklajuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk tim jaksa untuk menindaklanjuti dengan melakukan proses penyidikan. 

 Pasalnya dari proses di kejaksaan agung ini jika rampung barulah akan naik ke Mahkamah Agung untuk ditentukan dimana lokasi pengadilan HAM nya. “Sudah kami tuntaskan ketiganya. Ketiga kasus tersebut adalah kasus  Wasior  yang terjadi pada 13 Juni tahun  2001, Kasus Jayawijaya pada 4 April tahun 2003 dan Kasus Paniai Berdarah pada 8 Desember tahun 2014,” jelas Frits kepada Cenderawasih Pos di wawancarai di ruang kerjanya, Senin (20/7) lalu. Harusnya kata Frits setelah semua telah dituntaskan, pihak kejaksaan agung langsung merespon untuk  dilanjutkan ke MA.

Baca Juga :  Ada Juga Warga Non Muslim yang Ikut Bayar Zakat

 Dan soal lokasi atau tempat dimana akan disidangkan menurut Frits hal tersebut tak penting sebab pengadilannya berbentuk ad hoc dan sudah disepakati tiga wilayah, barat, tengah dan timur.  “Apakah mau di Ambon, di Makassar atau di Papua itu tak masalah yang penting prosesnya berjalan. Ingat kita memiliki pengalaman pada 7 Desember tahun 2007 dan putusann adalah pengadilan tidak terbukti. Sebenarnya bukan seberapa lama putusan tetapi yang penting adalah proses penegakan hukumnya, ini yang harusnya dipahami,” beber Frits. 

 Ia menyayangkan soal semangat yang dimiliki Presiden yang tak sejalan dengan perangkat di bawahnya. Presiden   ketika itu sudah memanggil Menkopulhukam, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk mendengar arahan yang isinya segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Papua termasuk kasus HAM lainnya. “Dan arahan itu konkrit,” tegas Frits.  “Jadi tiga kasus di atas kami kategorikan pelanggaran HAM berat karena telah memenuhi unsur sistematis, terstruktur dan masive. Ada komando dan ada korban lain atau korban baru dan kami masih menuggu penuntasannya,” imbuhnya. (ade/wen) 

Baca Juga :  Wakapolda: Jangan Mencari Sponsorship Dari Manapun!

Berita Terbaru

Artikel Lainnya