Menurutnya aturan atau kebijakan yang diambil oleh kepala dinas tersebut tidak diperbolehkan. Karena itu, dia berharap dengan pemerintah yang baru saat ini di Pemkot Jayapura, maka semua pemotongan harus dipusatkan di RPH.
Terang Chris banyaknya Tempat Pemotongan Hewan ilegal dil uar RPH itu dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Untuk itu, ia mengatakan diperlukanmya ketegasan dari pemerintah, sebab kondisi saat ini menjadi kendala pihaknya untuk beroperasi.
“Itu perlu ada ketegasan dari pemerintah daerah melakukan peninjauan, bila perlu diberikan sanksi atau langsung ditutup untuk TPH (Tempat Pemotongan Hewan) ilegal yang ada di Kota Jayapura. Terkecuali yang izin resmi,” jelasnya.
Ia juga menyebut kendala lain yang dihadapi oleh pihak saat ini adalah anggaran. Sebelumnya, dana yang dianggarkan ke RPH mencapai Rp 300 juta hingga Rp 500 Juta per tahun, kemudian dipangkas menjadi Rp 100 Juta untuk operasional tahun 2024.
Karena dengan anggaran terbatas itu, RPH Poheram Yoka tidak bisa beroperasi hingga waktu yang tidak ditentukan.
Namun ada kabar gembira, menurut Chris, kemungkinan besar pada tahun ini RPH yang ia pimpin tersebut akan beroperasi, tetapi tidak maksimal karena keterbatasan anggaran. Hal itu ia sampaikan karena menurut informasi Pemerintah Kota Jayapura akan serius menangani RPH tersebut.
“Yang pasti tahun depan (2026) RPH Poheram Yoka akan beroperasi maksimal, karena dalam waktu dekat Pemkot akan gelar sosialisasi Perda terkait dengan penambahan retribusi daerah terkhusus dari RPH. Kita bisa buka tetapi tidak maksimal karena anggaran terbatas,” pungkasnya. (kar/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos