Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Pengusaha Muda Mulai Bidik Tim Saber Pungli

Terkait Dugaan Pemerasan di Pelabuhan Jayapura

JAYAPURA-Direktur  PT. Sinar Balado Papua, Yohanes Uyuto akhirnya mengambil langkah hukum atas dugaan pemerasan yang dialami di Pelabuhan Jayapura yang diduga dilakukan oleh oknum pimpinan PT Spil Jayapura. Kasus ini sejatinya sudah pernah dilaporkan ke Polresta namun kini masih berproses.

Selain ke polisi, kasus yang membuat Yohanes harus mengeluarkan uang tambahan sekitar Rp 280 juta ini juga dilaporkan ke pengadilan atas gugatan perdata, kemudian ke Kejaksaan Negeri Jayapura.

Tak hanya itu, Yohanes menduga praktik yang dialaminya juga pernah dialami pengusaha lainnya, sehingga ia berniat untuk melaporkan ini kepada tim saber pungli maupun Tim Pengendali Inflasi Daerah  (TPID). Tujuannya adalah menjadi titik terang apakah betul ada bentuk pungli yang skematis maupun bentuk pemerasan lainnya.

   “Tidak ada salahnya kita mencari kebenaran hukum. Saya hanya merasa aneh dengan kasus saya ini dan jangan – jangan ada korban lain, namun tidak pernah melapor. Kita coba bongkar semuanya saja,” kata Yohanes didampingi kuasa hukumnya, Chairul Siregar SH dan ibunya kepada wartawan di Jayapura, Jumat (19/5).

   Tak hanya mengajukan proses hukum terhadap pimpinan PT Spil, ia juga melaporkan pihak ekspedisi yang digunakan ke pihak kepolisian. Dikatakan bahwa awalnya ia mengirimkan 24 kontainer barang jualan untuk memenuhi kebutuhan Idul Fitri lalu.

  Ia menggunakan jasa ekspedisi PT. Fatir Samudera Makmur untuk pengiriman barang dari Surabaya ke Jayapura. “Itu pertengahan Januari 2023 dengan estimasi awal Februari 2023 sampai. Namun hingga akhir Februari tidak ada informasi apakah sudah sampai atau belum,” kata Yohanes.

  Pihak ekspedisi juga beralasan tidak masuk akal, kata Yohanes, mulai dari kapal rusak, kemudian kapal tertahan di Makassar maupun sistem dari Pelindo yang rusak. Endingnya setelah dicek ternyata barangnya sudah tertahan selama 28 hari tanpa info apapun kepada dirinya. Ini dianggap bisa jadi sebagai akal – akalan, karena ada biaya yang harus dibayarkan jika semakin lama kontainer tidak diambil.

Baca Juga :  Menparekraf Sandiaga Uno Lari Pagi Bersama Warga

   “Hanya saja kontainer saya tidak bisa keluar, ditahan oleh Spil dengan alasan pihak ekspedisi masih memiliki tunggakan piutang ke PT. SPIL sejumlah Rp 1,3 Miliar. Pertanyannya, hutang perusahaan lain kok barang saya ditahan. Lalu kalau ada masalah dengan perusahaan tersebut kenapa barang saya bisa dikirim dan sampai,” cecarnya.

   Ia juga heran, mengapa barangnya sampai ataupun ditahan juga tak ada informasi kepada pemilik barang. “Lalu anehnya hingga kini pihak Spil juga tidak pernah membuat laporan polisi terhadap perusahaan ekspedisi tersebut dan justru membebankan kepada kami pengguna jasa. Ini lucu,” singgungnya.

   Ia juga telah meminta KSOP melakukan mediasi antara Kepala Cabang SPIL Jayapura, Slamet Sampurno dengan PT Sinar Balado Papua serta PT Fatir Samudera Makmur, namun tidak mendapat solusi.

“Pak Slamet selalu berdalih jika uang Rp 276 juta atau yang dibulatkan dari pengeluaran lainnya menjadi Rp 280 juta ini dibayarkan ke pihak Tpil bukan Spil. Selain itu selalu berdalih memiliki legal atau pimpinan bernama bu Clarisa.

Disini mau saya jelaskan bahwa saya membayar Rp 276 juta ini sesuai petunjuk bu Clarisa tadi dan sesungguhnya saya tidak harus membayar apa – apa lagi, karena semua sudah lunas ke pihak ekspedisi Rp 500 juta lebih tapi ada beban Rp 276 juta yang harus saya bayarkan lagi dan sudah saya bayarkan,” jelas Yohanes.

   Namun anehnya meski sudah dilunasi  ternyata dari 20 kontainer yang tertahan sempat keluar 10 kontainer dan sisanya, 10 kontainer masih tertahan hingga sekarang. “Jelas kami rugi banyak karena di dalam 10 kontainer itu barang jualan kami sudah rusak semua. Kami sudah tidak bisa menjual produknya lagi jadi kami minta ganti rugi,” tegasnya.

Baca Juga :  APBD Perubahan TA 2022 Naik Rp 135 Miliar Lebih 

   Sementara pihak PT. Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) Cabang Jayapura membantah melakukan pemerasan dan semua tudingannya. Kepala Cabang PT. SPIL Jayapura, Slamet Sampurno mengatakan kronologis masalah ini pada awal mulanya itu dari PT. Fatir Samudera Makmur sebagai ekspedisi yang bermitra kerja dengan PT. Sinar Balado Papua.

   “Jadi, PT. Sinar Balado Papua membeli barang sembako melalui PT. Fatir Samudera Makmur dari Surabaya ke Jayapura via kapal PT. SPIL. Tapi ternyata PT. Fatir Samudera Makmur belum melakukan pembayaran biaya pengiriman via TPIL Logistics Surabaya,” ungkapnya.

   Pihak SPIL Jayapura menyatakan harus ada surat  Delivery Order (D.O) dan Bill of Lading (BL) atau bukti pengiriman dan pengambilan barang. “Jadi sebelum ada BL yang ditujukan dari ekspedisi PT. Fatir Samudera Makmur berarti pihaknya tidak bisa melayani D.O,” ujarnya.

Terkait yang berpiutang adalah PT Fatir namun pengguna jasa yang harus membayar dikatakan harusnya PT Sinar Balado menanyakan kepada pihak ekspedisi kapan barang yang tertahan dikeluarkan.

   Meski terkesan pengguna jasa yang dijadikan korban, namun  disini PT SPIL tetap menganggap bahwa pihaknya sempat mengeluarkan 10 kontainer dengan melihat urgensi.   

Sementara ditambahkan Yohanes bahwa pihaknya murni sebagai pengguna jasa dan sejatinya tak ada urusan dengan PT SPIL, namun ia malah disuruh membayar ratusan juta atas hutang pihak ekspedisi sehingga disitulah ia merasa ada pemerasan.

  “Kami tetap mengajukan proses hukum biar semua jelas. Nama kami di suplayer juga terganggu  akibat tidak bisa menyetok barang ditambah barang yang rusak dan masih disuruh membayar. Kami minta ini diusut agar ketahuan siapa yang bermain,” tutupnya. (ade/tri)

Terkait Dugaan Pemerasan di Pelabuhan Jayapura

JAYAPURA-Direktur  PT. Sinar Balado Papua, Yohanes Uyuto akhirnya mengambil langkah hukum atas dugaan pemerasan yang dialami di Pelabuhan Jayapura yang diduga dilakukan oleh oknum pimpinan PT Spil Jayapura. Kasus ini sejatinya sudah pernah dilaporkan ke Polresta namun kini masih berproses.

Selain ke polisi, kasus yang membuat Yohanes harus mengeluarkan uang tambahan sekitar Rp 280 juta ini juga dilaporkan ke pengadilan atas gugatan perdata, kemudian ke Kejaksaan Negeri Jayapura.

Tak hanya itu, Yohanes menduga praktik yang dialaminya juga pernah dialami pengusaha lainnya, sehingga ia berniat untuk melaporkan ini kepada tim saber pungli maupun Tim Pengendali Inflasi Daerah  (TPID). Tujuannya adalah menjadi titik terang apakah betul ada bentuk pungli yang skematis maupun bentuk pemerasan lainnya.

   “Tidak ada salahnya kita mencari kebenaran hukum. Saya hanya merasa aneh dengan kasus saya ini dan jangan – jangan ada korban lain, namun tidak pernah melapor. Kita coba bongkar semuanya saja,” kata Yohanes didampingi kuasa hukumnya, Chairul Siregar SH dan ibunya kepada wartawan di Jayapura, Jumat (19/5).

   Tak hanya mengajukan proses hukum terhadap pimpinan PT Spil, ia juga melaporkan pihak ekspedisi yang digunakan ke pihak kepolisian. Dikatakan bahwa awalnya ia mengirimkan 24 kontainer barang jualan untuk memenuhi kebutuhan Idul Fitri lalu.

  Ia menggunakan jasa ekspedisi PT. Fatir Samudera Makmur untuk pengiriman barang dari Surabaya ke Jayapura. “Itu pertengahan Januari 2023 dengan estimasi awal Februari 2023 sampai. Namun hingga akhir Februari tidak ada informasi apakah sudah sampai atau belum,” kata Yohanes.

  Pihak ekspedisi juga beralasan tidak masuk akal, kata Yohanes, mulai dari kapal rusak, kemudian kapal tertahan di Makassar maupun sistem dari Pelindo yang rusak. Endingnya setelah dicek ternyata barangnya sudah tertahan selama 28 hari tanpa info apapun kepada dirinya. Ini dianggap bisa jadi sebagai akal – akalan, karena ada biaya yang harus dibayarkan jika semakin lama kontainer tidak diambil.

Baca Juga :  Wali Kota dan Ondoafi Port Numbay Tak Setuju Pergerakan Massa

   “Hanya saja kontainer saya tidak bisa keluar, ditahan oleh Spil dengan alasan pihak ekspedisi masih memiliki tunggakan piutang ke PT. SPIL sejumlah Rp 1,3 Miliar. Pertanyannya, hutang perusahaan lain kok barang saya ditahan. Lalu kalau ada masalah dengan perusahaan tersebut kenapa barang saya bisa dikirim dan sampai,” cecarnya.

   Ia juga heran, mengapa barangnya sampai ataupun ditahan juga tak ada informasi kepada pemilik barang. “Lalu anehnya hingga kini pihak Spil juga tidak pernah membuat laporan polisi terhadap perusahaan ekspedisi tersebut dan justru membebankan kepada kami pengguna jasa. Ini lucu,” singgungnya.

   Ia juga telah meminta KSOP melakukan mediasi antara Kepala Cabang SPIL Jayapura, Slamet Sampurno dengan PT Sinar Balado Papua serta PT Fatir Samudera Makmur, namun tidak mendapat solusi.

“Pak Slamet selalu berdalih jika uang Rp 276 juta atau yang dibulatkan dari pengeluaran lainnya menjadi Rp 280 juta ini dibayarkan ke pihak Tpil bukan Spil. Selain itu selalu berdalih memiliki legal atau pimpinan bernama bu Clarisa.

Disini mau saya jelaskan bahwa saya membayar Rp 276 juta ini sesuai petunjuk bu Clarisa tadi dan sesungguhnya saya tidak harus membayar apa – apa lagi, karena semua sudah lunas ke pihak ekspedisi Rp 500 juta lebih tapi ada beban Rp 276 juta yang harus saya bayarkan lagi dan sudah saya bayarkan,” jelas Yohanes.

   Namun anehnya meski sudah dilunasi  ternyata dari 20 kontainer yang tertahan sempat keluar 10 kontainer dan sisanya, 10 kontainer masih tertahan hingga sekarang. “Jelas kami rugi banyak karena di dalam 10 kontainer itu barang jualan kami sudah rusak semua. Kami sudah tidak bisa menjual produknya lagi jadi kami minta ganti rugi,” tegasnya.

Baca Juga :  Dinkes Pastikan Faskes dan Stok Obat Aman

   Sementara pihak PT. Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) Cabang Jayapura membantah melakukan pemerasan dan semua tudingannya. Kepala Cabang PT. SPIL Jayapura, Slamet Sampurno mengatakan kronologis masalah ini pada awal mulanya itu dari PT. Fatir Samudera Makmur sebagai ekspedisi yang bermitra kerja dengan PT. Sinar Balado Papua.

   “Jadi, PT. Sinar Balado Papua membeli barang sembako melalui PT. Fatir Samudera Makmur dari Surabaya ke Jayapura via kapal PT. SPIL. Tapi ternyata PT. Fatir Samudera Makmur belum melakukan pembayaran biaya pengiriman via TPIL Logistics Surabaya,” ungkapnya.

   Pihak SPIL Jayapura menyatakan harus ada surat  Delivery Order (D.O) dan Bill of Lading (BL) atau bukti pengiriman dan pengambilan barang. “Jadi sebelum ada BL yang ditujukan dari ekspedisi PT. Fatir Samudera Makmur berarti pihaknya tidak bisa melayani D.O,” ujarnya.

Terkait yang berpiutang adalah PT Fatir namun pengguna jasa yang harus membayar dikatakan harusnya PT Sinar Balado menanyakan kepada pihak ekspedisi kapan barang yang tertahan dikeluarkan.

   Meski terkesan pengguna jasa yang dijadikan korban, namun  disini PT SPIL tetap menganggap bahwa pihaknya sempat mengeluarkan 10 kontainer dengan melihat urgensi.   

Sementara ditambahkan Yohanes bahwa pihaknya murni sebagai pengguna jasa dan sejatinya tak ada urusan dengan PT SPIL, namun ia malah disuruh membayar ratusan juta atas hutang pihak ekspedisi sehingga disitulah ia merasa ada pemerasan.

  “Kami tetap mengajukan proses hukum biar semua jelas. Nama kami di suplayer juga terganggu  akibat tidak bisa menyetok barang ditambah barang yang rusak dan masih disuruh membayar. Kami minta ini diusut agar ketahuan siapa yang bermain,” tutupnya. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya