Saturday, April 20, 2024
26.7 C
Jayapura

Banyak Peralatan di Pasar Mama-mama Rusak

Kondisi Pasar  mama-mama Papua yang berada di Jalan Percetakan perlu ditata lebih serius lagi, pasalnya hanya lantai dasar saja yang punya geliat transaksi jual beli, sedangkan lantai  3 tak ada yang berminat untuk ke lantai tersebut. Selain itu fasilitas yang ada rusak dan belum diperbaiki. ( FOTO : Gamel/Cenderawasih Pos )

Frengky : Jika Mati Lampu Sudah Seperti Malam Kudus

JAYAPURA – Pasar  mama-mama Papua lama tak terdengar kabarnya. Semangat pembangunannya kini tak sebanding dengan kondisi di lapangan. Walau sempat  menjadi polemik karena tak kunjung dibangun. Bahkan sampai 16 tahun lamanya kondisi  pasar ini terlihat butuh penanganan lain. Pasalnya dari empat lantai  yang disiapkan ternyata yang hanya maksimal digunakan adalah 2 lantai. Selebihnya lebih sering sepi. 

 Disperindagkop Pemkot Jayapura yang menangani ini perlu mencari cara agar seluruh lantai bisa digunakan sebagaimana fungsinya. Koordinator Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Frengky Waren mengakui bahwa lantai 3 pasar memang sepi. Karenanya pihaknya sebagai pndamping mencoba mensiasati dengan  mengadakan berbagai event di lokasi tersebut. Sedangkan di lantai 4 masih wilayah BUMN. “Lantai 3 sebenarnya digunakan untuk foodcourt dan kerajinan tangan namun karena fasilitas belum ada akhirnya terlihat sepi dan memang kurang orang yang mau naik,” bebernya. 

Baca Juga :  Diambil Sumpah, Para Advokad Diminta Jaga Kepercayaan

 Selain itu di lantai 3 ini belum ada fasilitas seperti keran air bersih dan saluran pembuangan sehingga sementara warung makan masih bertahan di lantai 1 dan 2. Ia menyebut sebelumnya lantai 2 juga sepi namun setelah pedagang ikan asar  dinaikkan akhirnya terlihat ramai. “Untuk air dan sarana WC lainnya aman karena ada  PDAM dan sumur bor.  Namun masih ada beberapa yang menjadi masalah,” jelas Frengky. Ia menyebut beberapa persoalan tersebut adalah tak maksimalnya CCVT,   mesin genset yang rusak dan fasilitas untuk foodcourt atau warung belum ada hingga sekarang. “Untuk genset alat otomatnya rusak karena sudah 2 tahun tidak dibersihkan sehingga kalau mati lampu, pasar ini juga seperti malam kudus,” ucapnya. 

Baca Juga :  Satu Tahun, Frans Pekey Bawa Sejumlah Perubahan

 Sementara Radius Simbolon, anggota Komisi III DPR Papua menyampaikan bahwa persoalan pasar ini perlu diperhatikan DPR Kota maupun Dinas Perindagkop. Gedung yang dibangun dengan anggaran CSR BUMN Rp 30 miliar  ini perlu dicek apa saja yang dianggap tak maksimal. “Kalau sepi di lantai atasnya saya pikir betul juga nah ini yang perlu diterulusi kenapa sepi,” beber Radius.  “Bisa saja karena lantai 4 terlalu jauh ke atas dan masyarakat kita belum terbiasa dengan kondisi pasar berlantai tingkat. Tapi saat minta dibangun dulu seharusnya ini sudah tidak lagi menjadi persoalan,” pungkasnya. (ade/wen) 

Kondisi Pasar  mama-mama Papua yang berada di Jalan Percetakan perlu ditata lebih serius lagi, pasalnya hanya lantai dasar saja yang punya geliat transaksi jual beli, sedangkan lantai  3 tak ada yang berminat untuk ke lantai tersebut. Selain itu fasilitas yang ada rusak dan belum diperbaiki. ( FOTO : Gamel/Cenderawasih Pos )

Frengky : Jika Mati Lampu Sudah Seperti Malam Kudus

JAYAPURA – Pasar  mama-mama Papua lama tak terdengar kabarnya. Semangat pembangunannya kini tak sebanding dengan kondisi di lapangan. Walau sempat  menjadi polemik karena tak kunjung dibangun. Bahkan sampai 16 tahun lamanya kondisi  pasar ini terlihat butuh penanganan lain. Pasalnya dari empat lantai  yang disiapkan ternyata yang hanya maksimal digunakan adalah 2 lantai. Selebihnya lebih sering sepi. 

 Disperindagkop Pemkot Jayapura yang menangani ini perlu mencari cara agar seluruh lantai bisa digunakan sebagaimana fungsinya. Koordinator Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Frengky Waren mengakui bahwa lantai 3 pasar memang sepi. Karenanya pihaknya sebagai pndamping mencoba mensiasati dengan  mengadakan berbagai event di lokasi tersebut. Sedangkan di lantai 4 masih wilayah BUMN. “Lantai 3 sebenarnya digunakan untuk foodcourt dan kerajinan tangan namun karena fasilitas belum ada akhirnya terlihat sepi dan memang kurang orang yang mau naik,” bebernya. 

Baca Juga :  Mulai Dari Periksa Silpa 2018 Hingga Kaji Badan Otorisasi Otsus

 Selain itu di lantai 3 ini belum ada fasilitas seperti keran air bersih dan saluran pembuangan sehingga sementara warung makan masih bertahan di lantai 1 dan 2. Ia menyebut sebelumnya lantai 2 juga sepi namun setelah pedagang ikan asar  dinaikkan akhirnya terlihat ramai. “Untuk air dan sarana WC lainnya aman karena ada  PDAM dan sumur bor.  Namun masih ada beberapa yang menjadi masalah,” jelas Frengky. Ia menyebut beberapa persoalan tersebut adalah tak maksimalnya CCVT,   mesin genset yang rusak dan fasilitas untuk foodcourt atau warung belum ada hingga sekarang. “Untuk genset alat otomatnya rusak karena sudah 2 tahun tidak dibersihkan sehingga kalau mati lampu, pasar ini juga seperti malam kudus,” ucapnya. 

Baca Juga :  SMA PGRI Terancam Krisis Siswa

 Sementara Radius Simbolon, anggota Komisi III DPR Papua menyampaikan bahwa persoalan pasar ini perlu diperhatikan DPR Kota maupun Dinas Perindagkop. Gedung yang dibangun dengan anggaran CSR BUMN Rp 30 miliar  ini perlu dicek apa saja yang dianggap tak maksimal. “Kalau sepi di lantai atasnya saya pikir betul juga nah ini yang perlu diterulusi kenapa sepi,” beber Radius.  “Bisa saja karena lantai 4 terlalu jauh ke atas dan masyarakat kita belum terbiasa dengan kondisi pasar berlantai tingkat. Tapi saat minta dibangun dulu seharusnya ini sudah tidak lagi menjadi persoalan,” pungkasnya. (ade/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya