Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Stop Lempar Masalah ke Pusat, Di sini Ada Penyelenggara Pemerintahan

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI. Herman Asaribab, bersama Wakil Wali kota Jayapura Rustan Saru, Bupati Mamberamo Tengah, Ham Pagawak dan tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh Perempuan dan tokoh Pemuda dalam Sarasehan Nasional Rabu (16/10) kemarin ( FOTO : Elfira Halifa/Cenderawasih Pos )

Pendekatan Adat Sangat Penting untuk Bangun Kembali Harmoni Papua

JAYAPURA-  Menyikapi ragam permasalahan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini, maka perlu dilakukan dialog jangka panjang antara Papua dengan Pemerintah Pusat. Hal ini tak lain adalah untuk mewujudkan harmoni di seluruh pelosok Papua.

 Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw memadang perlunya blusukan sebagaimana yang dilakukan dirinya beberapa waktu di Wamena. Sebab buat apa jadi pejabat kalau tidak pernah bersentuhan dengan masyarakat di bawah.

 “Ketika ada problem atau sebelum ada problem, kita harus sentuh langsung kepada masyarakat yang mungkin merindukan sosok-sosok pemimpin itu,” ucap Kapolda ketika menjadi narasumber Sarasehan Nasional dengan tema “Bersama Pulihkan Harmoni Papua” yang diselenggarakan LPP RRI Jayapura, Rabu (16/10) kemarin. 

 Kapolda tak sendiri, dalam dialog Sarasehan Nasional itu, turut hadir Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI. Herman Asaribab, Wakil Walikota Rustan Saru, Bupati Mamberamo Tengah, Ham Pagawak dan tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh Perempuan dan tokoh Pemuda.

 Bicara mengenai problem Papua, mantan Kapolres Mimika ini melihat dari sisi penyelenggara. Di Papua ada tiga, yakni Pemda, DPR dan MRP yang terdiri dari tiga komponen yakni adat, perempuan dan agama.

“Kalau tiga komponen ini bekerja dengan sungguh-sungguh, kita yang lain tidur saja tidak usah repot. Karena itu perannya. Bicara tentang sebuah program ada di sini. Bicara tentang anggaran juga ada, terus masyarakat sekarang mengeluh melempar persoalan ke pusat, lalu apa fungsi penyelenggara di sini,” terang Kapolda.

 Menurutnya, kita tidak boleh lagi berteriak minta pusat terus, karena di sini ada penyelenggara. Kita lihat saja, Wali Kota Jayapura dan Bupati Mamteng ini contohnya selalu ada di TKP, tapi masih ada kepala daerah lain yang tidak pernah kelihatan dan sulit kita temui.

Baca Juga :  Yayasan Berjanji Selesaikan Permasalahan USTJ

 “Kuncinya ada di penyelenggara negara, mau bicara soal adat kah, sosial kah, persoalan ekonomi, nasionalisme atau lainnya itu ada di penyelenggara. Jadi seorang pemimpin itu harus memiliki jiwa Pancasila yang sejati. Masyarakat akan contohi dan teladani pemimpinnya,” tegasnya. 

 Di tempat yang sama, Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab mengaku TNI memiliki program pendekatan teritorial. Dengan begitu, kita bisa melihat fakta di lapangan dan bisa langsung mengambil keputusan disitu, keputusan yang mungkin level kebijakan atau mungkin level teknis. Seperti kejadian di Wamena, level kebijakan Panglima TNI sudah berikan fasilitas hercules bagi warga di sana. 

“Berbicara masalah Papua pasti banyak sudut pandang yang berbeda, tapi yang jelas tujuannya sama yakni ingin membangun kembali harmoni di Papua. Jadi berbicara masalah Papua yang pertama adalah masalah keamanan dan metode pendekatan yang digunakan. Oleh sebab itu, mungkin perlu motode pendekatan yang lebih baik kedepan,” tuturnya.

Sementara itu, Wakil Walikota Jayapura, Rustan Saru mengatakan perlunya dialog jangka panjang antara Papua dengan Pemerintah Pusat untuk mewujudkan harmoni di seluruh pelosok Papua. Ia menilai selama ini sudah banyak perhatian dari Pemerintah Pusat bagi Papua, tapi masih perlu komunikasi yang lebih meluas untuk mengidentifikasi masalah di Papua dan menjawab persoalan itu sehingga kedepan harmoni itu bisa terwujud dan tidak ada lagi persoalan kemanusian, politik, rasis dan terwujud kerukunan atau kedamaian itu.

 Di tempat yang sama, Rektor IAIN Fattahul Muluk, Dr. H. Idrus Alhamid menuturkan, fenomena di Papua yang diberitakan selama ini harus direkonstruksi dengan paradigma yang betul-betul menyentuh aspek adat. Artinya polarisasi kearifan lokal itu adalah nilai nilai yang tidak ada pada daerah lain.

Baca Juga :  Rusak Akibat Gempa, Puskesmas Twano Bakal Dibangun Ulang

Sementara itu, Tokoh Agama Pdt Fredy Toam memandang, nilai dasar secara nasional mulai lama ditinggalkan dan orang mulai menganut nilai-nilai baru, sehingga muncul perbedaan dan konflik. Supaya terwujudnya harmoni, nilai-nilai ini harus disamakan.

“Jika nilai itu sama, kita akan jadi satu komunitas yang baik. Nilai damai itu, contohnya agama yang merupakan salah satu nilai jati diri kita dan budaya sebagai harga diri kita, maka kita kuatkan supaya masyarakat kita dikuatkan,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Kepala Suku Lapago Malaekat Alfius Tabuni mengatakan, pendekatan adat sangat penting untuk membangun kembali harmoni Papua. Papua miniatur Indonesia. Jadi kalau Papua damai Indonesia damai.

“Kami minta Presiden RI menggelar dialog atau duduk bersama pasca dilantik dengan seluruh elemen masyarakat di Papua. Papua adalah bagian dari NKRI, jadi Presiden harus datang ke Papua langsung untuk berdialog dengan masyarakat,” tuturnya.

Bupati Mamteng, Ham Pagawak sebagai Wakil Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan mengklaim sebenarnya dari awal seluruh orang Papua harus melakukan pemulihan dari Papua, bukan diundang ke jakarta mewakili ras, suku atau agama.

“Masalah di Papua tidak bisa dibicarakan di Jakarta. Bicarakan di Papua setelah itu baru minta Presiden untuk menanggapi, jadi Presiden harus datang ke Papua untuk selesaikan masalah di Papua,” katanya.

Sementara itu, LSM Perempuan Rori Marwani Ehha mengungkapkan, harmoni di Papua harus diwujudkan bersama, artinya bukan Pemerintah, militer, pimpinan, tapi masyarakat juga harus bicara, bukan laki laki saja, tapi perempuan juga.  (fia/wen)

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI. Herman Asaribab, bersama Wakil Wali kota Jayapura Rustan Saru, Bupati Mamberamo Tengah, Ham Pagawak dan tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh Perempuan dan tokoh Pemuda dalam Sarasehan Nasional Rabu (16/10) kemarin ( FOTO : Elfira Halifa/Cenderawasih Pos )

Pendekatan Adat Sangat Penting untuk Bangun Kembali Harmoni Papua

JAYAPURA-  Menyikapi ragam permasalahan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini, maka perlu dilakukan dialog jangka panjang antara Papua dengan Pemerintah Pusat. Hal ini tak lain adalah untuk mewujudkan harmoni di seluruh pelosok Papua.

 Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw memadang perlunya blusukan sebagaimana yang dilakukan dirinya beberapa waktu di Wamena. Sebab buat apa jadi pejabat kalau tidak pernah bersentuhan dengan masyarakat di bawah.

 “Ketika ada problem atau sebelum ada problem, kita harus sentuh langsung kepada masyarakat yang mungkin merindukan sosok-sosok pemimpin itu,” ucap Kapolda ketika menjadi narasumber Sarasehan Nasional dengan tema “Bersama Pulihkan Harmoni Papua” yang diselenggarakan LPP RRI Jayapura, Rabu (16/10) kemarin. 

 Kapolda tak sendiri, dalam dialog Sarasehan Nasional itu, turut hadir Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI. Herman Asaribab, Wakil Walikota Rustan Saru, Bupati Mamberamo Tengah, Ham Pagawak dan tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh Perempuan dan tokoh Pemuda.

 Bicara mengenai problem Papua, mantan Kapolres Mimika ini melihat dari sisi penyelenggara. Di Papua ada tiga, yakni Pemda, DPR dan MRP yang terdiri dari tiga komponen yakni adat, perempuan dan agama.

“Kalau tiga komponen ini bekerja dengan sungguh-sungguh, kita yang lain tidur saja tidak usah repot. Karena itu perannya. Bicara tentang sebuah program ada di sini. Bicara tentang anggaran juga ada, terus masyarakat sekarang mengeluh melempar persoalan ke pusat, lalu apa fungsi penyelenggara di sini,” terang Kapolda.

 Menurutnya, kita tidak boleh lagi berteriak minta pusat terus, karena di sini ada penyelenggara. Kita lihat saja, Wali Kota Jayapura dan Bupati Mamteng ini contohnya selalu ada di TKP, tapi masih ada kepala daerah lain yang tidak pernah kelihatan dan sulit kita temui.

Baca Juga :  Minta OPD Genjot Penyerapan Dana Otsus

 “Kuncinya ada di penyelenggara negara, mau bicara soal adat kah, sosial kah, persoalan ekonomi, nasionalisme atau lainnya itu ada di penyelenggara. Jadi seorang pemimpin itu harus memiliki jiwa Pancasila yang sejati. Masyarakat akan contohi dan teladani pemimpinnya,” tegasnya. 

 Di tempat yang sama, Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab mengaku TNI memiliki program pendekatan teritorial. Dengan begitu, kita bisa melihat fakta di lapangan dan bisa langsung mengambil keputusan disitu, keputusan yang mungkin level kebijakan atau mungkin level teknis. Seperti kejadian di Wamena, level kebijakan Panglima TNI sudah berikan fasilitas hercules bagi warga di sana. 

“Berbicara masalah Papua pasti banyak sudut pandang yang berbeda, tapi yang jelas tujuannya sama yakni ingin membangun kembali harmoni di Papua. Jadi berbicara masalah Papua yang pertama adalah masalah keamanan dan metode pendekatan yang digunakan. Oleh sebab itu, mungkin perlu motode pendekatan yang lebih baik kedepan,” tuturnya.

Sementara itu, Wakil Walikota Jayapura, Rustan Saru mengatakan perlunya dialog jangka panjang antara Papua dengan Pemerintah Pusat untuk mewujudkan harmoni di seluruh pelosok Papua. Ia menilai selama ini sudah banyak perhatian dari Pemerintah Pusat bagi Papua, tapi masih perlu komunikasi yang lebih meluas untuk mengidentifikasi masalah di Papua dan menjawab persoalan itu sehingga kedepan harmoni itu bisa terwujud dan tidak ada lagi persoalan kemanusian, politik, rasis dan terwujud kerukunan atau kedamaian itu.

 Di tempat yang sama, Rektor IAIN Fattahul Muluk, Dr. H. Idrus Alhamid menuturkan, fenomena di Papua yang diberitakan selama ini harus direkonstruksi dengan paradigma yang betul-betul menyentuh aspek adat. Artinya polarisasi kearifan lokal itu adalah nilai nilai yang tidak ada pada daerah lain.

Baca Juga :  Yayasan Berjanji Selesaikan Permasalahan USTJ

Sementara itu, Tokoh Agama Pdt Fredy Toam memandang, nilai dasar secara nasional mulai lama ditinggalkan dan orang mulai menganut nilai-nilai baru, sehingga muncul perbedaan dan konflik. Supaya terwujudnya harmoni, nilai-nilai ini harus disamakan.

“Jika nilai itu sama, kita akan jadi satu komunitas yang baik. Nilai damai itu, contohnya agama yang merupakan salah satu nilai jati diri kita dan budaya sebagai harga diri kita, maka kita kuatkan supaya masyarakat kita dikuatkan,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Kepala Suku Lapago Malaekat Alfius Tabuni mengatakan, pendekatan adat sangat penting untuk membangun kembali harmoni Papua. Papua miniatur Indonesia. Jadi kalau Papua damai Indonesia damai.

“Kami minta Presiden RI menggelar dialog atau duduk bersama pasca dilantik dengan seluruh elemen masyarakat di Papua. Papua adalah bagian dari NKRI, jadi Presiden harus datang ke Papua langsung untuk berdialog dengan masyarakat,” tuturnya.

Bupati Mamteng, Ham Pagawak sebagai Wakil Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan mengklaim sebenarnya dari awal seluruh orang Papua harus melakukan pemulihan dari Papua, bukan diundang ke jakarta mewakili ras, suku atau agama.

“Masalah di Papua tidak bisa dibicarakan di Jakarta. Bicarakan di Papua setelah itu baru minta Presiden untuk menanggapi, jadi Presiden harus datang ke Papua untuk selesaikan masalah di Papua,” katanya.

Sementara itu, LSM Perempuan Rori Marwani Ehha mengungkapkan, harmoni di Papua harus diwujudkan bersama, artinya bukan Pemerintah, militer, pimpinan, tapi masyarakat juga harus bicara, bukan laki laki saja, tapi perempuan juga.  (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya