Kalah Bersaing, Pedagang Cigombong Minta Kebijakan
Para pedagang di Pasar Cigombong ketika menyampaikan uneg-uneg mereka soal pembatasan waktu berjualan yang dianggap tidak menguntungkan bahkan merugikan mereka. Mereka berharap Pasar Youtefa bisa tutup lebih awal agar mereka kebagian rejeki. (Gamel Cepos)
JAYAPURA – Sejumlah pedagang di Pasar Cikombong Kotaraja mengeluhkan sepinya pembeli pasca pembatasan aktifitas pasar maupun pertokoan dan pusat perbelanjaan. Saat ini seluruh pedagang dilarang beroperasi di atas pukul 18.00 WIT padahal jam segitulah masyarakat mulai keluar berbelanja. Jika ini terus berlanjut maka para pedagang memastikan akan ada banyak penjual yang gulung tikar. Mereka bisa bernafas apabila ada kebijakan yang dianggap cukup adil.
“Jadi kalau semua diminta tutup jam 6 sore maka kami yang di pasar kecil ini yang merasa dirugikan. Soalnya orang pasti akan berbelanja di pasar kecil. Nah ketika kami berjualan ternyata sepi pembeli karena memang biasanya jam 6 sore baru masyarakat datang ke pasar ini. Tapi ini justru disuruh tutup jam 6 sorenya,” jelas Bu Wayan yang berjualan perlengkapan dapur saat ditemui di Pasar Cikombong, Selasa (14/4). Ia tak sendiri tetapi ada beberapa pedagang asli Papua lainnya yang juga mengeluhkan hal serupa.
Ibu Tince misalnya yang hanya berjualan sayur, ia menyebut bahwa setelah pembatasan ternyata pembeli jauh merosot. Dari modal Rp 400 ribu ia hanya bisa kembali modal Rp 150 ribu. Artinya ia tekor/rugi Rp 250 ribu. “Kami coba bukan lebih awal ternyata sama saja karena orang lebih banyak membeli di Pasar Youtefa dan kalau disana tutup baru mereka akan kesini,” jelasnya. Ia menyebut bahwa perdagangan bisa sedikit hidup jika Pasar Youtefa bisa tutup lebih awal. Sama seperti Pasar Hamadi yang tutup pukul 14.00 WIT.
“Kalau di Youtefa tutup jam 2 siang itu pasti berubah. Ditempat kami masih ada pembeli, tapi kalau sama-sama ditutup jam 6 artinya kami sudah kalah lebih dulu,” jelas Tince diiyakan pedagang lainnya, Yulsanti. Mereka berharap ada kebijakan yang lebih adil agar mereka juga bisa kebagian rejeki. “Dalam sehari kami kadang bisa mendapatkan Rp 2-3 juta tapi saat ini untuk dapat Rp 500 ribu saja sulit sekali,” imbuh Tince. (ade/wen)
Para pedagang di Pasar Cigombong ketika menyampaikan uneg-uneg mereka soal pembatasan waktu berjualan yang dianggap tidak menguntungkan bahkan merugikan mereka. Mereka berharap Pasar Youtefa bisa tutup lebih awal agar mereka kebagian rejeki. (Gamel Cepos)
JAYAPURA – Sejumlah pedagang di Pasar Cikombong Kotaraja mengeluhkan sepinya pembeli pasca pembatasan aktifitas pasar maupun pertokoan dan pusat perbelanjaan. Saat ini seluruh pedagang dilarang beroperasi di atas pukul 18.00 WIT padahal jam segitulah masyarakat mulai keluar berbelanja. Jika ini terus berlanjut maka para pedagang memastikan akan ada banyak penjual yang gulung tikar. Mereka bisa bernafas apabila ada kebijakan yang dianggap cukup adil.
“Jadi kalau semua diminta tutup jam 6 sore maka kami yang di pasar kecil ini yang merasa dirugikan. Soalnya orang pasti akan berbelanja di pasar kecil. Nah ketika kami berjualan ternyata sepi pembeli karena memang biasanya jam 6 sore baru masyarakat datang ke pasar ini. Tapi ini justru disuruh tutup jam 6 sorenya,” jelas Bu Wayan yang berjualan perlengkapan dapur saat ditemui di Pasar Cikombong, Selasa (14/4). Ia tak sendiri tetapi ada beberapa pedagang asli Papua lainnya yang juga mengeluhkan hal serupa.
Ibu Tince misalnya yang hanya berjualan sayur, ia menyebut bahwa setelah pembatasan ternyata pembeli jauh merosot. Dari modal Rp 400 ribu ia hanya bisa kembali modal Rp 150 ribu. Artinya ia tekor/rugi Rp 250 ribu. “Kami coba bukan lebih awal ternyata sama saja karena orang lebih banyak membeli di Pasar Youtefa dan kalau disana tutup baru mereka akan kesini,” jelasnya. Ia menyebut bahwa perdagangan bisa sedikit hidup jika Pasar Youtefa bisa tutup lebih awal. Sama seperti Pasar Hamadi yang tutup pukul 14.00 WIT.
“Kalau di Youtefa tutup jam 2 siang itu pasti berubah. Ditempat kami masih ada pembeli, tapi kalau sama-sama ditutup jam 6 artinya kami sudah kalah lebih dulu,” jelas Tince diiyakan pedagang lainnya, Yulsanti. Mereka berharap ada kebijakan yang lebih adil agar mereka juga bisa kebagian rejeki. “Dalam sehari kami kadang bisa mendapatkan Rp 2-3 juta tapi saat ini untuk dapat Rp 500 ribu saja sulit sekali,” imbuh Tince. (ade/wen)