Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

Pemekaran Bukan Solusi Bagi Masyarakat Papua

Wakol Yelipele:  Otsus Sudah 20 Tahun, Tidak Ada Kesejahteraab bagi OAP

JAYAPURA- Rencana kehadiran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua merupakan salah satu isu hangat yang diperbincangkan saat ini oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Papua.

Ketua Komda PMKRI Regio Papua, Benedictus Bame, S.T

Wacana pemekaran ini telah ditanggapi oleh berbagai pihak, salah satunya dari Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) Komisariat Daerah (Komda) Regio Papua yang menilai bahwa kehadiran pemekaran bukan solusi bagi masyarakat Papua.

“Berbagai hal negatif yang terjadi saat pemekaran tentu menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat Papua, sehingga mereka menilai bahwa pemekaran bukan solusi yang baik bagi masyarakat Papua,” ungkap Ketua Komda PMKRI Regio Papua, Benedictus Bame, S.T kepada Cenderawasih Pos di Kotaraja Sabtu (13/3) lalu.

Benedictus menjelaskan bahwa kehadiran pemekaran di Provinsi Papua tentu ada dampak positif dan negatif yang dirasakan langsung oleh masyarakat Papua. Untuk dampak positif tentu akan membuka akses pelayanan publik dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, dari segi negatif justru bisa mendatangkan arus transmigrasi masyarakat dari luar Papua yang dapat menguasai berbagai sektor di wilayah-wilayah pemekaran yang saat ini sedang terjadi.

Oleh karena itu, kata Benedictus kehadiran pemekaran justru menimbulkan konflik berkepanjangan karena adanya perbedaan kepentingan dan pemekaran justru membuka ruang seluas-luasnya bagi orang dari luar Papua untuk dapat mengisi berbagai sektor di Papua.

Baca Juga :  Penyerapan Keuangan Harus Digenjot

“Pemekaran ini juga sedang menghabiskan segala kekayaan alam yang ada di Papua. Perputaran ekonomi, perputaran uang tidak di sini, tetapi justru di luar. Semakin banyak daerah dibuka justru orang hanya berinvestasi dan mengambil hasil lalu keluar, sehingga yang ada hanya kemiskinan yang dirasakan,” ujarnya.

Berdasarkan hal-hal inilah, Benedictus menyampaikan, pemekaran justru membuat orang Papua merasa bahwa pemekaran bukan lagi sebuah solusi, tetapi justru menjadi sebuah derita yang cukup besar bagi orang Papua, khususnya OAP yang ada di Papua. “Jadi, pemekaran bukan lagi menjadi solusi, tetapi menjadi sebuah derita yang cukup besar bagi orang Papua yang ada di Papua,” pungkasnya.

  Sedangkan Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura, Wakol Yelipele menilai bahwa kehadiran Otonomi Khusus (Otsus) selama 20 tahun bagi Provinsi Papua dan Papua Barat belum memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat Papua.  “Kehadiran Otsus sejak tahun 2001 sampai tahun 2021 ini tidak ada kesejahteraan bagi orang asli Papua (OAP),” katanya Sabtu (13/3) lalu.

Menurut Wakol, meskipun sudah 20 tahun perjalanan Otsus di bumi cenderawasih, tetapi faktanya sampai saat ini pelayanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak Papua dan beberapa sektor lainnya tidak gratis alias harus membayar. Padahal, anggaran Otsus bagi Papua tidak sedikit setiap tahunnya.

Baca Juga :  Selama Sebulan, Situasi Kamtibmas di Abepura Kondusif

Oleh karena itu, kata Wakol hal ini justru menjadi polemik di tengah-tengah berakhirnya UU Otsus yang selama ini telah menemani dan menghiasi perjalanan OAP selama 20 tahun ini. Dimana ada kelompok masyarakat yang menolak dan ada juga kelompok yang ingin agar Otsus dilanjutkan.

“Kami melihat persoalan ini sebagai mahasiswa atau intelektual, kami menyatukan persepsi, mendiskusikan persoalan ini, sehingga kehadiran Otsus ini benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di Papua,” ucapnya.”Hari ini kita di beberapa daerah, misalnya Kota Jayapura dari segi ekonomi OAP masih begitu-begitu saja, meskipun sudah ada Otsus. Jadi, kami mau menyatakan Otsus gagal,” ujarnya.

“Kita lihat juga kewenangan tidak diberikan sepenuhnya dalam pelaksanaan Otsus kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten/Kota yang ada di Papuya. Artinya Otsus diberikan, tetapi ekor dari Otsus masih dipegang oleh pemerintah pusat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Seminar dan Konfercab PMKRI Cabang Jayapura, mengatakan, dalam Seminar dan Konfercab pihaknya sudah mendiskusikan mengenai Otsus dan telah dibagikan kelompok sesuai dengan bidang masing-masing seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur dan lain sebagainya.

Hasil diskusi dari masing-masing bidang ini telah dirumuskan dan akan ditulis secara baik, sehingga nanti dipadukan bersama kegiatan seminar dan konfercab ini, sehingga akan diberikan masukan kepada pemerintah provinsi dalam melihat pelaksanaan Otsus di bumi cenderawasih.  (bet/wen)

Wakol Yelipele:  Otsus Sudah 20 Tahun, Tidak Ada Kesejahteraab bagi OAP

JAYAPURA- Rencana kehadiran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua merupakan salah satu isu hangat yang diperbincangkan saat ini oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Papua.

Ketua Komda PMKRI Regio Papua, Benedictus Bame, S.T

Wacana pemekaran ini telah ditanggapi oleh berbagai pihak, salah satunya dari Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) Komisariat Daerah (Komda) Regio Papua yang menilai bahwa kehadiran pemekaran bukan solusi bagi masyarakat Papua.

“Berbagai hal negatif yang terjadi saat pemekaran tentu menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat Papua, sehingga mereka menilai bahwa pemekaran bukan solusi yang baik bagi masyarakat Papua,” ungkap Ketua Komda PMKRI Regio Papua, Benedictus Bame, S.T kepada Cenderawasih Pos di Kotaraja Sabtu (13/3) lalu.

Benedictus menjelaskan bahwa kehadiran pemekaran di Provinsi Papua tentu ada dampak positif dan negatif yang dirasakan langsung oleh masyarakat Papua. Untuk dampak positif tentu akan membuka akses pelayanan publik dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, dari segi negatif justru bisa mendatangkan arus transmigrasi masyarakat dari luar Papua yang dapat menguasai berbagai sektor di wilayah-wilayah pemekaran yang saat ini sedang terjadi.

Oleh karena itu, kata Benedictus kehadiran pemekaran justru menimbulkan konflik berkepanjangan karena adanya perbedaan kepentingan dan pemekaran justru membuka ruang seluas-luasnya bagi orang dari luar Papua untuk dapat mengisi berbagai sektor di Papua.

Baca Juga :  Kenaikan Pajak Disesuaikan dengan Aturan Pusat

“Pemekaran ini juga sedang menghabiskan segala kekayaan alam yang ada di Papua. Perputaran ekonomi, perputaran uang tidak di sini, tetapi justru di luar. Semakin banyak daerah dibuka justru orang hanya berinvestasi dan mengambil hasil lalu keluar, sehingga yang ada hanya kemiskinan yang dirasakan,” ujarnya.

Berdasarkan hal-hal inilah, Benedictus menyampaikan, pemekaran justru membuat orang Papua merasa bahwa pemekaran bukan lagi sebuah solusi, tetapi justru menjadi sebuah derita yang cukup besar bagi orang Papua, khususnya OAP yang ada di Papua. “Jadi, pemekaran bukan lagi menjadi solusi, tetapi menjadi sebuah derita yang cukup besar bagi orang Papua yang ada di Papua,” pungkasnya.

  Sedangkan Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura, Wakol Yelipele menilai bahwa kehadiran Otonomi Khusus (Otsus) selama 20 tahun bagi Provinsi Papua dan Papua Barat belum memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat Papua.  “Kehadiran Otsus sejak tahun 2001 sampai tahun 2021 ini tidak ada kesejahteraan bagi orang asli Papua (OAP),” katanya Sabtu (13/3) lalu.

Menurut Wakol, meskipun sudah 20 tahun perjalanan Otsus di bumi cenderawasih, tetapi faktanya sampai saat ini pelayanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak Papua dan beberapa sektor lainnya tidak gratis alias harus membayar. Padahal, anggaran Otsus bagi Papua tidak sedikit setiap tahunnya.

Baca Juga :  Peralihan Musim, Masyarakat Diminta Waspadai Penyebaran DBD

Oleh karena itu, kata Wakol hal ini justru menjadi polemik di tengah-tengah berakhirnya UU Otsus yang selama ini telah menemani dan menghiasi perjalanan OAP selama 20 tahun ini. Dimana ada kelompok masyarakat yang menolak dan ada juga kelompok yang ingin agar Otsus dilanjutkan.

“Kami melihat persoalan ini sebagai mahasiswa atau intelektual, kami menyatukan persepsi, mendiskusikan persoalan ini, sehingga kehadiran Otsus ini benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di Papua,” ucapnya.”Hari ini kita di beberapa daerah, misalnya Kota Jayapura dari segi ekonomi OAP masih begitu-begitu saja, meskipun sudah ada Otsus. Jadi, kami mau menyatakan Otsus gagal,” ujarnya.

“Kita lihat juga kewenangan tidak diberikan sepenuhnya dalam pelaksanaan Otsus kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten/Kota yang ada di Papuya. Artinya Otsus diberikan, tetapi ekor dari Otsus masih dipegang oleh pemerintah pusat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Seminar dan Konfercab PMKRI Cabang Jayapura, mengatakan, dalam Seminar dan Konfercab pihaknya sudah mendiskusikan mengenai Otsus dan telah dibagikan kelompok sesuai dengan bidang masing-masing seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur dan lain sebagainya.

Hasil diskusi dari masing-masing bidang ini telah dirumuskan dan akan ditulis secara baik, sehingga nanti dipadukan bersama kegiatan seminar dan konfercab ini, sehingga akan diberikan masukan kepada pemerintah provinsi dalam melihat pelaksanaan Otsus di bumi cenderawasih.  (bet/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya