Agus mengatakan bahwa aksi penolakan adanya toko miras di atas tanah ulayatnya ini akan terus dilakukan. “Silahkan berjualan tapi jangan miras. Di samping situ ada apotek, ada penginapan dan mereka tentu tidak nyaman. Beberapa waktu lalu kami dengan kepala suku dan abuafa dan perangkat adat sudah diskusi dan ke depan saya akan lakukan aksi ini terus,” tambahnya.
“Saya juga prihatin, sebab seperti tak ada perhatian dari gereja, aparat maupun dari distrik dan saya juga sudah beberapa kali peringatkan tokonya soal ini,” tegasnya.
Ia berpendapat hari Minggu adalah waktunya ibadah dan sepatutnya itu dihormati. Bukan justru berkeliaran dalam keadaan mabuk kemudian mengganggu pengguna jalan atau tempat usaha orang lain.
“Bayangkan saja, di toko itu sudah seperti rumah bagi mereka yang mabuk. Kakak saya sudah pernah tegur, begitu juga saya sendiri sudah berulang kali, tapi tetap minum dan membuat tidak nyaman, hingga akhirnya tadi saya lihat lagi akhirnya saya putuskan membakar sofa sebagai teguran,” sambungnya.
Agus menyebut awalnya ia ingin mencari timbunan tapi saat pulang ia hanya menemukan sofa rusak dan sofa itulah yang dibawa untuk dibakar.
“Saya kawal dan control, jangan sampai apinya mengenai bangunan lain. Saya ini tidak minum, tidak merokok dan juga makan pinang jadi saya tidak suka melihat yang mabuk-mabuk begini. Jadi sebagai anak adat saya tolak bangunan yang berjualan minuman keras di atas ulayat dan kebesaran saya,” tutupnya. (ade/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos