Friday, November 22, 2024
31.7 C
Jayapura

Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat

JAYAPURA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jayapura mencatat, ada 70 kasus yang ditanganinya sepanjang tahun 2023.

Kasus tersebut meliputi kekerasan terhadap perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual dan kekerasan dalam pacaran.

   Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila menyampaikan, kasus tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya 22 kasus.

“Kasus ini justru meningkat seiring dengan pemerintah telah mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang undang melalui rapat paripurna,” ucap Nona kepada Cenderawasih Pos, Jumat (8/12).

   Menurut Nona, kasus ini meningkat bisa jadi disebabkan korban yang mulai berani untuk melapor dan bersuara atas apa yang dialaminya. Selain itu, ancaman hukuman yang tidak maksimal kepada pelaku sehingga tidak membuatnya jera.

Baca Juga :  22 Kasus Tahun 2022, Meningkat Jadi 70 Kasus pada 2023

   “Bagi saya, ancaman hukuman atau putusan yang diberikan kepada pelaku KDRT maupun kekerasan terhadap perempuan tidak maksimal. Pengalaman kami, ada beberapa kasus yang kita damping, namun putusannya tidak adil bagi korban sehingga membuat pelaku merasa tidak ada masalah dan efek jera atas apa yang dilakukan,” terangnya.

   Dikatakan Nona, dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) serta peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh pada tanggal 10 Desember, secara nyata bahwa perempuan masih saja menjadi korban.

  “Perempuan hari ini, dengan lahirnya RUU-TPKS belum menjadi hal yang menakutkan bagi pelaku kekerasan. Bahkan, dengan adanya UU tersebut orang tetap melakukan kekerasan terhadap perempuan,” tegas Nona.

Baca Juga :  Pelayanan Dasar Rumah Sakit Diminta Ditingkatkan

JAYAPURA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jayapura mencatat, ada 70 kasus yang ditanganinya sepanjang tahun 2023.

Kasus tersebut meliputi kekerasan terhadap perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual dan kekerasan dalam pacaran.

   Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila menyampaikan, kasus tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya 22 kasus.

“Kasus ini justru meningkat seiring dengan pemerintah telah mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang undang melalui rapat paripurna,” ucap Nona kepada Cenderawasih Pos, Jumat (8/12).

   Menurut Nona, kasus ini meningkat bisa jadi disebabkan korban yang mulai berani untuk melapor dan bersuara atas apa yang dialaminya. Selain itu, ancaman hukuman yang tidak maksimal kepada pelaku sehingga tidak membuatnya jera.

Baca Juga :  Perempuan Tanpa Perlindungan Negara Sama Saja Bohong

   “Bagi saya, ancaman hukuman atau putusan yang diberikan kepada pelaku KDRT maupun kekerasan terhadap perempuan tidak maksimal. Pengalaman kami, ada beberapa kasus yang kita damping, namun putusannya tidak adil bagi korban sehingga membuat pelaku merasa tidak ada masalah dan efek jera atas apa yang dilakukan,” terangnya.

   Dikatakan Nona, dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) serta peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh pada tanggal 10 Desember, secara nyata bahwa perempuan masih saja menjadi korban.

  “Perempuan hari ini, dengan lahirnya RUU-TPKS belum menjadi hal yang menakutkan bagi pelaku kekerasan. Bahkan, dengan adanya UU tersebut orang tetap melakukan kekerasan terhadap perempuan,” tegas Nona.

Baca Juga :  Pupuk Persaudaraan, Diskominfo Papua Gelar Perayaan Natal 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya