Friday, March 29, 2024
30.7 C
Jayapura

Tidak Masalah Pepera Dibawa ke MK

Jhon Gobay ( FOTO : Dok Cepos)

JAYAPURA – Pelaksanaan referendum dalam masa Pepera tahun 1969 dianggap cacat hukum karena terjadi pencederaan pengakuan Papua Barat ketika diklaim telah menjadi bagian dari NKRI kini tengah dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi. Beberapa pengacara di Papua termasuk Dewan Adat Papua (DAP)  mendaftarkan uji materi ini untuk memastikan apakah betul moment Pepera tersebut telah sesuai dengan yang diceritakan selama ini atau justru ada pembodohan sejarah dengan memutarbalikkan fakta. 

 Salah satu anggota Komisi II DPR Papua, Jhon Gobay ketika ditanya Cenderawasih Pos menanggapi bahwa yang dilakukan para pengacara termasuk dewan adat ini sudah sesuai aturan dimana jika  meragukan satu perundang-undangan maka Mahkamah Konstitusi adalah tempatnya.

 “Saya pikir tidak masalah bila masih ada yang diragukan. Apakah betul belum valid atau ada ketidaksesuaian karena melihat Pepera dilakukan dengan melanggar  aturan atau seperti apa. Ini sebenarnya hanya ingin menguji,  jika ada yang keliru maka kita akan lihat pendapat majelis hakim seperti apa,” jelas Gobay saat ditemui di Jayapura, Jumat (10 /5). 

Baca Juga :  Bantah Pekerjaan Jalan Tidak Dikoordinasikan dengan Kepolisian

 Apakah  MK akan melihat dari sisi hukum saja atau juga melihat dari aspek politik. Gobay mengatakan bahwa Ia tak ingin melihat sisi politiknya namun aspek hukumnya dan soal kewenangan. Selama ini orang Papua selalu beranggapan bahwa Pepera cacat hukum karena ada pencederaan dari one man one vote namun Jakarta menyebut semua sudah final. Nah perbedaan ini melahirkan historsi sejarah. Dikatakan sesungguhnya dengan adanya Undang-undang Otsus harapannya terjadi pelurusan sejarah dan ini bisa dilakukan oleh komisi kebenaran dan rekonsiliasi. 

 “Dalam UU Otsus pasal 46 tersurat jelas bahwa dalam rangka rekonsiliasi dan pelurusan sejarah, dengan keputusan presiden dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan seharusnya KKR ini sudah terbentuk untuk pelurusan distorsi sejarah tadi,” jelasnya.  

“Ingat perintah adanya KKR itu perintah undang-undang sehingga dengan adanya UU Otsus seharusnya KKR juga sudah ada,” katanya. Dengan adanya UU Otsus makanya harus ada KKR  yang berlaku nasional dan presiden sudah menginisiasi dengan kepres dan gubernur ikut menyusun format KKR. 

Baca Juga :  Soal Kelanjutan Status Pj, Frans Pekey Masih Menunggu

 KKR nantinya tak hanya membicarakan soal distorsi sejarah tetapi juga pelanggaran HAM yang terjadi dibawah tahun 2000. “Harusnya sejak tahun 2002  KKR seharusnya sudah ada tapi entah mengapa sampai sekarang belum ada tanda-tanda,” jelasnya. 

Terkait uji materi ini Jhon enggan berkomentar jauh. Ia hanya melihat bahwa yang dilakukan para pengacara dari Papua ini sudah sesuai aturan dan hasilnya nanti ia juga tak ingin menebak-nebak. “Kita lihat saja bagaimana nanti,” imbuhnya. 

 Sebagaimana diberitakan bahwa sejumlah pengacara termasuk DAP tengah mengajukan gugatan uji materi terkait Pepera. Proses referendum 1969 yang diawasi oleh PBB ini dikatakan  dilakukan dalam tekanan dan hanya 1.026 warga Papua yang terpilih untuk memilih apakah mereka harus menjadi bagian dari Indonesia atau terlepas. Uji materi ini sendiri sejatinya sudah dimulai dua tahun lalu namun baru diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada 12 April lalu. (ade/gin) 

Jhon Gobay ( FOTO : Dok Cepos)

JAYAPURA – Pelaksanaan referendum dalam masa Pepera tahun 1969 dianggap cacat hukum karena terjadi pencederaan pengakuan Papua Barat ketika diklaim telah menjadi bagian dari NKRI kini tengah dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi. Beberapa pengacara di Papua termasuk Dewan Adat Papua (DAP)  mendaftarkan uji materi ini untuk memastikan apakah betul moment Pepera tersebut telah sesuai dengan yang diceritakan selama ini atau justru ada pembodohan sejarah dengan memutarbalikkan fakta. 

 Salah satu anggota Komisi II DPR Papua, Jhon Gobay ketika ditanya Cenderawasih Pos menanggapi bahwa yang dilakukan para pengacara termasuk dewan adat ini sudah sesuai aturan dimana jika  meragukan satu perundang-undangan maka Mahkamah Konstitusi adalah tempatnya.

 “Saya pikir tidak masalah bila masih ada yang diragukan. Apakah betul belum valid atau ada ketidaksesuaian karena melihat Pepera dilakukan dengan melanggar  aturan atau seperti apa. Ini sebenarnya hanya ingin menguji,  jika ada yang keliru maka kita akan lihat pendapat majelis hakim seperti apa,” jelas Gobay saat ditemui di Jayapura, Jumat (10 /5). 

Baca Juga :  Jangan Ada yang Buat Gerakan Tambahan!

 Apakah  MK akan melihat dari sisi hukum saja atau juga melihat dari aspek politik. Gobay mengatakan bahwa Ia tak ingin melihat sisi politiknya namun aspek hukumnya dan soal kewenangan. Selama ini orang Papua selalu beranggapan bahwa Pepera cacat hukum karena ada pencederaan dari one man one vote namun Jakarta menyebut semua sudah final. Nah perbedaan ini melahirkan historsi sejarah. Dikatakan sesungguhnya dengan adanya Undang-undang Otsus harapannya terjadi pelurusan sejarah dan ini bisa dilakukan oleh komisi kebenaran dan rekonsiliasi. 

 “Dalam UU Otsus pasal 46 tersurat jelas bahwa dalam rangka rekonsiliasi dan pelurusan sejarah, dengan keputusan presiden dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan seharusnya KKR ini sudah terbentuk untuk pelurusan distorsi sejarah tadi,” jelasnya.  

“Ingat perintah adanya KKR itu perintah undang-undang sehingga dengan adanya UU Otsus seharusnya KKR juga sudah ada,” katanya. Dengan adanya UU Otsus makanya harus ada KKR  yang berlaku nasional dan presiden sudah menginisiasi dengan kepres dan gubernur ikut menyusun format KKR. 

Baca Juga :  Semangat Natal Membawa Damai

 KKR nantinya tak hanya membicarakan soal distorsi sejarah tetapi juga pelanggaran HAM yang terjadi dibawah tahun 2000. “Harusnya sejak tahun 2002  KKR seharusnya sudah ada tapi entah mengapa sampai sekarang belum ada tanda-tanda,” jelasnya. 

Terkait uji materi ini Jhon enggan berkomentar jauh. Ia hanya melihat bahwa yang dilakukan para pengacara dari Papua ini sudah sesuai aturan dan hasilnya nanti ia juga tak ingin menebak-nebak. “Kita lihat saja bagaimana nanti,” imbuhnya. 

 Sebagaimana diberitakan bahwa sejumlah pengacara termasuk DAP tengah mengajukan gugatan uji materi terkait Pepera. Proses referendum 1969 yang diawasi oleh PBB ini dikatakan  dilakukan dalam tekanan dan hanya 1.026 warga Papua yang terpilih untuk memilih apakah mereka harus menjadi bagian dari Indonesia atau terlepas. Uji materi ini sendiri sejatinya sudah dimulai dua tahun lalu namun baru diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada 12 April lalu. (ade/gin) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya