Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Hutan Papua Bukan Utang Negara

JAYAPURA-Memperingati hari Masyarakat Adat Sedunia, Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (Gempar) Papua menggelar aksi, di Lingkaran Abepura, Rabu (9/8).

  Dari pantauan Cenderawasih Pos, berbagai tuntutan dilontarkan peserta aksi diantaranya meminta agar pemerintah pusat tidak melakukan pemerampasan tanah adat di Papua dengan dalil perluasan pembangungan.

   Sebab menurut Gempar Papua, langkah pemerintah memperluas pembangunan di Papua bagian dari eksploitasi, untuk mengggeruk hasil alam Papua. “Kami minta kepada antek antek Indonesia stop berdalil membangun Papua, karena itu hanya untuk menanam investasi kolonialisme Indonesia,” kata Fara, peserta Aksi saat berorasi.

  Dengan maraknya pembangunan di Papua, lanjut Fara, maka sebagian besar alam Papua telah dirampas oleh pemerintah pusat. Sayangnya pembangunan ini bukan untuk kepentingan orang Papua, tapi untuk kepentingan pemerintah pusat melalui investor.  “Hutan Papua bukan utang negara, stop rusak hutan Papua,” tukas Fara.

  Kepada masyarakat Adat Papua, dia mengajak agar berani melawan kebijakan yagn dinilai sebagai bentuk  penindasan  pemerintah pusat. Sebab apabila hal ini dibiarkan maka generasi Papua akan terlantar karena kehilangan haknya sebagai pemilik tanah.

  “Kita orang Papua jangan mau ditindas atas kepentingan pemerintah kolonial, mari kita jaga hutan kita dengan menolak terhadap setiap investasi yang masuk,” tegas Fara.

Baca Juga :  213 Siswa-siswi BEC Terima Sertifikat Cambridge

  Sementara Kordinator Aksi, Yokbet Felle dalam pernyataan sikapnya menegaskan

Gempar Papua mengutuk keras antek antek Jakarta yang melakukan perampasan tanah adat suku Hubula Klen Wio, Welesi dan Asso Lokobal atas nama Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan Tengah.

  Gempar Papua juga menolak dan mengutuk keras terhadap oknum yang telah melakukan perampasan tanah adat yang terjadi di wilayah Adat Namblong, oleh, serta mendesak pemerintah Kabupaten Jayapura, untuk segera menutup perusahaan tersebut yang merusak alam tersebut.

  “Kami juga menolak dan mengutuk PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak tanah adat masyarakat Kebar di Tambrau,” tegas Yokbe saat membacakan pernyataan sikap.

  Dia juga menyatakan Gempar Papua mengutuk pemerintah daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT, Nuansa Lestari Sejahtera, dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw. Serta pihaknya mendesak pemda Kabupaten Tambrauw untuk mencabut MoU dengan PT. NLS.

  “Kami minta pemerintah Kabupaten Tambrauw segera mengakui hak masyarakat adat sesuai peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjunjung tinggi nilai hutan adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi,” ujarnya

“Hal ini bertujuan untuk menghentikan intervensi investasi perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan adat serta tatanan sosial masyarakat adat Tambrauw,” sambung Yokbe.

Baca Juga :  Sesalkan Adanya Dugaan Pelecehan Seksual

  Tidak hanya itu, Gempar Papua juga secara tegas menolak rancangan pembangunan Bandara Antariksa Biak. Sebab mereka menilai langkah ini bagian dari upaya untuk lahan adat nasyarakat adat Biak.

  “Kami sangat mendukung penuh sikap masyarakat adat suku Byak, serta menolak dewan adat tandingan buatan pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Biak,” bebernya.

   Hal lain yang mereka lontarkan pada aksi peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia diantaranya menolak rancangan daerah Otonomi Baru (DOB). Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara (Saireri).

  “Stop merusak alam Papua atas nama pembangunan, sebab hutan Papua bukan utang Negara. Kami Gempar Papua siap menutup mata melawan penindasan antek antek Indonesia,” tegasnya.

  Walaupun sempat beradu mulut dengan aparat keamanan, namun aksi peringatan Hari Masyarakat Adat tersebut berakhir dengan aman dan kondsuif. Situasi di wilayah Abepura, Rabu siang ini berjalan aman. Peserta aksi membubarkan diri tepat pukul 13. 15 Wit. (rel/tri)

JAYAPURA-Memperingati hari Masyarakat Adat Sedunia, Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (Gempar) Papua menggelar aksi, di Lingkaran Abepura, Rabu (9/8).

  Dari pantauan Cenderawasih Pos, berbagai tuntutan dilontarkan peserta aksi diantaranya meminta agar pemerintah pusat tidak melakukan pemerampasan tanah adat di Papua dengan dalil perluasan pembangungan.

   Sebab menurut Gempar Papua, langkah pemerintah memperluas pembangunan di Papua bagian dari eksploitasi, untuk mengggeruk hasil alam Papua. “Kami minta kepada antek antek Indonesia stop berdalil membangun Papua, karena itu hanya untuk menanam investasi kolonialisme Indonesia,” kata Fara, peserta Aksi saat berorasi.

  Dengan maraknya pembangunan di Papua, lanjut Fara, maka sebagian besar alam Papua telah dirampas oleh pemerintah pusat. Sayangnya pembangunan ini bukan untuk kepentingan orang Papua, tapi untuk kepentingan pemerintah pusat melalui investor.  “Hutan Papua bukan utang negara, stop rusak hutan Papua,” tukas Fara.

  Kepada masyarakat Adat Papua, dia mengajak agar berani melawan kebijakan yagn dinilai sebagai bentuk  penindasan  pemerintah pusat. Sebab apabila hal ini dibiarkan maka generasi Papua akan terlantar karena kehilangan haknya sebagai pemilik tanah.

  “Kita orang Papua jangan mau ditindas atas kepentingan pemerintah kolonial, mari kita jaga hutan kita dengan menolak terhadap setiap investasi yang masuk,” tegas Fara.

Baca Juga :  Dijadikan Pusat HUT Kota Jayapura, Jadi Momen Untuk Bangkit Kembali

  Sementara Kordinator Aksi, Yokbet Felle dalam pernyataan sikapnya menegaskan

Gempar Papua mengutuk keras antek antek Jakarta yang melakukan perampasan tanah adat suku Hubula Klen Wio, Welesi dan Asso Lokobal atas nama Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan Tengah.

  Gempar Papua juga menolak dan mengutuk keras terhadap oknum yang telah melakukan perampasan tanah adat yang terjadi di wilayah Adat Namblong, oleh, serta mendesak pemerintah Kabupaten Jayapura, untuk segera menutup perusahaan tersebut yang merusak alam tersebut.

  “Kami juga menolak dan mengutuk PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak tanah adat masyarakat Kebar di Tambrau,” tegas Yokbe saat membacakan pernyataan sikap.

  Dia juga menyatakan Gempar Papua mengutuk pemerintah daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT, Nuansa Lestari Sejahtera, dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw. Serta pihaknya mendesak pemda Kabupaten Tambrauw untuk mencabut MoU dengan PT. NLS.

  “Kami minta pemerintah Kabupaten Tambrauw segera mengakui hak masyarakat adat sesuai peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjunjung tinggi nilai hutan adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi,” ujarnya

“Hal ini bertujuan untuk menghentikan intervensi investasi perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan adat serta tatanan sosial masyarakat adat Tambrauw,” sambung Yokbe.

Baca Juga :  Gelap Tak Ada LPJU, Jalan Alternatif  Rawan Pemalakan

  Tidak hanya itu, Gempar Papua juga secara tegas menolak rancangan pembangunan Bandara Antariksa Biak. Sebab mereka menilai langkah ini bagian dari upaya untuk lahan adat nasyarakat adat Biak.

  “Kami sangat mendukung penuh sikap masyarakat adat suku Byak, serta menolak dewan adat tandingan buatan pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Biak,” bebernya.

   Hal lain yang mereka lontarkan pada aksi peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia diantaranya menolak rancangan daerah Otonomi Baru (DOB). Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara (Saireri).

  “Stop merusak alam Papua atas nama pembangunan, sebab hutan Papua bukan utang Negara. Kami Gempar Papua siap menutup mata melawan penindasan antek antek Indonesia,” tegasnya.

  Walaupun sempat beradu mulut dengan aparat keamanan, namun aksi peringatan Hari Masyarakat Adat tersebut berakhir dengan aman dan kondsuif. Situasi di wilayah Abepura, Rabu siang ini berjalan aman. Peserta aksi membubarkan diri tepat pukul 13. 15 Wit. (rel/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya