Sunday, November 24, 2024
25.7 C
Jayapura

ASN Paling Rawan Terlibat Politik Praktis

JAYAPURA-Hasil sosialisasi netralitas ASN yang dilakukan Bawaslu Papua mengingatkan kembali bahwa status ASN tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis. Pasalnya meski ini sudah dipahami, namun tak sedikit ASN yang sulit menghindar dari situasi tersebut.

  Selalu saja ada yang ditemukan terlibat. Yang terbaru adalah memberikan dukungan tidak secara langsung melainkan lewat media sosial. Ini juga akan menjadi catatan  pihak Bawaslu  untuk melakukan patroli cyber.

  “Harapan kami ini memberi pemahaman kepada ASN untuk melaksanakan tugas secara professional, netral dan menjaga independensi mereka sebagai ASN serta tidak menjadi kendaraan politik,” kata Niko Tunjanan selaku Koordinator Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga, Bawaslu Papua usai kegiatan sosialisasi di Hotel Max One, Jayapura, Selasa (4/10).

Baca Juga :  Ungkap Problematika yang Dihadapi, Sampaikan Ide & Langkah Konkret Bangun Papua

  Kata Niko ASN ini sangat menjanjikan untuk dijadikan kendaraan politik, padahal harusnya harus netral. Pada Pilkada serentak tahun 2020 lalu, pihak Bawaslu menemukan 23 kasus keterlibatan ASN dalam politik praktis.  Bawaslu sendiri mengeluarkan 3 rekomendasi yang diajukan ke Komisi ASN. “Nantinya  komisi ASN yang memutuskan. Ada yang mendapat peringatan dan ada juga pemberhentian,” tegasnya.

Niko menjelaskan soal keterlibatan ASN ini beragam, mulai dari menjadi tim sukses maupun penyuplai dana. “Missal ada satu dua yang punya usaha ini mereka  dijadikan pihak yang mensponsori padahal ini juga tidak boleh sebab dengan memberi ini sama saja menguntungkan satu pihak dan sudah pasti tidak netral,” papar Niko.

Baca Juga :  Polsek Japsel Amankan Miras Puluhan Miras Ilegas

   Disinggung soal oknum ASN yang terlibat aktif untuk menjaga kursi jabatan, kata Niko hal tersebut juga pernah ditemui. Ini tak lepas karena oknum tersebut berharap posisinya sebagai pejabat tidak diganti.

  Alhasil oknum ASN ini ikut membantu berkampanye dan tak hanya mendukung anggaran tapi ikut mensosialisasikan hingga memobilisasi massa. “Iya ada yang pernah begitu. Khawatir  kepala daerah baru kemudian dilakukan pergantian, akhirnya mau tidak mau harus ikut terlibat,” imbuhnya. (ade/tri)

JAYAPURA-Hasil sosialisasi netralitas ASN yang dilakukan Bawaslu Papua mengingatkan kembali bahwa status ASN tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis. Pasalnya meski ini sudah dipahami, namun tak sedikit ASN yang sulit menghindar dari situasi tersebut.

  Selalu saja ada yang ditemukan terlibat. Yang terbaru adalah memberikan dukungan tidak secara langsung melainkan lewat media sosial. Ini juga akan menjadi catatan  pihak Bawaslu  untuk melakukan patroli cyber.

  “Harapan kami ini memberi pemahaman kepada ASN untuk melaksanakan tugas secara professional, netral dan menjaga independensi mereka sebagai ASN serta tidak menjadi kendaraan politik,” kata Niko Tunjanan selaku Koordinator Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga, Bawaslu Papua usai kegiatan sosialisasi di Hotel Max One, Jayapura, Selasa (4/10).

Baca Juga :  KNPI Latih OKP dari Kampung Menjadi Mediator

  Kata Niko ASN ini sangat menjanjikan untuk dijadikan kendaraan politik, padahal harusnya harus netral. Pada Pilkada serentak tahun 2020 lalu, pihak Bawaslu menemukan 23 kasus keterlibatan ASN dalam politik praktis.  Bawaslu sendiri mengeluarkan 3 rekomendasi yang diajukan ke Komisi ASN. “Nantinya  komisi ASN yang memutuskan. Ada yang mendapat peringatan dan ada juga pemberhentian,” tegasnya.

Niko menjelaskan soal keterlibatan ASN ini beragam, mulai dari menjadi tim sukses maupun penyuplai dana. “Missal ada satu dua yang punya usaha ini mereka  dijadikan pihak yang mensponsori padahal ini juga tidak boleh sebab dengan memberi ini sama saja menguntungkan satu pihak dan sudah pasti tidak netral,” papar Niko.

Baca Juga :  Dewan  Kaji 2 Alternatif  Penyumbang PAD

   Disinggung soal oknum ASN yang terlibat aktif untuk menjaga kursi jabatan, kata Niko hal tersebut juga pernah ditemui. Ini tak lepas karena oknum tersebut berharap posisinya sebagai pejabat tidak diganti.

  Alhasil oknum ASN ini ikut membantu berkampanye dan tak hanya mendukung anggaran tapi ikut mensosialisasikan hingga memobilisasi massa. “Iya ada yang pernah begitu. Khawatir  kepala daerah baru kemudian dilakukan pergantian, akhirnya mau tidak mau harus ikut terlibat,” imbuhnya. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya