Saturday, April 27, 2024
27.7 C
Jayapura

Jeda Kemanusian Cara Mengakhiri Konflik Bersenjata di Papua

JAYAPURA-Jeda Kemanusiaan Papua ditandatangani oleh 4 pihak  diantaranya Komnas HAM RI, Wali Gereja Papua, MRP dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

 Dalam akun Instagram  Kontras_Update menuliskan bahwa pihak pihak yang bekonflik seperti TNI-Polri dan TPNPB tidak dilibatkan dalam penandatanganan dokumen tersebut. Padahal, pelibatan pihak yang berkonflik menjadi poin penting.

  Sebab, tanpa mereka, maka tidak ada yang menjamin kesepakatan itu berjalan. Implementasi akan sulit dilakukan apabila pihak yang berkonflik di lapangan saja tidak dilibatkan.

  Terkait dengan hal itu, Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warrinusy menyampaikan konsep Jeda Kemanusiaan itu telah dibuatkan briefing papernya oleh JDP dan sudah diserahkan pula kepada pemerintah, melalui Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia  (Setwapres RI) jelang pertengahan 2022 lalu.

Baca Juga :  Omzet Belum Kembali Normal,  Masih Rasa Was-Was

  JDP juga sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa perwakilan negara sahabat di Jakarta untuk memberi penjelasan.

  “JDP ingin memberitahukan bahwa terhadap konflik bersenjata yang senantiasa melibatkan TNI dan Polri di satu pihak dengan TPN PB di pihak lain itu telah menelan korban harta benda bahkan nyawa manusia sepanjang lebih dari 50 tahun,” kata Yan saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (4/1)

  Lanjut Yan,   sudah saatnya dipikirkan bagaimana cara mengakhiri konflik bersenjata tersebut. Tujuannya, tentu salah satunya adalah memberi kepastian bahwa rakyat Papua di sekitar dan di daerah konflik tidak selalu menjadi korban akibat ulah TPNPB, maupun karena tindakan aparat TNI-Polri.

  “Jeda Kemanusiaan ditawarkan oleh JDP saat itu dan kini untuk mengawali langkah menghentikan sementara pertikaian bersenjata demi memberi ruang dan waktu bagi kelangsungan kegiatan kemanusiaan untuk menolong para warga sipil dan atau korban konflik bersenjata tersebut,” tuturnya.

Baca Juga :  Penyakit ISPA Masih Dominan

  Yan juga menyampaikan bahwa pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi menjadi kebutuhan mendasar dan mendesak saat ini. Itulah sebabnya Jedah Kemanusiaan penting untuk dipertimbangkan dan dapat dimulai.

  “Bahwa kemudian tawaran Jedah Kemanusiaan “diterima” oleh para pihak seperti Komnas HAM, ULMWP, Dewan Gereja-gereja Papua serta MRP.

  Sungguh menjadi suatu kebanggaan JDP, namun karena kesepakatan tersebut ditandatangani oleh lembaga atau kelompok yang memiliki urat akarnya di masyarakat Papua, kelompok resisten Papua dan negara, maka JDP menyerahkan soal penjelasan atas pertanyaan publik diatas kepada mereka yang terlibat dalam menandatangani kesepakatan 11 November 2022 di Jenewa, Swiss tersebut,” pungkasnya. (fia/tri)

JAYAPURA-Jeda Kemanusiaan Papua ditandatangani oleh 4 pihak  diantaranya Komnas HAM RI, Wali Gereja Papua, MRP dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

 Dalam akun Instagram  Kontras_Update menuliskan bahwa pihak pihak yang bekonflik seperti TNI-Polri dan TPNPB tidak dilibatkan dalam penandatanganan dokumen tersebut. Padahal, pelibatan pihak yang berkonflik menjadi poin penting.

  Sebab, tanpa mereka, maka tidak ada yang menjamin kesepakatan itu berjalan. Implementasi akan sulit dilakukan apabila pihak yang berkonflik di lapangan saja tidak dilibatkan.

  Terkait dengan hal itu, Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warrinusy menyampaikan konsep Jeda Kemanusiaan itu telah dibuatkan briefing papernya oleh JDP dan sudah diserahkan pula kepada pemerintah, melalui Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia  (Setwapres RI) jelang pertengahan 2022 lalu.

Baca Juga :  Omzet Belum Kembali Normal,  Masih Rasa Was-Was

  JDP juga sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa perwakilan negara sahabat di Jakarta untuk memberi penjelasan.

  “JDP ingin memberitahukan bahwa terhadap konflik bersenjata yang senantiasa melibatkan TNI dan Polri di satu pihak dengan TPN PB di pihak lain itu telah menelan korban harta benda bahkan nyawa manusia sepanjang lebih dari 50 tahun,” kata Yan saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (4/1)

  Lanjut Yan,   sudah saatnya dipikirkan bagaimana cara mengakhiri konflik bersenjata tersebut. Tujuannya, tentu salah satunya adalah memberi kepastian bahwa rakyat Papua di sekitar dan di daerah konflik tidak selalu menjadi korban akibat ulah TPNPB, maupun karena tindakan aparat TNI-Polri.

  “Jeda Kemanusiaan ditawarkan oleh JDP saat itu dan kini untuk mengawali langkah menghentikan sementara pertikaian bersenjata demi memberi ruang dan waktu bagi kelangsungan kegiatan kemanusiaan untuk menolong para warga sipil dan atau korban konflik bersenjata tersebut,” tuturnya.

Baca Juga :  Puluhan Anggota DPR Papua Tutup Paksa Ruang Pimpinan

  Yan juga menyampaikan bahwa pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi menjadi kebutuhan mendasar dan mendesak saat ini. Itulah sebabnya Jedah Kemanusiaan penting untuk dipertimbangkan dan dapat dimulai.

  “Bahwa kemudian tawaran Jedah Kemanusiaan “diterima” oleh para pihak seperti Komnas HAM, ULMWP, Dewan Gereja-gereja Papua serta MRP.

  Sungguh menjadi suatu kebanggaan JDP, namun karena kesepakatan tersebut ditandatangani oleh lembaga atau kelompok yang memiliki urat akarnya di masyarakat Papua, kelompok resisten Papua dan negara, maka JDP menyerahkan soal penjelasan atas pertanyaan publik diatas kepada mereka yang terlibat dalam menandatangani kesepakatan 11 November 2022 di Jenewa, Swiss tersebut,” pungkasnya. (fia/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya