Dengan suara lirih, Husnadi mengisahkan detik-detik saat api melahap komplek Mandala. Waktu itu, sekitar pukul 04.12 WIT, ia baru saja hendak ke masjid untuk salat Subuh. Dari depan rumahnya, ia melihat percikan api muncul dari sela-sela rumah dua warganya, Nurmanta dan Asti. Dalam hitungan menit, api membesar, merambat, dan melalap puluhan rumah.
“Saya langsung bangunkan istri dan anak-anak. Kami keluar tanpa sempat membawa apa-apa, hanya baju di badan,” kenangnya.
Rumah berukuran 6×9 meter yang ia bangun dengan susah payah dari penghasilan serabutan, kini rata tanah. Namun bukan hanya rumah yang ia ratapi. Husnadi kehilangan sesuatu yang lebih berharga, salah satunya alquran.
Selain sebagai Ketua RT, Husnadi juga guru mengaji bagi anak-anak di kompleks itu. Selama ini, rumahnya bukan hanya tempat berteduh, tapi juga ruang belajar spiritual bagi 10 anak. Di situlah setiap sore ia mengajari mereka membaca Alquran.
Naasnya 30 Alquran dari anak anak ngajinya ikut terbakar dalam persitiwa kelam tersebut.
“Yang paling saya sesalkan, saya tidak bisa selamatkan Alquran dan buku-buku iqra anak-anak. Sampai sekarang, mereka masih datang tanya kapan bisa mengaji lagi,” tuturnya.
Sejak kebakaran, anak-anak itu kehilangan tempat belajar. Husnadi pun kehilangan semangatnya, meski anak-anak tetap mendesak ingin melanjutkan mengaji. “Setiap sore mereka datang, saya jadi sedih sekali,” tambahnya
Pasca peristiwa itu terjadi, Husnadi dan istrinya tinggal di Masjid Ar Rahman, sementara kedua anaknya menumpang di rumah keluarga. Kondisi serupa juga dialami sebagian besar korban. Tenda darurat yang pernah jadi tempat berlindung hanya bertahan sepuluh hari, sebelum akhirnya dicabut karena Dinsos harus menangani kebakaran lain di wilayah Jayapura.