Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Bupati Gelar Pertemuan dengan Masyarakat Adat Tanah Merah

Terkait Masalah Pelabuhan Depapre

SENTANI – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, melakukan pertemuan dengan tiga suku yang berasal dari wilayah adat Tanah Merah yaitu Suku Tonggroitouw, Yerisetouw dan Soumilena. Pertemuan itu dilakukan dalam rangka  menyikapi masih sering terjadinya gangguan di lokasi Pelabuhan Peti Kemas Depapre dalam beberapa waktu terakhir.  Pertemuan itu dilaksanakan di Kantor Bupati Jayapura,  Jumat (21/1).

Ondoafi Tongkrouwono, Depapre, Septinus Yerisitouw mengatakan,  pertemuan itu sangat penting, karena dengan adanya pertemuan tersebut terbangun komunikasi untuk membangun konsep berpikir antara Bupati Jayapura dengan masyarakat adat dari tiga suku marga maupun pesisir Tanah Merah.

“Dengan pertemuan ini kami menyampaikan masalah-masalah yang belum terungkap. Yang jadi masalah kenapa sampai Pelabuhan Depapre tidak bisa jalan. Karena itu menyangkut konsep-konsep berpikir masyarakat di Pesisir Pantai Tanah Merah,” ujar  Depepre Septinus Yerisitouw.

Baca Juga :  BNN Lakukan Rehabilitasi ke Anak Penguna Narkotika

Dia berharap, Bupati Jayapura membangun konsep itu dengan masyarakat adat, yang sementara ini dikuasai oleh pemilik hak ulayat.

“Pemilik hak ulayat itu ada dia punya bagian-bagian. Jadi kalau pemilik ulayat mengatakan itu dia punya itu juga belum tentu (benar). Karena kami masyarakat adat yang sesungguhnya ada di pantai, tetapi kami tidak komplain itu. Kami punya satu keinginan bagaimana pembangunan itu bisa berjalan. Kami yang bicara hari ini mungkin tidak menikmati, tapi nanti anak cucu kami yang akan menikmatinya, sehingga itu terjadi satu perubahan,”jelasnya.

Sebagai orang tua, kata dia, jika tidak meninggalkan kesan yang baik dalam pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Depapre, masyarakat adat juga merasa bersalah.

“Jadi kami harus mendukung konsep berpikir para bupati, untuk bangun pesisir Pantai Tanah Merah ini dalam konsep pembangunan pemerintah daerah. Kalau kami tidak sambut konsep pemerintah, kami tetap terbelakang. Ini yang kita bicarakan, bagaimana kita tinggalkan sesuatu untuk anak cucu kita agar mereka bisa sejahtera di atas tanah yang kami tinggalkan sebagai kawasan Pelabuhan Petikemas Depare ini,”tambahnya.

Baca Juga :  Hengky: Pemkab Jayapura Belum Bisa Pulihkan Perekonomian

Sementara itu  Bupati Jayapura, Mahtius Awoitauw, menjelaskan tujuan  dari pertemuan ini untuk berdiskusi langsung dengan masyarakat adat pemilik tanah dan hak ulayat di lokasi pelabuhan petikemas tersebut, sehingga jika ada hal-hal yang masih mengganjal semua dapat dibicarakan secara baik bersama-sama.

“Jadi selama ini ada gangguan-gangguan di pelabuhan. Jadi saya bilang kita kumpul dulu, orang-orang yang berhak untuk bicara. Nah, tadi kita sudah bicara ada hal-hal yang mengganjal dan sudah kita jelaskan. Jadi kita sudah clear,” tandasnya. (roy/ary)

Terkait Masalah Pelabuhan Depapre

SENTANI – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, melakukan pertemuan dengan tiga suku yang berasal dari wilayah adat Tanah Merah yaitu Suku Tonggroitouw, Yerisetouw dan Soumilena. Pertemuan itu dilakukan dalam rangka  menyikapi masih sering terjadinya gangguan di lokasi Pelabuhan Peti Kemas Depapre dalam beberapa waktu terakhir.  Pertemuan itu dilaksanakan di Kantor Bupati Jayapura,  Jumat (21/1).

Ondoafi Tongkrouwono, Depapre, Septinus Yerisitouw mengatakan,  pertemuan itu sangat penting, karena dengan adanya pertemuan tersebut terbangun komunikasi untuk membangun konsep berpikir antara Bupati Jayapura dengan masyarakat adat dari tiga suku marga maupun pesisir Tanah Merah.

“Dengan pertemuan ini kami menyampaikan masalah-masalah yang belum terungkap. Yang jadi masalah kenapa sampai Pelabuhan Depapre tidak bisa jalan. Karena itu menyangkut konsep-konsep berpikir masyarakat di Pesisir Pantai Tanah Merah,” ujar  Depepre Septinus Yerisitouw.

Baca Juga :  BNN Lakukan Rehabilitasi ke Anak Penguna Narkotika

Dia berharap, Bupati Jayapura membangun konsep itu dengan masyarakat adat, yang sementara ini dikuasai oleh pemilik hak ulayat.

“Pemilik hak ulayat itu ada dia punya bagian-bagian. Jadi kalau pemilik ulayat mengatakan itu dia punya itu juga belum tentu (benar). Karena kami masyarakat adat yang sesungguhnya ada di pantai, tetapi kami tidak komplain itu. Kami punya satu keinginan bagaimana pembangunan itu bisa berjalan. Kami yang bicara hari ini mungkin tidak menikmati, tapi nanti anak cucu kami yang akan menikmatinya, sehingga itu terjadi satu perubahan,”jelasnya.

Sebagai orang tua, kata dia, jika tidak meninggalkan kesan yang baik dalam pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Depapre, masyarakat adat juga merasa bersalah.

“Jadi kami harus mendukung konsep berpikir para bupati, untuk bangun pesisir Pantai Tanah Merah ini dalam konsep pembangunan pemerintah daerah. Kalau kami tidak sambut konsep pemerintah, kami tetap terbelakang. Ini yang kita bicarakan, bagaimana kita tinggalkan sesuatu untuk anak cucu kita agar mereka bisa sejahtera di atas tanah yang kami tinggalkan sebagai kawasan Pelabuhan Petikemas Depare ini,”tambahnya.

Baca Juga :  Lima Sekolah Terima Penghargaan Adiwiyata Nasional Tahun 2023

Sementara itu  Bupati Jayapura, Mahtius Awoitauw, menjelaskan tujuan  dari pertemuan ini untuk berdiskusi langsung dengan masyarakat adat pemilik tanah dan hak ulayat di lokasi pelabuhan petikemas tersebut, sehingga jika ada hal-hal yang masih mengganjal semua dapat dibicarakan secara baik bersama-sama.

“Jadi selama ini ada gangguan-gangguan di pelabuhan. Jadi saya bilang kita kumpul dulu, orang-orang yang berhak untuk bicara. Nah, tadi kita sudah bicara ada hal-hal yang mengganjal dan sudah kita jelaskan. Jadi kita sudah clear,” tandasnya. (roy/ary)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya