JAYAPURA-Ketua DPR Papua, Johny Banua Rouw menilai bahwa niat Pemprov Papua utuk menutup akses penerbangan dan akses kapal tidak akan menyelesaikan masalah. Malah menurutnya bisa saja terjadi gejolak ekonomi pasca penutupan tersebut.
Pendapatnya adalah akses sebaiknya diperketat namun barang masih bisa didrop masuk termasuk penumpang namun yang memiliki urusan jelas. Jika hanya plesiran maka sebaiknya ditunda.
“Perlu screening secara ketat. Kita tidak menutup penuh, sebab saya khawatir akan muncul gejolak. Harga mahal dan masyarakat semakin sulit untuk bertahan jadi barang tetap bisa masuk termasuk orang namun yang memiliki kepentingan seperti PON atau Peparnas,” beber Johny Banua melalui ponselnya, kemarin.
Gambaran penanganan Covid yang diusulkan adalah ketika akses pintu masuk diperketat, di dalam secara masif dilakukan vaksinasi dan dilakukan tracing.
Jika ditemukan ada yang positif maka dianjurkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah dan disumplai obat maupun vitamin. “Jadi setelah pintu – pintu kita perketat dimana yang tidak berkepentingan dilarang keluar masuk setelah itu kita lakukan vaksin dan tracing. Tapi kalau memang mau lockdown maka bisa dilakukan ditingkat kelurahan atau RT/RW. Saya pikir ini solusinya. Bupati maupun wali kota harus mengambil kebijakan dengan membatasi pergerakan orang di lingkugan masing – masing,” jelasnya.
Misal yang di Jayapura tak boleh ke Sentani dan sebaliknya, lalu pegawai bekerja dari rumah, tak boleh ada pesta, tak boleh kegiatan pertemuan-pertemuan. Menurutnya, yang bisa bergerak adalah petugas medis atau teknisi yang memang harus dipakai.
“Saya kurang setuju jika dilakukan penutupan penuh. Sebab harga barang akan naik. Jadi masyarakat sudah tak ada penghasilan, lalu harga barang juga naik. Ini dampaknya bisa dua kali. Kenapa bisa naik, itu karena Papua masih bergantung banyak komoditi dari luar. Ini harus diperhatikan, jangan sampai menutup lalu memicu gejolak,” pintanya.
Johny juga menyinggung tentang subsidi atau kompensasi ketika akses diperketat. Ia berpendapat bahwa Papua masih sangat mampu untuk memberi subsidi bagi masyarakat jika pengetatan pintu masuk.
Johny juga setuju untuk pemerintah menyiapkan kompensasi tersebut semisal sembako. “Kita sangat mampu karena jika melihat saat ini dana kita masih memiliki Silpa tahun lalu (2020) sebesar Rp 2 triliun. Selain itu Papua juga memiliki dana cadangan atau dana tak terduga untuk membantu masyarakat,” bebernya. “Kita sangat mampu, kalau dana habis kita masih punya Rp 400 miliar yang dipakai untuk membangun gedung. Itu bisa kita potong dan saya juga berpikir perlu segera mengambil langkah konkrit menyiapkan sarana prasarana kesehatan yang saat ini semakin menurun,” tutupnya.
Sementara itu, kendati pemerintah pusat telah menetapkan Kabupaten Merauke sebagai salah satu daerah di Indonesia yang masuk dalam daftar penerapan PPKM Level 4, namun Pemkab Merauke belum memutuskan untuk penerapan penyekatan secara lokal. Kepada wartawan di Merauke, Bupati Merauke Romanus Mbaraka mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerapkan penyekatan secara lokal karena melihat perkembangan data Covid-19 yang menjalani isolasi dan perawatan yang saat ini berada di angkat 370-an.
“Tetapi, dari angka kematian Covid, kita meningkat cukup tajam. Tadinya, dalam sehari satu dua orang tapi sekarang kita rata-rata yang meninggal antara 2-5 orang. Jadi kita masih ada pertimbangan. Nanti begitu ada masukan dari rumah sakit dan cukup parah maka mau tidak mau kita akan lakukan kebijakan lokal PPKM sesuai ketentuan level 4 dari Kemendagri,” jelas Bupati Romanus Mbaraka.
Dikatakan, hingga saat ini belum ada penyekatan secara lokal. Menurutnya, masalah ekonomi masyarakat juga harus menjadi perhatian. Karena ekonomi masyarakat harus tetap jalan, meski diakui bahwa ada batasan waktu tertentu yang diberikan kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas.
Misalnya, untuk kios, toko dan swalayan tetap bisa buka dari pagi. Tapi, untuk malam harinya dibatasi hanya sampai pukul 20.30 WIT. Begitu juga untuk aktivitas lainnya. Kecuali yang dapat menimbulkan kerumuman yang bisa memicu penyebaran Covid yang cepat seperti tempat hiburan malam, panti pijat dan lokalisasi sampai sekarang masih tutup alias tidak beroperasi. (ade/ulo/nat)