Sunday, April 28, 2024
26.7 C
Jayapura

Lokasi Pembangunan Kantor Gubernur di Walesi Belum Ada Penyelesaian

WAMENA–Lokasi pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Walesi hingga saat ini, belum ada penyelesaian. Pematokan tanah yang dilakukan kemarin di wilayah tersebut membuat pihak yang menolak merasa dirugikan dan langsung mendatangi Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan.

Dalam pertemuan itu, massa meminta agar ada penyelesaian masalah ini antara pihak yang menolak dengan pihak yang menyerahkan lokasi tersebut terlebih dahulu, agar masalah ini tak menciptakan konflik di antara masyarakat sendiri, sebab setelah dipatok, kedua kubu saling protes hingga hampir berujung dengan tindakan kekerasan dari kedua belah pihak.

    Koordinator Aliansi Masyarakat, Pemuda dan Mahasiswa Distrik Walesi, Boni Lanny menyatakan, pihaknya menolak pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Welesi.

“Kami punya hak untuk lokasi ini, meskipun kelompok kami ini kecil dan sedikit, orang tua kami punya tempat perjuangan di lokasi itu dan sebagai tempat makan, sehingga kami juga punya hak bicara,” ungkapnya Selasa (16/2) saat ditemui di Kantor Gubernur Papua Pegunungan.

Baca Juga :  Hasil Swab Negatif, Puskesmas Wamena Kota Kembali Dibuka

Dikatakan, dalam pengukuran lahan untuk pembangunan kantor gubernur ini, dari pemerintah yang datang tak menyampaikan atau pemberitahuan untuk melakukan pematokan tanah tersebut. Pihaknya dikagetkan dengan banyaknya kendaraan yang naik ke Walesi dan memang sempat ribut tadi di lapangan.

“Saat ribut di situ, kita minta bertemu dengan Kapolres dan Kapolres arahkan untuk bertemu Asisten I Sekda Pemprov Papua Pegunungan, oleh karena itu, kami minta masalah tanah di Walesi sebelum ada penyelesaian antara pihak yang menyerahkan dengan yang menolak diselesaikan, jangan berani naik pasang patok dan lain –lain,” kata Boni Lanny.

Ia membeberkan, tanah di Walesi itu statusnya bukan tanah adat salah satu suku tertentu, tapi tanah sengketa perang suku pada waktu dulu antara orang Mukoko dan Walesi, sehingga semua suku harus berbicara tentang tanah itu, tidak satu atau dua suku yang mengakui, tanah itu miliknya dan diserahkan ke pemerintah.

Baca Juga :  Pemkab Nduga Raih Opini WTP Atas LKPD Tahun 2022

“Selama ini masalahnya begitu, satu dua suku yang mengaku tanah itu miliknya membawa pemerintah datang patok, membuat suku –suku yang lain datang mengamuk,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Asisten I Sekda Provinsi Papua Pegunungan, Wasuok Demianus Siep menyatakan, kedatangan Pemprov Papua Pegunungan untuk melakukan pematokan terhadap tanah yang direncanakan akan dibangun kantor gubernur bukan atas kemauan sendiri, namun ada yang meminta untuk pemerintah datang mengukur tanah itu.

Ia menyatakan, Pemprov Papua Pegunungan akan melakukan mediasi kepada kedua pihak untuk duduk bersama dan membahas masalah ini, sebab ia tak ingin diantara masyarakat ini terjadi konflik sendiri.

“Kami akan pertemukan kedua belah pihak menyelesaikan masalah ini, kami akan bertindak sebagai penengah untuk mendengarkan aspirasi dari kedua belah pihak,”pungkasnya.(jo/tho)

WAMENA–Lokasi pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Walesi hingga saat ini, belum ada penyelesaian. Pematokan tanah yang dilakukan kemarin di wilayah tersebut membuat pihak yang menolak merasa dirugikan dan langsung mendatangi Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan.

Dalam pertemuan itu, massa meminta agar ada penyelesaian masalah ini antara pihak yang menolak dengan pihak yang menyerahkan lokasi tersebut terlebih dahulu, agar masalah ini tak menciptakan konflik di antara masyarakat sendiri, sebab setelah dipatok, kedua kubu saling protes hingga hampir berujung dengan tindakan kekerasan dari kedua belah pihak.

    Koordinator Aliansi Masyarakat, Pemuda dan Mahasiswa Distrik Walesi, Boni Lanny menyatakan, pihaknya menolak pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Welesi.

“Kami punya hak untuk lokasi ini, meskipun kelompok kami ini kecil dan sedikit, orang tua kami punya tempat perjuangan di lokasi itu dan sebagai tempat makan, sehingga kami juga punya hak bicara,” ungkapnya Selasa (16/2) saat ditemui di Kantor Gubernur Papua Pegunungan.

Baca Juga :  Jayawijaya Dapat Tambahan Tenaga 6 Dokter

Dikatakan, dalam pengukuran lahan untuk pembangunan kantor gubernur ini, dari pemerintah yang datang tak menyampaikan atau pemberitahuan untuk melakukan pematokan tanah tersebut. Pihaknya dikagetkan dengan banyaknya kendaraan yang naik ke Walesi dan memang sempat ribut tadi di lapangan.

“Saat ribut di situ, kita minta bertemu dengan Kapolres dan Kapolres arahkan untuk bertemu Asisten I Sekda Pemprov Papua Pegunungan, oleh karena itu, kami minta masalah tanah di Walesi sebelum ada penyelesaian antara pihak yang menyerahkan dengan yang menolak diselesaikan, jangan berani naik pasang patok dan lain –lain,” kata Boni Lanny.

Ia membeberkan, tanah di Walesi itu statusnya bukan tanah adat salah satu suku tertentu, tapi tanah sengketa perang suku pada waktu dulu antara orang Mukoko dan Walesi, sehingga semua suku harus berbicara tentang tanah itu, tidak satu atau dua suku yang mengakui, tanah itu miliknya dan diserahkan ke pemerintah.

Baca Juga :  Tertimpa Longsoran, Seorang Wanita Tewas

“Selama ini masalahnya begitu, satu dua suku yang mengaku tanah itu miliknya membawa pemerintah datang patok, membuat suku –suku yang lain datang mengamuk,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Asisten I Sekda Provinsi Papua Pegunungan, Wasuok Demianus Siep menyatakan, kedatangan Pemprov Papua Pegunungan untuk melakukan pematokan terhadap tanah yang direncanakan akan dibangun kantor gubernur bukan atas kemauan sendiri, namun ada yang meminta untuk pemerintah datang mengukur tanah itu.

Ia menyatakan, Pemprov Papua Pegunungan akan melakukan mediasi kepada kedua pihak untuk duduk bersama dan membahas masalah ini, sebab ia tak ingin diantara masyarakat ini terjadi konflik sendiri.

“Kami akan pertemukan kedua belah pihak menyelesaikan masalah ini, kami akan bertindak sebagai penengah untuk mendengarkan aspirasi dari kedua belah pihak,”pungkasnya.(jo/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya