Sejak Tahun 1981, Fokus Tema Kebudayaan Jayawijaya
Di tengah arus moderinsasi, seni pahat masih dipertahankan Nicolaus Haluk yang dikenal maestro seni pahat pertama di Jayawijaya. Namun, ternyata tak banyak masyarakat yang mengetahui kebolehannya dalam membentuk sebuah batang kayu biasa menjadi satu sebuah karya seni yang bernilai tinggi dengan peralatan seadanya.
Laporan: Denny Tonjauw – Wamena
Sabtu (9/3) lalu Cenderawasih Pos berkesempatan untuk menemui Nicolaus Haluk di kediamaannya di Kampung Siepkosi, yagn berjarak sekitar11 Km dari Kota Wamena. Di rumahnya, pria berusia 59 tahun yang akrab disapa Nico itu sedang sibuk memahat ditemani dengan 2 orang cucunya.
Nicko mengaku belajar seni pahat ini sejak 1981, secara otodidak selama 12 tahun. Karnya pertamanya, berupa patung setinggi 50 cm dengan menggunakan peralatan seadanya dan karya pertama itu diberikan kepada kepada bupati Jayawijaya saat itu, JB Wenas.
“Saat itu Bupati Wenas bilang tidak yakin saya bisa buat karya seperti ini, sehingga dia coba menguji saya dengan melakukan seni pahat dengan mencontohkan pahatan dari Asmat yang ada di ruangannya dan saya bisa membuat lebih bagus dari itu,”ungkapnya.
Inspirasinya, menekuni seni pahat, dimulai saat dirinya berhenti jadi honorer di Keuskupan Jayapura. Saat terdesak kebutuhan hidup, dia melihat suatu batang kayu berbentuk orang lalu ia mengambil pisau lalu sedikit diukir sehingga berubah menjadi bentuk patung. Dari keahliannya yang terus diasah ini, saat ini dia mampu membuat dua patung ukuran 60 cm dalam sehari, dari bahan kayu kayu peti atau yang biasa dibuat ukulele.
Ilmu seni pahat yang dimiliki Nicko ini juga ditularkan kepada anak –anaknya , dan juga beberapa orang di luar keluarganya. Ia mengaku ada juga beberapa orang yang datang untuk belajar seni pahat di sanggar seninya. “Saya orang pertama seniman pahat patung di Jayawijaya yang sudah punya hak cipta. Pasaran hasil karya, dulu sejak 1992-1997 sering dipamerkan di Expo di Wamena, ada sekitar 37 patung khusus untuk diberikan Bupati JB Wenas.”bebernya
Selama menjalankan usaha seni patung. Nico mengaku bekerjasama dengan Oikonomos untuk menjual hasil karyanya, namun ada juga yang pemesanan khusus. Patung yang buat sampai selesai dan dijual bervariasi , seperti besar setinggi orang dewasa nilainya puluhan juta, kalau ukuran 30-50 cm bisa Rp 500 ribu hingga Rp1 juta. Ia juga pernah buat patung mumi dan terjual 50 juta saat pameran di Jayapura
Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayawijaya, A.E Titus Meaga mengaku khusus untuk seni pahat ini, senimannya hanya berasal dari bagian wilayah Siepkosi saja. Yang pertama memang bapa Nicko yang perintis atau membuka karya ini, sehingga Pemerintah daerah juga sering memberikan dana bantuan sekitar Rp 10-20 juta per tahun untuk Pembinaannya
“Saya akui seni Patung-patung yang di Bandara Wamena, di perkantoran itu memang karya masyarakat di sekitaran sini saja. Dan di Jayawijaya sudah ada tiga seniman pahat seperti ini.”tuturnya.(*/tri)