MERAUKE- Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke menyosialisasikan eliminasi 3 penyakit menular di tahun 2030 mendatang. Ketiga penyakit tersebut adalah HIV-AIDS, Sifilis dan Hepatitis B. Dr Inge Silvia dari Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke mengungkapkan, ketiga penyakit infeksi tersebut sangat rentan untuk ditransmisikan dari ibu kepada janin yang ada di dalam kandungannya.
‘’Ketiga infeksi dan penyakit ini dapat menyebabkan morbiditas, disabilitas dan kematian ibu dan dapat menurunkan kualitas hidup anak yang terdampak,’’ katanya saat memberi sosialisasi kepada stakeholder, di Sekretariat KPA baru-baru ini. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan, lanjut dr. Inge Silvia, mengeluarkan peraturan untuk mengeliminasi ketiga penyakit menular tersebut di tahun 2030 mendatang.
dr Inge Silvia menjelaskan, untuk hepatitis tersebut masih tergolong tinggi. Dimana masih sekitar 3 persen ibu hamil kena hepatitis. Jumlah ini, lanjutnya masih tergolong tinggi sehingga harus dielominasi atau diturunkan.
‘’Kalau anaknya kena hepatitis dari ibunya, maka perutnya besar, hatinya mengeras. Dapat menyebabkan korosis dan kanker,’’ terangnya. Apakah laki-laki kalau minum alkohol dapat menyebakan korosis.
Sementara untuk Sifilis, lanjut dia, untuk tahun 2023 ini ditemukan 3 bayi lahir dengan sifilis. Kondisi bayi yang lahir dengan sifilis tersebut jelas dr. Inge Silvia, dengan perut gendut, hatinya membengkak dan bayi seperti ingusan terus dan kulit luka-luka. ‘’Masih ada di Merauke dan harus diobati dan dirawat selama 15 hari,’’ jelasnya.
Untuk sifilis ini, maka saat ibu hamil, pasangannya juga wajib diperiksa. Terkait dengan HIV/AIDS, dr. Inge menjelaskan, sejak 2017 lalu sudah dilaksanakan aksi daerah. Hanya saja, dalam prakteknya, akasi daerah ini belum berjalan secara optimal. Pasalnya, diskirimasi terhadap orang yang HIV-AIDS masih dinilai cukup tinggi. Bahkan ungkap Inge Silvia, ada yang harus melarikan diri saat mau ditest.
Dijelaskan, sampai saat ini prevalensi HIV-AIDS di Papua masih cukup tinggi sehingga apabila kerja lambat dalam menurunkan angka prevalensi tersebut, maka jumlah orang yang terinveksi HIV akan terus bertambah dan tentunya kematian akan terus meningkat.
Menurutnya, pemberian ARV kepada penderita HIV tidak lagi harus menunggu virus yang ada dalam tubuh orang tersebut menjadi AIDS. Namun dengan perkembangan teknologi, seorang yang ditemukan positif HIV dapat menjalani pengobatan seumur hidup tersebut.
Hanya saja, lanjutnya, harga obat ARV ini sangat tinggi dan jika dibeli secara mandiri oleh penderitanya tidak sanggup, apalagi jika dari keluarga kurang mampu. ‘’Karena itu, pemerintah terus berupaya untuk mengeliminasi sehingga yang terinveksi tidak bertambah. Kalau terus meningkat, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengadaan ARV semakin besar,’’ tambahnya. (ulo/tho)